Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ahok Ingin Buat PNS DKI Tidak Bisa Tarik Tunai di Atas Nilai UMP

Kompas.com - 21/01/2015, 14:36 WIB
Kurnia Sari Aziza

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — Mulai tahun ini, Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama membatasi penarikan tunai para pegawai di lingkungan Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta dengan batas maksimal Rp 25 juta. Menurut Basuki, hal ini dilakukan bertujuan untuk meminimalisasi adanya tindak pencucian uang maupun gratifikasi. 

"Kalau saya lebih kasar, saya inginnya PNS DKI tidak bisa tarik tunai di semua bank di atas nilai UMP (upah minimum provinsi) DKI," kata Basuki, di Balaikota, Rabu (21/1/2015). 

Menurut Basuki, DKI sedang gencar melaksanakan program transaksi non-tunai (non-cash transaction). Selain meminimalisasi penarikan tunai, lanjut dia, pembayaran honor semua pegawai harian lepas (PHL), retribusi rusunawa, dan retribusi pedagang kaki lima (PKL) juga dibayarkan melalui rekening Bank DKI.

Pria yang akrab disapa Ahok itu mengaku pernah kesulitan dalam menerapkan transaksi non- tunai ini. Contohnya, saat pembayaran honor PHL di Dinas Kebersihan, Dinas Pekerjaan Umum, dan Dinas Pertamanan DKI. Menurut dia, para pimpinan satuan kerja perangkat daerah (SKPD) itu tidak bisa menjelaskan kepada Basuki nama serta nomor telepon para PHL. Mereka hanya bisa menyebutkan jumlah PHL yang akan menerima honor.

Saat melakukan pengecekan di lapangan, ternyata honor itu dibagi-bagi kepada oknum SKPD yang "bermain" dan dibagi kepada pekerja yang tidak terdaftar dengan SKPD itu. "Pas dilihat di lapangan, ternyata honor itu juga diberikan ke tukang parkir yang mereka anggap honorer. Jadi, mereka tarik duit besar-besar dari bank dan dibagi-bagilah uang itu. Pembagiannya juga tidak merata. Kalau sekarang, tidak bisa lagi. Pembagian honor langsung ke rekening milik para PHL," kata Basuki. 

Kendati demikian, Basuki bersyukur bahwa transaksi non-tunai di Jakarta semakin baik. Sebab, lanjut dia, DKI pun telah meningkatkan gaji serta tunjangan yang diterima para pegawai untuk meminimalisasi adanya permainan anggaran.

"Sekarang saya lihat sudah banyak pegawai DKI yang bekerja jujur dan bersyukur dengan gaji yang diterima. Kalau masih ada pejabat yang main anggaran, PPATK akan menelusuri harta kamu dan KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) akan menangkap kamu dengan tindak pidana pencucian uang, semua harta kamu akan disita negara. Bapak ibu sekarang hidup di zaman yang salah, zaman di mana aliran uang Anda diawasi PPATK dan KPK," kata Basuki.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

[POPULER JABODETABEK] Kebengisan Pembunuh Wanita Dalam Koper | Kronologi Meninggalnya Siswa STIP yang Dianiaya Senior

[POPULER JABODETABEK] Kebengisan Pembunuh Wanita Dalam Koper | Kronologi Meninggalnya Siswa STIP yang Dianiaya Senior

Megapolitan
Daftar 73 SD/MI Gratis di Tangerang dan Cara Daftarnya

Daftar 73 SD/MI Gratis di Tangerang dan Cara Daftarnya

Megapolitan
Taruna STIP Tewas Dianiaya, Polisi Ungkap Pemukulan Senior ke Junior Jadi Tradisi 'Penindakan'

Taruna STIP Tewas Dianiaya, Polisi Ungkap Pemukulan Senior ke Junior Jadi Tradisi "Penindakan"

Megapolitan
Empat Taruna STIP yang Diduga Saksikan Pelaku Aniaya Junior Tak Ikut Ditetapkan Tersangka

Empat Taruna STIP yang Diduga Saksikan Pelaku Aniaya Junior Tak Ikut Ditetapkan Tersangka

Megapolitan
Motif Pelaku Aniaya Taruna STIP hingga Tewas: Senioritas dan Arogansi

Motif Pelaku Aniaya Taruna STIP hingga Tewas: Senioritas dan Arogansi

Megapolitan
Penyebab Utama Tewasnya Taruna STIP Bukan Pemukulan, tapi Ditutup Jalur Pernapasannya oleh Pelaku

Penyebab Utama Tewasnya Taruna STIP Bukan Pemukulan, tapi Ditutup Jalur Pernapasannya oleh Pelaku

Megapolitan
Polisi Tetapkan Tersangka Tunggal dalam Kasus Tewasnya Taruna STIP Jakarta

Polisi Tetapkan Tersangka Tunggal dalam Kasus Tewasnya Taruna STIP Jakarta

Megapolitan
Hasil Otopsi Taruna STIP yang Tewas Dianiaya Senior: Memar di Mulut, Dada, hingga Paru

Hasil Otopsi Taruna STIP yang Tewas Dianiaya Senior: Memar di Mulut, Dada, hingga Paru

Megapolitan
Akhir Penantian Ibu Pengemis yang Paksa Orang Sedekah, Dua Adiknya Datang Menjenguk ke RSJ

Akhir Penantian Ibu Pengemis yang Paksa Orang Sedekah, Dua Adiknya Datang Menjenguk ke RSJ

Megapolitan
Polisi Sebut Ahmad dan RM Semula Rekan Kerja, Jalin Hubungan Asmara sejak Akhir 2023

Polisi Sebut Ahmad dan RM Semula Rekan Kerja, Jalin Hubungan Asmara sejak Akhir 2023

Megapolitan
Praktik Prostitusi di RTH Tubagus Angke Dinilai Bukan PR Pemprov DKI Saja, tapi Juga Warga

Praktik Prostitusi di RTH Tubagus Angke Dinilai Bukan PR Pemprov DKI Saja, tapi Juga Warga

Megapolitan
Keluarga Harap Tak Ada Intervensi dalam Pengusutan Kasus Mahasiswa STIP yang Tewas Dianiaya Senior

Keluarga Harap Tak Ada Intervensi dalam Pengusutan Kasus Mahasiswa STIP yang Tewas Dianiaya Senior

Megapolitan
Pro-Kontra Warga soal Janji Dishub DKI Tertibkan Juru Parkir, Tak Keberatan jika Jukir Resmi

Pro-Kontra Warga soal Janji Dishub DKI Tertibkan Juru Parkir, Tak Keberatan jika Jukir Resmi

Megapolitan
Mahasiswa STIP Tewas Dianiaya Senior, Pengawasan dan Tata Tertib Kampus Jadi Sorotan

Mahasiswa STIP Tewas Dianiaya Senior, Pengawasan dan Tata Tertib Kampus Jadi Sorotan

Megapolitan
Hari Ini, Polisi Lakukan Gelar Perkara Kasus Mahasiswa STIP Tewas Diduga Dianiaya Senior

Hari Ini, Polisi Lakukan Gelar Perkara Kasus Mahasiswa STIP Tewas Diduga Dianiaya Senior

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com