Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pengakuan Alumni STIP soal Senioritas di Kampus: Telan Duri Ikan hingga Disundut Rokok

Kompas.com - 07/05/2024, 12:48 WIB
Shinta Dwi Ayu,
Fitria Chusna Farisa

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Sejumlah alumni Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran (STIP) membagikan pengakuan mereka soal praktik senioritas ketika menjalani pendidikan. Pengakuan ini disampaikan menyusul kematian Putu Satria Ananta Rustika (19), taruna Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran (STIP) yang tewas dianiaya senior.

Salah seorang alumni laki-laki yang ditemui Kompas.com mengaku pernah mendapatkan tindak kekerasan. Alumni tersebut mengaku disundut kepalanya menggunakan rokok hingga terluka.

"Saya dulu aja waktu praktik kena kekerasan sama alumni STIP, kepala saya disundut rokok," kata alumni yang tak mau disebutkan namanya itu, Selasa (7/5/2024).

Selain itu, ada juga mantan taruna STIP yang disebut tidak melanjutkan kuliahnya lantaran mengaku tak kuat dengan senioritas masa pendidikan.

"Sharing dari cerita teman tiga tahun lalu, bela-belain gap year buat ngejar masuk situ (STIP), udah masuk satu tahun benar-benar enggak ada kabar. Pas cerita lagi, dia keluar dari sana karena benar-benar enggak kuat sama seniornya," kata narasumber lain yang juga tak mau disebut namanya.

Baca juga: Upaya Mencari Titik Terang Kasus Junior Tewas di Tangan Senior STIP

Katanya, selama menjalani pendidikan, taruna tersebut pernah dipaksa oleh senior untuk menelan duri ikan, dilukai tangannya menggunakan garpu, dan lainnya.

"Dia cerita banyak tapi intinya pernah disuruh nelan duri ikan, tangan dia sering luka gara-gara garpu yang diselipin di jari, terus sama seniornya sengaja ditarik. Jadi, kaya kegesek gitu," sambungnya.

Tak hanya itu, mantan taruna STIP tersebut juga mengaku pernah diperintah senior untuk mencuri jas atau baju milik teman sekamarnya secara diam-diam.

Sementara alumni lain yang juga minta dirahasikan identitasnya menentang pernyataan Ketua STIP Ahmad Wahid yang menyebut tak ada kekerasan di dalam kampus. Menurutnya, sampai saat ini aksi perpeloncoan masih terjadi di STIP. 

"Di berita, Ketua STIP bilang enggak ada kekerasan di dalam kampus. Tapi, kenyataannya, di dalam STIP masih ada perpeloncoan setiap hari yang siswanya enggak berani berkoar-koar di luar," tutupnya.

Tak ada perpeloncoan

Menanggapi kasus penganiayaan ini, Ketua STIP Jakarta Ahmad Wahid buka suara. Wahid mengatakan, kejadian tersebut merupakan masalah pribadi antara pelaku dan korban, bukan karena perpeloncoan.

"(Budaya perpeloncoan) sudah tidak ada, sudah kita hilangkan. Jadi (kasus penganiayaan Putu) ini murni person to person," ungkap Wahid dikutip dari YouTube Kompas TV, Sabtu (4/5/2024).

Wahid mengeklaim, saat ini sudah tidak ada budaya perpeloncoan di sekolah yang ia pimpin.

"Di sini (STIP Jakarta) sebenarnya tidak ada perpeloncoan. Jadi kita sudah hapus semua perpeloncoan karena itu penyakit turun-temurun," jelas Wahid.

"Saya sendiri sudah setahun di sini (STIP), itu semua (budaya perpeloncoan) sudah saya hapus, enggak ada lagi," imbuhnya.

Baca juga: Pendisiplinan Tanpa Kekerasan di STIP Jakarta Utara, Mungkinkah?

Halaman:


Terkini Lainnya

Polda Metro Sebut Judi 'Online' Kejahatan Luar Biasa, Pemberantasannya Harus Luar Biasa

Polda Metro Sebut Judi "Online" Kejahatan Luar Biasa, Pemberantasannya Harus Luar Biasa

Megapolitan
Polisi Deteksi 3 Pelaku Lain di Balik Akun Facebook Icha Shakila, Dalang Kasus Ibu Cabuli Anak

Polisi Deteksi 3 Pelaku Lain di Balik Akun Facebook Icha Shakila, Dalang Kasus Ibu Cabuli Anak

Megapolitan
Rombongan 3 Mobil Tak Bayar Usai Makan di Depok, Pemilik Restoran Rugi Rp 829.000

Rombongan 3 Mobil Tak Bayar Usai Makan di Depok, Pemilik Restoran Rugi Rp 829.000

Megapolitan
Kapolri Rombak Perwira di Polda Metro, Salah Satunya Posisi Wakapolda

Kapolri Rombak Perwira di Polda Metro, Salah Satunya Posisi Wakapolda

Megapolitan
Modus Preman Palak Bus Wisata di Gambir: Mengadang di Pintu Stasiun, Janjikan Lahan Parkir

Modus Preman Palak Bus Wisata di Gambir: Mengadang di Pintu Stasiun, Janjikan Lahan Parkir

Megapolitan
Kapolda Metro: Judi 'Online' Cuma Untungkan Bandar, Pemain Dibuat Rugi

Kapolda Metro: Judi "Online" Cuma Untungkan Bandar, Pemain Dibuat Rugi

Megapolitan
Bocah Tewas Terjatuh dari Lantai 8 Rusunawa Cakung, Polisi: Jendela untuk Bersandar Tidak Kokoh

Bocah Tewas Terjatuh dari Lantai 8 Rusunawa Cakung, Polisi: Jendela untuk Bersandar Tidak Kokoh

Megapolitan
Sejak 2023, 7 Selebgram Bogor Ditangkap karena Promosi Situs Judi 'Online'

Sejak 2023, 7 Selebgram Bogor Ditangkap karena Promosi Situs Judi "Online"

Megapolitan
Momen Haru Risma Peluk Pelajar di Tanimbar yang Bipolar dan Dibesarkan Orangtua Tunggal

Momen Haru Risma Peluk Pelajar di Tanimbar yang Bipolar dan Dibesarkan Orangtua Tunggal

Megapolitan
Kapolda Metro Perintahkan Kapolres-Kapolsek Razia Ponsel Anggota untuk Cegah Judi “Online”

Kapolda Metro Perintahkan Kapolres-Kapolsek Razia Ponsel Anggota untuk Cegah Judi “Online”

Megapolitan
Bocah yang Jatuh dari Lantai 8 Rusunawa di Cakung Ternyata Ditinggal Orangtunya Bekerja

Bocah yang Jatuh dari Lantai 8 Rusunawa di Cakung Ternyata Ditinggal Orangtunya Bekerja

Megapolitan
Bawaslu DKI Mengaku Kekurangan Personel Jelang Pilkada 2024

Bawaslu DKI Mengaku Kekurangan Personel Jelang Pilkada 2024

Megapolitan
Polisi Bakal Mediasi Kasus Ojol yang Tendang Motor Warga di Depok

Polisi Bakal Mediasi Kasus Ojol yang Tendang Motor Warga di Depok

Megapolitan
Polda Metro Buka Peluang Kembali Periksa Firli Bahuri di Kasus Dugaan Pemerasan SYL

Polda Metro Buka Peluang Kembali Periksa Firli Bahuri di Kasus Dugaan Pemerasan SYL

Megapolitan
 Selebgram Bogor Ditangkap karena Promosikan Judi Online, Polisi : Baru Terima Gaji Rp 3 juta

Selebgram Bogor Ditangkap karena Promosikan Judi Online, Polisi : Baru Terima Gaji Rp 3 juta

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com