Husin mengungkapkan, baru beberapa bulan terakhir menekuni profesi sebagai jukir di minimarket.
Ia terpaksa menjadi jukir karena kesulitan mendapatkan pekerjaan di usia senjanya.
Terlebih, penyakit glaukoma yang menyerang matanya membuat mayoritas pemberi kerja enggan memberinya kesempatan.
“Saya sudah lama enggak kerja, mata saya kurang awas, saya menderita glaukoma. Ini juga jadi jukir cuma beberapa jam setiap hari, paling dua jam, buat cari uang untuk sarapan saja. Karena ada jukir yang sebenarnya,” ucap dia.
Baca juga: Para Jukir Lansia Minimarket Itu Diputus Rezekinya...
Senada dengan Husin, jukir liar lain di Jalan KH Abdullah Syafei bernama Bagus (48) juga bakal beralih profesi dalam waktu dekat.
Ia akan kembali menekuni profesi lamanya, yakni pengemudi ojek online (ojol).
“Kalau memang dilarang (jadi jukir), mungkin saya bakal ngojek full time saja nanti,” kata dia.
Bagus mengungkapkan, profesi ojol telah ditekuninya selama beberapa tahun.
Namun, ia mulai beralih menjadi jukir ketika ada kenalan yang menawarinya pekerjaan untuk menjaga parkiran minimarket.
“Saya baru satu tahun jadi jukir, dulu ditawarin teman. Jadi ngojek cuma sampingan saja setelah itu,” ungkap dia.
Baca juga: “Kalau Belum Punya Istri dan Anak, Saya Juga Enggak Mau Jadi Jukir Liar Minimarket”
Berbeda dengan Husin dan Bagus, seorang jukir minimarket bernama Matsuri (46) keberatan jika harus meninggalkan profesinya.
Hal itu disebabkan karena profesi ini telah ditekuninya selama satu dekade terakhir.
Dari hasil jukir, Matsuri bisa membiayai anak-anaknya sekolah dan membuat dapur di rumahnya selalu ngebul.
“Saya sebenarnya ikut saja kalau aturannya gitu, tetapi nanti bagaimana dengan anak dan istri saya, mau makan apa mereka,” kata Matsuri di minimarket Jalan Prof. Dr. Soepomo, Tebet.
Ia merasa tak melakukan pekerjaan yang ilegal.