“Pagi-pagi berangkat kerja itu masih sehat, masih segar. Dzuhur sempat pulang, untuk makan siang dan shalat dzuhur. Saya masakin mi instan. Makan lagi tuh sebelum mau berangkat, bercanda sama anak saya di kamar,” kata Tahiyat.
“Berangkat lagi, terus beberapa saat, pulang, bawa berkat, kasih ke anak bontot. Kalau PPSU yang lain kan makan di kelurahan, nah dia dibawa pulang, buat makan anaknya. Dia istirahat lagi, lalu berangkat kerja lagi naik motor,” lanjut dia.
Baca juga: Istri PPSU Utan Kayu Pingsan Dengar Kabar Suaminya Meninggal Saat Urus Logistik Pemilu
Rupanya, Selasa sore itu merupakan pertemuan terakhir keluarga dengan Zuhaidi sebelum mendiang mengembuskan napas terakhir.
Pada momen terakhir itu, Zuhaidi berpamitan seperti biasa untuk bekerja mendistribusikan logistik demi berlangsungnya pemungutan suara di Utan Kayu Utara.
Setelah kepergian Zubaidi, Tahiyat baru mengetahui dari Tio bahwa mendiang mempunyai riwayat penyakit sesak napas.
Zubaidi memutuskan tidak memberi tahu sang istri karena tidak ingin keluarga memikirkannya.
“Memang, bapak kalau kecapekan, dadanya suka sakit. Saya sudah ajak, tapi bapak enggak mau berobat. Pokoknya, kalau kecapekan dikit, dadanya sakit, harus minum air putih,” ungkap Tio.
“Ngomongnya sama anaknya, sama saya enggak pernah ngomong,” timpal Tahiyat.
Baca juga: Petugas PPSU Utan Kayu Meninggal Saat Bertugas Urus Logistik Pemilu 2024
Tio pun tak kuasa menahan tangis saat mengingat Zubaidi yang terlalu bekerja keras sehingga tidak memikirkan kesehatannya.
Meski sudah berusaha menahan air mata, tangis Tio tetap pecah. Ia berkali-kali menyeka air mata dengan punggung tangannya.
“Bapak enggak mau (diperiksa), dia terlalu fokus sama kerjanya. Saya mau anterin, dia enggak mau juga. Maunya dia ya merasakan sendiri. Dia enggak mau kasih tahu teman-temannya,” ujar Tio sambil menangis.
Beberapa waktu sebelum meninggal dunia, Zubaidi sempat berpesan kepada Tio agar meneruskan pekerjaannya sebagai petugas PPSU Utan Kayu Utara.
“Dia sudah pesan gitu sih. Bilangnya, 'Nanti gantiin bapak ya jadi PPSU, buat nafkahin ibu, buat urus ibu'. Itu sudah lama (titip pesannya), sudah sering diomongin, 'Entar bantuin bapak ya kalau bapak sudah pensiun',” tutur Tio.
Mengingat usianya mendekati waktu pensiun, Zubaidi bekerja tanpa mengenal waktu dan lelah. Keluhan soal pekerjaan nyaris tak terdengar oleh keluarga.
“Karena dia berpikir masih punya tanggungan, masih ada yang harus dibayar, kebutuhan harus terpenuhi. Jadi, bapak pikirannya ke situ,” ungkap Tahiyat.
Baca juga: Diduga Kelelahan, Ketua KPPS TPS 70 Koja Meninggal Dunia