Sebab, bila mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang pengelolaan keuangan daerah, satu-satunya pihak yang berhak mengajukan draf RAPBD adalah lembaga eksekutif, dalam hal ini Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
"Saya kira itu langkah yang keliru, bisa dibilang menyalahi peraturan pengelolaan keuangan daerah karena yang berhak mengajukan adalah adalah pemerintah," kata Koordinator Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia Sebastian Salang kepada Kompas.com, Rabu (4/3/2015).
Meski demikian, kata Salang, draf RAPBD yang diajukan oleh pemerintah seharusnya adalah draf hasil pembahasan bersama dengan DPRD. Hal itulah yang tidak dilakukan oleh Pemerintah Provinsi DKI.
"Jadi, meskipun kewenangan pengajuan ada di pemerintah, draf yang diajukan adalah yang telah melalui pembahasan bersama legislatif. Tidak bisa hanya dari pemerintah," ujar dia.
Sebelumnya diberitakan, Wakil Ketua DPRD M Taufik mengatakan bahwa lembaganya telah mengirim RAPBD versi mereka ke Kemendagri.
"Kemarin sudah ditelusuri. Ternyata ada, sudah (diajukan)," kata Taufik, Rabu siang.
Sebagai informasi, saat ini ada dua versi RAPBD DKI. Satu versi Pemprov DKI yang melalui e-budgeting yang tanpa persetujuan DPRD, sedangkan satu lagi versi pengesahan bersama dengan DPRD pada 27 Januari yang lalu.
Adanya dua versi RAPBD itu disebabkan langkah dari Gubernur Basuki Tjahaja Purnama yang memilih mengirimkan RAPBD ke Kemendagri tanpa persetujuan DPRD.
Sebab, Ahok (sapaan Basuki) menganggap terdapat banyak anggaran siluman pada RAPBD 2015 versi pembahasan bersama DPRD.
Ahok menyebut jumlahnya mencapai Rp 12,1 triliun. Ia menuding anggaran tersebut berasal dari proyek-proyek titipan DPRD.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.