Mereka pun ingin membuat senang para anggota keluarga yang masih menganut Konghucu dan merayakan Imlek.
"Bisa dikatakan, ini sebagai salah satu cara untuk menampilkan akulturasi dua budaya di tengah masyarakat Pekayon," Wildan berujar.
Nuansa Tionghoa dapat dilihat dari atap berbentuk pagoda, pagar dinding, serta pintu dan jendela berbentuk bulat khas bangunan kelenteng.
Sementara nuansa Betawi tampak di seluruh tepi atap berupa ornamen gigi balang.
"Untuk sentuhan Islaminya bisa dilihat dari ornamen asmaul husna bermaterial kuningan di ruangan untuk salat, dan lafaz Allah SWT dan Muhammad SAW di kaca ventilasi," kata Wildan.
Selain itu, nama almarhum kakek dan neneknya pun disematkan sebagai nama pintu masuk menuju ruang salat.
Papan nama mereka ditulis menggunakan tulisan Mandarin, Arab, dan alfabet berbahasa Indonesia yang bentuk hurufnya menyerupai tulisan Mandarin.
Saat ini, masyarakat sudah bisa berkunjung untuk shalat lima waktu atau tarawih di Masjid Tjia Kang Hoo.
Kendati demikian, anak kecil diimbau untuk tidak dibawa masuk demi keamanan dan keselamatan bersama.
Sebab, pembangunan masjid masih belum rampung sejak peletakan batu pertama pada 8 Oktober 2022.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.