Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Jakarta Selalu Terlambat Sahkan APBD padahal SDM-nya Lebih Unggul"

Kompas.com - 29/11/2015, 18:00 WIB
Kurnia Sari Aziza

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Koalisi Masyarakat Pemantau Legislatif (KOPEL) Syamsudin menilai, Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta dan DPRD DKI Jakarta tidak perlu terburu-buru mengesahkan Perda APBD 2016.

Ia khawatir Perda tersebut disahkan tanpa pembahasan yang berkualitas. "Muncul kekhawatiran jika (Perda APBD 2016) disetujui besok tanpa pembahasan yang berkualitas. Apa mungkin komisi di DPRD bahas RAPBD hanya sehari? Apa mungkin bahas anggaran 700 SKPD (satuan kerja perangkat daerah) di DKI dengan total Rp 64 triliun dibahas hanya dalam waktu satu hari? Enggak mungkin," kata Syamsudin, dalam diskusi di Indonesia Corruption Watch (ICW), Minggu (29/11/2015).

Menuruy Syamsuddin, Jakarta kerap terlambat mengesahkan APBD, setidaknya dalam empat tahun terakhir. (Baca: Rencana Anggaran Masih Terus Dikaji, Penetapan APBD DKI Diperkirakan Mundur)

Padahal, lanjut dia, sumber daya manusia DKI Jakarta cenderung lebih unggul dibandingkan dengan daerah lain.

"Dalam empat tahun terakhir ini, Jakarta sebagai ibu kota selalu terlambat mengesahkan APBD. Padahal dibanding daerah lain, potensi SDM DKI Jakarta lebih unggul. Tetapi, dibanding daerah seperti Papua, DKI Jakarta telat mengesahkan APBD dan serapan anggarannya juga urutan kedua paling rendah setelah Kalimantan Utara," ujar Syamsudin.

Berdasarkan Peraturan Mendagri Nomor 52 Tahun 2015 tentang penyusunan APBD, pengesahan Perda RAPBD dilaksanakan paling lambat satu bulan sebelum tahun anggaran rampung atau tepatnya 30 November besok.

Sementara itu, Pemprov DKI dan DPRD DKI baru menandatangani nota kesepahaman Kebijakan Umum Anggaran Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS) 2016 pada Senin (30/11/2015), pukul 14.00. (Baca: Wakil Ahok Tetap Optimistis APBD DKI 2016 Lebih Baik dari Tahun Lalu)

"Lihat dari jadwal yang tersedia, pembahasan RAPBD menjadi Perda itu hanya sehari. Apa yang terjadi sekarang? Tidak ada ruang dan waktu, dan kami khawatir potensi korupsi menjadi tinggi," kata Syamsudin.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, keterlambatan pengesahan Perda APBD mengakibatkan kepala daerah tidak digaji serta diberi tunjangan selama enam bulan.

Jika keterlambatan pengesahan APBD tersebut dikarenakan pemerintah dan DPRD, maka kepala daerah dan anggota DPRD DKI yang akan menerima sanksi atas keterlambatan tersebut.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Keluarga Harap Tak Ada Intervensi dalam Pengusutan Kasus Mahasiswa STIP yang Tewas Dianiaya Senior

Keluarga Harap Tak Ada Intervensi dalam Pengusutan Kasus Mahasiswa STIP yang Tewas Dianiaya Senior

Megapolitan
Pro-Kontra Warga soal Janji Dishub DKI Tertibkan Juru Parkir, Tak Keberatan jika Jukir Resmi

Pro-Kontra Warga soal Janji Dishub DKI Tertibkan Juru Parkir, Tak Keberatan jika Jukir Resmi

Megapolitan
Mahasiswa STIP Tewas Dianiaya Senior, Pengawasan dan Tata Tertib Kampus Jadi Sorotan

Mahasiswa STIP Tewas Dianiaya Senior, Pengawasan dan Tata Tertib Kampus Jadi Sorotan

Megapolitan
Hari Ini, Polisi Lakukan Gelar Perkara Kasus Mahasiswa STIP Tewas Diduga Dianiaya Senior

Hari Ini, Polisi Lakukan Gelar Perkara Kasus Mahasiswa STIP Tewas Diduga Dianiaya Senior

Megapolitan
Usul Heru Budi Bangun “Jogging Track” di RTH Tubagus Angke Dinilai Tak Tepat dan Buang Anggaran

Usul Heru Budi Bangun “Jogging Track” di RTH Tubagus Angke Dinilai Tak Tepat dan Buang Anggaran

Megapolitan
Polisi Sebut Pembunuh Wanita Dalam Koper Tak Berniat Ambil Uang Kantor yang Dibawa Korban

Polisi Sebut Pembunuh Wanita Dalam Koper Tak Berniat Ambil Uang Kantor yang Dibawa Korban

Megapolitan
Ketimbang “Jogging Track”, RTH Tubagus Angka Diusulkan Jadi Taman Bermain Anak untuk Cegah Prostitusi

Ketimbang “Jogging Track”, RTH Tubagus Angka Diusulkan Jadi Taman Bermain Anak untuk Cegah Prostitusi

Megapolitan
Mahasiswa STIP Tewas Dianiaya Senior, Keluarga Minta Keadilan dan Tanggung Jawab Kampus

Mahasiswa STIP Tewas Dianiaya Senior, Keluarga Minta Keadilan dan Tanggung Jawab Kampus

Megapolitan
Mahasiswa STIP Tewas Diduga Dianiaya Senior, Keluarga Temukan Banyak Luka Lebam

Mahasiswa STIP Tewas Diduga Dianiaya Senior, Keluarga Temukan Banyak Luka Lebam

Megapolitan
Taruna STIP Tewas Dianiaya Senior, Keluarga Sebut Korban Tak Punya Musuh

Taruna STIP Tewas Dianiaya Senior, Keluarga Sebut Korban Tak Punya Musuh

Megapolitan
Otopsi Selesai, Jenazah Taruna STIP yang Tewas Dianiaya Senior Akan Diterbangkan ke Bali Besok

Otopsi Selesai, Jenazah Taruna STIP yang Tewas Dianiaya Senior Akan Diterbangkan ke Bali Besok

Megapolitan
Jadi Tempat Prostitusi, RTH Tubagus Angke Diusulkan untuk Ditutup Sementara dan Ditata Ulang

Jadi Tempat Prostitusi, RTH Tubagus Angke Diusulkan untuk Ditutup Sementara dan Ditata Ulang

Megapolitan
Heru Budi Diminta Tegur Wali Kota hingga Lurah karena RTH Tubagus Angke Jadi Tempat Prostitusi

Heru Budi Diminta Tegur Wali Kota hingga Lurah karena RTH Tubagus Angke Jadi Tempat Prostitusi

Megapolitan
Keberatan Ditertibkan, Juru Parkir Minimarket: Cari Kerjaan Kan Susah...

Keberatan Ditertibkan, Juru Parkir Minimarket: Cari Kerjaan Kan Susah...

Megapolitan
BPSDMP Kemenhub Bentuk Tim Investigasi Usut Kasus Tewasnya Taruna STIP

BPSDMP Kemenhub Bentuk Tim Investigasi Usut Kasus Tewasnya Taruna STIP

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com