JAKARTA, KOMPAS.com - Proses pemeriksaan terhadap pemuda bernama Argiyan Arbima (19), pemerkosa sekaligus pembunuh mahasiswi berinisial KRA (21) terus berlanjut.
Aksi tersangka dilakukan di salah satu rumah kontrakan Kawasan Sukmajaya, Depok, Jawa Barat pada pertengahan Januari 2024.
Kini, penyidik Polda Metro Jaya mengungkapkan fakta-fakta baru dari tersangka setelah memeriksa psikologisnya oleh Asosiasi Psikologi Forensik Indonesia (Apsifor).
Sering nonton video porno
Kanit 5 Subdit Jatanras Ditreskrimum Polda Metro Jaya Kompol Yandri Mono menjelaskan, tersangka sebelum melakukan aksinya mengaku memiliki kebiasaan menonton video porno.
"Itu kan masalah perilaku sehari-harinya. Artinya dia memang gemar menonton atau melihat konten-konten porno," Yandri saat dihubungi, Rabu (7/2/2024).
Dalam proses pemeriksaan, polisi juga menemukan banyak video porno yang tersimpan di ponsel tersangka.
Baca juga: Hasil Tes Psikologis Pembunuh Mahasiswi di Depok: Pelaku Terbiasa dengan Kekerasan
Kebiasaan menyimpan dan menonton video porno disebut menjadi pemicu tersangka untuk memperkosa korban, yang tak lain adalah kekasihnya.
"Hasilnya biar sudah resmi baru (diinformasikan). Tetapi ada kaitannya, kalau kata ahli ada kaitan (kebiasaan nonon porno dengan tindak pemerkosaan)," ujar Yandri.
Terbiasa kekerasan
Selain itu, Yanri menyampaikan, hasil pemeriksaan psikologis juga menunjukan beberapa faktor yang menyebabkan tersangka memerkosa dan membunuh kekasihnya.
Salah satu faktor lain yakni tersangka terbiasa dengan tindakan kekerasan sejak kecil.
"Dia sudah terbiasa dengan kata-kata kasar, tindakan berbau kekerasan," kata Yandri.
Yandri mengatakan, faktor yang dialami tersangka itu tak lepas dari pengaruh lingkungan sekitar.
Baca juga: Mahasiswi di Depok Tewas Dicekik Kekasih, Polisi: Kehabisan Oksigen karena Sumbatan Aliran Napas
"Lebih besar kepada (faktor) lingkungan, dari kecil (pelaku) hidup di lingkungan kalau menurut hasil pemeriksaan psikologi," kata Yandri.
Meski begitu, Yandri mengaku belum dapat membeberkan hasil akhir pemeriksaan psikologis tersangka.
"Kalau motifnya (memerkosa) murni untuk memenuhi keinginan atau nafsu dia. Tidak ada motif lain, murni memenuhi keinginan dia, nafsu, birahinya," papar dia.
Penyebab kematian korban
Berdasarkan hasil visum, korban KRA tewas karena kehabisan oksigen setelah dicekik tersangka di tempat kejadian.
"Kesimpulannya korban meninggal karena adanya sumbatan aliran napas di leher. Karena memang di lehernya ditemukan tanda kekerasan," ungkap Yandri.
Yandri mengemukakan, terdapat luka bekas kekerasan di mulut dan leher KRA. Selain itu, ditemukan pula sisa sperma pada tubuhnya korban.
"Kalau dihubungkan dengan keterangan pelaku atau tersangka, dia memang mencekik leher korban," ucap Yandri.
"Matinya (korban) karena tidak ada asupan oksigen ke paru-paru," imbuh dia.
Adapun kasus ini terungkap setelah KRA ditemukan tewas pada 18 Januari 2024. KRA ditemukan oleh ibu tersangka, FT setelah mendapatkan pesan WhatsApp dari sang anak.
Tersangka diketahui memaksa korban datang ke kontrakan untuk berhubungan badan. Namun, korban menolak dan berontak.
Tersangka kemudian melakukan tindakan kekerasan dengan mencekik leher, mengikat tangan dan kaki korban. Saat itu tersangka lalu memerkosa korban yang sudah lemas.
Selain itu, tersangka juga dilaporkan memerkosa dua korban lain, yakni N (anak di bawah umur) dan NH (23).
Atas perbuatannya, tersangka dijerat Pasal 338 KUHP, dan atau Pasal 285 KUHP tentang Pemerkosaan, dan atau Pasal 351 Ayat (3) KUHP tentang Penganiayaan yang Mengakibatkan Kematian.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.