"Kami belum bisa memutuskan seperti apa. Karena suatu kebijakan kan dampaknya sangat luas," kata Asisten Deputi Penangan Kekerasan Terhadap Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Agustina Erni kepada Kompas.com di Depok, Jawa Barat, Kamis (5/11/2015).
Salah satu masalah yang dikaji berkaitan dengan proses rehabilitasi terhadap pelaku kejahatan yang dikebiri, termasuk kemungkinan memberikan pendampingan mental.
"Tetapi efek jera dari proses pidana harus dilakukan. Kalau kita proses kebiri saja nanti bagaiman proses penegakan hukumnya. Terus kalau kebiri, kalau dia nanti direhabilitasi, itu ada pendampingan untuk mental dia enggak? Itu semua dikaji," kata Erni.
Ia juga menilai bahwa kebiri bukan satu-satunya cara untuk menghukum pelaku kejahatan seksual. Perlu banyak pertimbangan dalam pemutusan hukuman tersebut.
Pemerintah masih mengumpulkan masukan dari berbagai diskusi ilmiah mengenai hukuman kebiri.
Salah satunya diskusi yang dilakukan oleh Departemen Kriminologi Universitas Indonesia yang menggodok masalah kebiri dengan berbagai institusi pemerintah dan pemerhati anak.
"Kita tidak hanya di internal tetapi kita diskusi secara banyak. Salah satunya kan dari diskusi ini, oke kita dapat apa. Apakah ini punishment atau rehabilitasi," kata Erni.
Kajian terkait hukuman kebiri ini melibatkan institusi yang bertanggung jawab, termasuk Kementerian Kesehatan yang bertanggungjawab atas kesehatan, serta Kementerian Hukum dan HAM menaungi persoalan rehabilitasi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.