Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ini Alasan Pengojek Konvensional Tolak Ojek Berbasis Aplikasi

Kompas.com - 04/08/2015, 07:00 WIB
Andri Donnal Putera

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — Kehadiran jasa transportasi ojek yang berbasis aplikasi tidak sepenuhnya disambut baik di antara sesama kalangan pengojek. Meski ada beberapa yang memilih bergabung, cukup banyak pengojek konvensional yang terang-terangan menolak kehadiran dan cara kerja ojek berbasis aplikasi.

Pakar psikologi forensik, Reza Indragiri Amriel, melihat penolakan dari pengojek konvensional sangat mendasar, yakni terkait dengan masalah zona wilayah pekerjaan pengojek itu sendiri. Selama ini, para tukang ojek bekerja dengan cara yang lebih kurang sama dan bersaing antar-sesama anggota kelompok mereka sehingga dianggap tidak ada masalah. Lain halnya dengan pengojek berbasis aplikasi.

"Setiap orang dan kelompok memiliki territorial zone. Mereka akan mempertahankan zone itu. Terjadilah dinamika in-group versus out-group," kata Reza dalam sebuah diskusi dengan Kompas.com, Senin (3/8/2015).

Melalui penjelasan itu, Reza ingin mengungkapkan, pengojek konvensional melihat pengojek berbasis aplikasi sebagai bagian di luar kelompok mereka. Meski sama-sama pengojek, tukang ojek konvensional yang rata-rata memiliki pangkalan ini melihat pengojek berbasis aplikasi adalah pihak asing yang tiba-tiba masuk di ranah kerja mereka.

Tukang ojek konvensional menilai, pengojek berbasis aplikasi masuk ke wilayah kerja yang adalah zona mereka juga sehingga terjadilah konflik. Konflik tersebut berpotensi untuk terus berlanjut.

Secara tidak sadar, untuk melindungi kelompoknya dari pihak asing yang dianggap mengganggu, orang-orang di dalam kelompok bisa berperilaku layaknya "hewan" untuk melindungi diri, kelompok, dan wilayahnya.

"Perilaku manusia jadi sama dengan perilaku hewan yang didorong oleh insting teritorial," tutur Reza.

Sejumlah konflik antara pengojek konvensional dan pengojek berbasis aplikasi sempat terjadi beberapa kali di Jakarta. Konflik terlihat dari banyaknya spanduk yang sempat terpasang dengan pesan larangan bagi pengojek berbasis aplikasi untuk datang, sampai adu mulut dan adu fisik. Dari rangkaian konflik yang terjadi, pihak yang selalu dirugikan adalah penumpang ojek.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Keluarga Harap Tak Ada Intervensi dalam Pengusutan Kasus Mahasiswa STIP yang Tewas Dianiaya Senior

Keluarga Harap Tak Ada Intervensi dalam Pengusutan Kasus Mahasiswa STIP yang Tewas Dianiaya Senior

Megapolitan
Pro-Kontra Warga soal Janji Dishub DKI Tertibkan Juru Parkir, Tak Keberatan jika Jukir Resmi

Pro-Kontra Warga soal Janji Dishub DKI Tertibkan Juru Parkir, Tak Keberatan jika Jukir Resmi

Megapolitan
Mahasiswa STIP Tewas Dianiaya Senior, Pengawasan dan Tata Tertib Kampus Jadi Sorotan

Mahasiswa STIP Tewas Dianiaya Senior, Pengawasan dan Tata Tertib Kampus Jadi Sorotan

Megapolitan
Hari Ini, Polisi Lakukan Gelar Perkara Kasus Mahasiswa STIP Tewas Diduga Dianiaya Senior

Hari Ini, Polisi Lakukan Gelar Perkara Kasus Mahasiswa STIP Tewas Diduga Dianiaya Senior

Megapolitan
Usul Heru Budi Bangun “Jogging Track” di RTH Tubagus Angke Dinilai Tak Tepat dan Buang Anggaran

Usul Heru Budi Bangun “Jogging Track” di RTH Tubagus Angke Dinilai Tak Tepat dan Buang Anggaran

Megapolitan
Polisi Sebut Pembunuh Wanita Dalam Koper Tak Berniat Ambil Uang Kantor yang Dibawa Korban

Polisi Sebut Pembunuh Wanita Dalam Koper Tak Berniat Ambil Uang Kantor yang Dibawa Korban

Megapolitan
Ketimbang “Jogging Track”, RTH Tubagus Angka Diusulkan Jadi Taman Bermain Anak untuk Cegah Prostitusi

Ketimbang “Jogging Track”, RTH Tubagus Angka Diusulkan Jadi Taman Bermain Anak untuk Cegah Prostitusi

Megapolitan
Mahasiswa STIP Tewas Dianiaya Senior, Keluarga Minta Keadilan dan Tanggung Jawab Kampus

Mahasiswa STIP Tewas Dianiaya Senior, Keluarga Minta Keadilan dan Tanggung Jawab Kampus

Megapolitan
Mahasiswa STIP Tewas Diduga Dianiaya Senior, Keluarga Temukan Banyak Luka Lebam

Mahasiswa STIP Tewas Diduga Dianiaya Senior, Keluarga Temukan Banyak Luka Lebam

Megapolitan
Taruna STIP Tewas Dianiaya Senior, Keluarga Sebut Korban Tak Punya Musuh

Taruna STIP Tewas Dianiaya Senior, Keluarga Sebut Korban Tak Punya Musuh

Megapolitan
Otopsi Selesai, Jenazah Taruna STIP yang Tewas Dianiaya Senior Akan Diterbangkan ke Bali Besok

Otopsi Selesai, Jenazah Taruna STIP yang Tewas Dianiaya Senior Akan Diterbangkan ke Bali Besok

Megapolitan
Jadi Tempat Prostitusi, RTH Tubagus Angke Diusulkan untuk Ditutup Sementara dan Ditata Ulang

Jadi Tempat Prostitusi, RTH Tubagus Angke Diusulkan untuk Ditutup Sementara dan Ditata Ulang

Megapolitan
Heru Budi Diminta Tegur Wali Kota hingga Lurah karena RTH Tubagus Angke Jadi Tempat Prostitusi

Heru Budi Diminta Tegur Wali Kota hingga Lurah karena RTH Tubagus Angke Jadi Tempat Prostitusi

Megapolitan
Keberatan Ditertibkan, Juru Parkir Minimarket: Cari Kerjaan Kan Susah...

Keberatan Ditertibkan, Juru Parkir Minimarket: Cari Kerjaan Kan Susah...

Megapolitan
BPSDMP Kemenhub Bentuk Tim Investigasi Usut Kasus Tewasnya Taruna STIP

BPSDMP Kemenhub Bentuk Tim Investigasi Usut Kasus Tewasnya Taruna STIP

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com