Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Sopir Angkot, Kini Sengsara tetapi Pernah jadi Profesi Primadona

Kompas.com - 20/03/2024, 20:46 WIB
Baharudin Al Farisi,
Fabian Januarius Kuwado

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Profesi sopir angkot sempat menjadi primadona para perantau yang mengadu nasib di Ibu Kota. Penyebabnya apa lagi kalau bukan dulangan uang yang dihasilkan dari profesi itu.

Sopir angkot M16 rute Pasar Minggu - Kampung Melayu bernama Hasan Basri (55) bercerita bagaimana profesi itu pernah dianggap menjanjikan di periode '90-an.

"Waktu itu ibaratnya, setoran masih murah, Rp 70.000 satu hari. Pendapatan Rp 20.000 sudah bagus, Rp 50.000 lebih bagus lagi," ujar Hasan saat ditemui Kompas.com di Terminal Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Rabu (20/3/2024).

"Nah, waktu zaman itu, uang Rp 50.000 buat makan satu minggu, itu belum juga habis. Ya makan dulu berapa? Dulu cuma Rp 1.500," lanjut dia. 

Baca juga: Sopir Angkot: Dulu kalau Cuma Jadi Kernet, Hidup Sudah Enak

Karena banyaknya peminat, pekerjaan sopir angkot/metromini atau kernet menjadi susah didapatkan. Hasan berujar, ia bahkan hanya bisa narik satu kali dalam satu pekan.

"Sopir metromini, sopir angkot, kernet, apa pun, berebut. Susah banget dapatnya. Kalau cuma dapat kernet, itu sudah bagus, ibaratnya hidup kita sudah enak," kata Hasan.

Jumlah angkot atau metromini di Jakarta pada saat itu lebih sedikit dibandingkan para pekerjanya.

Sementara, untuk bisa narik menjadi sopir angkot, boleh dibilang untung-untungan. Pasalnya para pemilik pul, saat itu, menerapkan sistem nepotisme.

"Sistem keluarga yang saya maksud, itu siapa yang dekat sama dia. Walaupun saya bukan keluarga, tapi sudah dekat, ya dapat," ujar dia. 

Namun, zaman telah berubah. Persaingan antartransportasi umum semakin ketat. Tak jarang, Hasan hanya bisa mengeluh karena biaya hidup yang selalu besar daripada pendapatannya. 

Baca juga: Cerita Sopir Angkot di Jakarta, Merantau dari Bukittinggi di Usia 19 Tahun Bermodal Rp 10.000

"Sejak zaman Jokowi, pendapatan angkot benar-benar menurun. Kita punya keluarga, istri bantuin (kerja) juga. Kalau enggak, kita malah diusir pemilik kontrakan," ungkap Hasan.

"Sehari dapat Rp Rp 40.000, Rp 50.000, Rp 70.000. Nah, biaya makan gadang (besar) sekarang, gede biaya kehidupan. Jadi enggak imbang. Kalau keluarga enggak dibantu sama istri, bakalan sengsara," lanjut dia.

Hasan memastikan, semua para sopir angkot di Jakarta juga merasakan hal serupa. Ia menantang untuk bertanya hal serupa kepada sopir angkot yang lain.

"Susah, cari setoran saja terkadang mengutang. Besok baru dapat duit, tombok lagi. Enggak dapat duit (pendapatan), pakai duit setoran (buat biaya sehari-hari). Besoknya kita cicil Rp 10.000 per hari, terus gitu," ungkap dia.

Hasan mengungkapkan, istrinya bekerja sebagai pengamen berkostum badut. Sehari-hari, istri bekerja bersama anak bungsunya yang masih berusia tiga tahun. 

Baca juga: “Kalau Dulu, Lebih Bagus Sopir Angkot daripada PNS”

"Dia (istri) sudah melamar jadi tukang cuci, dan lain-lain. Tapi sudah penuh semua. Dia dulu Go Clean, karena melahirkan, enggak bisa lagi waktu itu. Sekarang melamar jadi pembantu rumah tangga, enggak diterima," kata Hasan.

Kini, Hasan dan keluarga bermukim di salah satu kontrakan di kawasan Pejaten Timur, Pasar Minggu, Jakarta Selatan.

"Kontrakan satu petak. Kamar mandi di luar. Biaya sewa per bulan itu Rp 800.000. Saya punya anak dua, anak pertama saya SMP swasta, itu banyak pengeluarannya," ungkap Hasan.

Meski dalam kondisi terimpit, dia tetap bersyukur kepada Sang Pencipta.

Sebagai perantau asal Bukittinggi sejak berusia 19 tahun, Hasan juga tidak menyangka bisa bertahan dengan kerasnya Ibu Kota sampai saat ini.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pemprov DKI Tertibkan 15 Rumah Kumuh di Tanah Tinggi, Direnovasi Jadi Tipe 36

Pemprov DKI Tertibkan 15 Rumah Kumuh di Tanah Tinggi, Direnovasi Jadi Tipe 36

Megapolitan
Ungkap Peredaran Sabu di Tebet, Polisi Selidiki Kemungkinan Asal Narkoba dari Kampung Bahari

Ungkap Peredaran Sabu di Tebet, Polisi Selidiki Kemungkinan Asal Narkoba dari Kampung Bahari

Megapolitan
Heru Budi Pastikan Pasien TBC yang Bukan KTP DKI Bisa Berobat di Jakarta

Heru Budi Pastikan Pasien TBC yang Bukan KTP DKI Bisa Berobat di Jakarta

Megapolitan
Warga Bekasi Tertabrak Kereta di Pelintasan Bungur Kemayoran

Warga Bekasi Tertabrak Kereta di Pelintasan Bungur Kemayoran

Megapolitan
Faktor Ekonomi Jadi Alasan Pria 50 Tahun di Jaksel Nekat Edarkan Narkoba

Faktor Ekonomi Jadi Alasan Pria 50 Tahun di Jaksel Nekat Edarkan Narkoba

Megapolitan
Keluarga Taruna yang Tewas Dianiaya Senior Minta STIP Ditutup

Keluarga Taruna yang Tewas Dianiaya Senior Minta STIP Ditutup

Megapolitan
UU DKJ Amanatkan 5 Persen APBD untuk Kelurahan, Heru Budi Singgung Penanganan TBC

UU DKJ Amanatkan 5 Persen APBD untuk Kelurahan, Heru Budi Singgung Penanganan TBC

Megapolitan
Pria 50 Tahun Diiming-imingi Rp 1,8 Juta untuk Edarkan Narkoba di Jaksel

Pria 50 Tahun Diiming-imingi Rp 1,8 Juta untuk Edarkan Narkoba di Jaksel

Megapolitan
Polisi Temukan 488 Gram Sabu Saat Gerebek Rumah Kos di Jaksel

Polisi Temukan 488 Gram Sabu Saat Gerebek Rumah Kos di Jaksel

Megapolitan
KPU: Mantan Gubernur Tak Bisa Maju Jadi Cawagub di Daerah yang Sama pada Pilkada 2024

KPU: Mantan Gubernur Tak Bisa Maju Jadi Cawagub di Daerah yang Sama pada Pilkada 2024

Megapolitan
Heru Budi Sebut Pemprov DKI Bakal Beri Pekerjaan ke Jukir Liar Minimarket yang Ditertibkan

Heru Budi Sebut Pemprov DKI Bakal Beri Pekerjaan ke Jukir Liar Minimarket yang Ditertibkan

Megapolitan
Heru Budi Sebut Pemprov DKI Jakarta Mulai Tertibkan Jukir Liar Minimarket

Heru Budi Sebut Pemprov DKI Jakarta Mulai Tertibkan Jukir Liar Minimarket

Megapolitan
Rute KA Tegal Bahari, Tarif dan Jadwalnya 2024

Rute KA Tegal Bahari, Tarif dan Jadwalnya 2024

Megapolitan
20 Pelajar SMA Diamankan Polisi akibat Tawuran di Bangbarung Bogor

20 Pelajar SMA Diamankan Polisi akibat Tawuran di Bangbarung Bogor

Megapolitan
Jakarta Utara Macet Total sejak Subuh Buntut Trailer Terbalik di Clincing

Jakarta Utara Macet Total sejak Subuh Buntut Trailer Terbalik di Clincing

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com