Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Derita Tunawisma di Jakarta Timur, Hidup Suram di Kolong Jembatan hingga Sakit Parah dan Harus Dievakuasi

Kompas.com - 22/02/2024, 11:12 WIB
Nabilla Ramadhian,
Abdul Haris Maulana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Kondisi lembap, bau, dan dingin menjadi teman sehari-hari bagi seorang tunawisma bernama Aris (44).

Dalam sebulan belakangan, ia terpaksa menggelandang di kolong jembatan Kanal Banjir Timur (KBT) Pondok Kopi, Duren Sawit, Jakarta Timur, tepatnya di dekat Farmers Market Pondok Kopi.

Di sana Aris tinggal bersama dua anaknya, yakni seorang anak perempuan berusia 10 tahun dan anak laki-laki berusia 15 tahun. Sementara itu, istri Aris sudah meninggal dunia sejak lama.

Berdasarkan penuturan Aris kepada Kepala Satuan Pelaksana Dinas Sosial (Kasatpel Dinsos) Kecamatan Duren Sawit Elan Bahruroji, ia dan anak-anaknya sempat menggelandang di halaman ruko.

Baca juga: Tunawisma Sakit Dievakuasi dari Kolong Jembatan KBT Pondok Kopi

"Katanya dulu menggelandang di depan ruko-ruko. KTP-nya hilang di situ. Sekarang tinggal di kolong jembatan sudah sekitar sebulan," ungkap Elan di Pondok Kopi, Duren Sawit, Jakarta Timur, Rabu (21/2/2024).

Tempat tinggal Aris dan anak-anaknya di kolong jembatan tersebut tergolong tidak layak, apalagi tidak ada bedeng yang berdiri di sana.

Untuk bisa menuju ke tempat tinggalnya, Aris sekeluarga harus menuruni area berumput yang cukup curam di tepi kali.

Agar tidak jatuh, mereka hanya bisa berpegangan pada rerumputan tinggi dan tanaman liar.

Saat hendak turun ke titik Aris sekeluarga bermukim, seseorang harus berpegangan pada struktur jembatan, serta ranting dan batang pohon di sekitar jalur setapak yang terbuat dari tanah.

Jika hujan, area rerumputan dan jalur menuju "kediaman" Aris dan kedua anaknya cukup licin.

Beratap jembatan

Baca juga: Mayat Tunawisma Ditemukan di Kali Ciliwung, Diduga Bunuh Diri akibat Sakit

Orang-orang mungkin menganggap jembatan KBT hanyalah jalur penghubung Jalan Pondok Kopi Raya dengan Jalan Jenderal RS Soekanto.

Namun, jembatan itu adalah atap "rumah" Aris dan kedua anaknya. Mereka tidak mendirikan bedeng di sana.

Yang tampak hanyalah sebuah kasur tipis sepanjang sekitar 2,5 meter dengan lebar sekitar 1,5 meter. Posisinya berjarak sekitar 10 meter dari tepi kali.

Kasur berwarna putih itu diletakkan di atas sebuah alas yang materialnya tampak mengilap. Di atas kasur hanya ada beberapa kain, tetapi tidak ada bantal atau guling.

Sekitar dua meter di sebelah kiri kasur putih itu ada kasur lainnya yang lebih tipis. Kasur berwarna merah itu juga tidak memiliki bantal atau guling, tetapi tidak beralas seperti kasur yang satunya.

Sehari-hari, Aris bekerja sebagai pemulung. Hampir sebagian besar barang yang diambil adalah botol plastik dan kardus untuk dibawa ke tukang loak.

Beberapa meter dari kasur putih adalah empat karung yang penuh dengan barang hasil Aris memulung.

Sementara itu, dua karung di dekatnya baru terisi setengah barang hasil memulung.

Baca juga: Rusun Tunawisma Bambu Apus Ramah Lansia dan Difabel, Ada Unit dan Fasilitas Khusus

Di dekat kasur merah ada tumpukan kardus yang sudah diikat. Di sekitarnya adalah pakaian yang berserakan, serta sepasang sandal jepit.

Di sana, ada sebuah sepeda anak berwarna merah muda dan skuter anak berwarna biru.

Tak ingin ditinggalkan sang ayah

Anak-anak Aris sudah putus sekolah entah sejak kapan. Belum diketahui apakah mereka turut memulung bersama Aris atau tidak.

Namun, sehari-hari mereka juga berada di kolong jembatan bersama Aris. Hubungan yang erat membuat keduanya merasa kehilangan saat sang ayah harus dievakuasi ke rumah sakit karena kondisi kesehatannya buruk.

Adapun, Aris mengaku sudah mengidap batuk selama sebulan sejak tinggal di kolong jembatan itu.

"Kami tadi dapat laporan dari masyarakat ada orang terlantar yang sakit. Katanya sudah batuk kronis sebulan ini," tutur Elan.

Saat hendak dievakuasi, petugas medis sempat menghampiri Aris untuk melakukan pemeriksaan awal.

Baca juga: Tunawisma Tanpa Identitas Ditemukan Tewas di Saluran Air Kawasan Kemayoran

Disebutkan bahwa Aris perlu dibawa ke rumah sakit untuk diperiksakan paru-parunya.

"Kondisi bapak ini masih sadar dan bisa berdiri. Sempat buang air kecil sendiri juga. Cuma suaranya sudah hampir hilang. Saya tanya-tanya sebentar juga masih bisa bicara, tapi pelan," ungkap Elan.

Ia menduga, batuk yang dialami Aris tidak kunjung sembuh selama sebulan karena pria paruh baya itu kelelahan dan tidak makan secara teratur.

"Ada asma juga selain batuk," kata Elan.

Aris pun menyetujui untuk dibawa ke rumah sakit. Namun, anaknya yang paling kecil langsung menangis.

Ia belum rela ditinggalkan oleh sang ayah yang akan langsung dirawat di rumah sakit. Saat ini, ia dan kakaknya akan dititipkan untuk sementara waktu ke rumah saudaranya di Kranji, Kota Bekasi.

Aris sempat menenangkan anak terkecilnya. Ia terus mengusap punggung putrinya itu saat duduk di sebelah kanannya sembari terus memegangnya.

Sementara anaknya yang paling besar hanya duduk termenung di sebelah kanan adiknya.

Pada akhirnya, keduanya mengizinkan Aris dibawa ke rumah sakit untuk diperiksa dan dirawat di sana. Mereka juga ikut mengantarnya dengan ambulans.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Datangi Sekolah, Keluarga Korban Kecelakaan Maut di Ciater: Saya Masih Lemas...

Datangi Sekolah, Keluarga Korban Kecelakaan Maut di Ciater: Saya Masih Lemas...

Megapolitan
Soal Peluang Usung Anies di Pilkada, PDI-P: Calon dari PKS Sebenarnya Lebih Menjual

Soal Peluang Usung Anies di Pilkada, PDI-P: Calon dari PKS Sebenarnya Lebih Menjual

Megapolitan
Polisi Depok Jemput Warganya yang Jadi Korban Kecelakaan Bus di Ciater

Polisi Depok Jemput Warganya yang Jadi Korban Kecelakaan Bus di Ciater

Megapolitan
Warga Sebut Suara Mobil di Sekitar Lokasi Penemuan Mayat Dalam Sarung Terdengar Pukul 05.00 WIB

Warga Sebut Suara Mobil di Sekitar Lokasi Penemuan Mayat Dalam Sarung Terdengar Pukul 05.00 WIB

Megapolitan
Pria Dalam Sarung di Pamulang Diduga Belum Lama Tewas Saat Ditemukan

Pria Dalam Sarung di Pamulang Diduga Belum Lama Tewas Saat Ditemukan

Megapolitan
Penampakan Lokasi Penemuan Mayat Pria dalam Sarung di Pamulang Tangsel

Penampakan Lokasi Penemuan Mayat Pria dalam Sarung di Pamulang Tangsel

Megapolitan
Warga Sebut Ada Benda Serupa Jimat pada Mayat Dalam Sarung di Pamulang

Warga Sebut Ada Benda Serupa Jimat pada Mayat Dalam Sarung di Pamulang

Megapolitan
Soal Duet Anies-Ahok di Pilkada DKI, PDI-P: Karakter Keduanya Kuat, Siapa yang Mau Jadi Wakil Gubernur?

Soal Duet Anies-Ahok di Pilkada DKI, PDI-P: Karakter Keduanya Kuat, Siapa yang Mau Jadi Wakil Gubernur?

Megapolitan
Warga Dengar Suara Mobil di Sekitar Lokasi Penemuan Mayat Pria Dalam Sarung di Pamulang

Warga Dengar Suara Mobil di Sekitar Lokasi Penemuan Mayat Pria Dalam Sarung di Pamulang

Megapolitan
Bungkamnya Epy Kusnandar Setelah Ditangkap Polisi karena Narkoba

Bungkamnya Epy Kusnandar Setelah Ditangkap Polisi karena Narkoba

Megapolitan
Polisi Cari Tahu Alasan Epy Kusnandar Konsumsi Narkoba

Polisi Cari Tahu Alasan Epy Kusnandar Konsumsi Narkoba

Megapolitan
Epy Kusnandar Terlihat Linglung Usai Tes Kesehatan, Polisi: Sudah dalam Kondisi Sehat

Epy Kusnandar Terlihat Linglung Usai Tes Kesehatan, Polisi: Sudah dalam Kondisi Sehat

Megapolitan
Usai Tes Kesehatan, Epy Kusnandar Bungkam Saat Dicecar Pertanyaan Awak Media

Usai Tes Kesehatan, Epy Kusnandar Bungkam Saat Dicecar Pertanyaan Awak Media

Megapolitan
Polisi Selidiki Penemuan Mayat Pria Terbungkus Kain di Tangsel

Polisi Selidiki Penemuan Mayat Pria Terbungkus Kain di Tangsel

Megapolitan
Polisi Tes Kesehatan Epy Kusnandar Usai Ditangkap Terkait Kasus Narkoba

Polisi Tes Kesehatan Epy Kusnandar Usai Ditangkap Terkait Kasus Narkoba

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com