Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jangan Sampai Korban Bom Terus Dibekap Trauma

Kompas.com - 19/01/2016, 15:17 WIB
JAKARTA, KOMPAS — Penanganan korban bencana alam ataupun bencana yang diakibatkan ulah manusia, seperti aksi terorisme, harusnya tak hanya menyangkut fisik, tetapi juga psikis-sosial.

Tanpa intervensi psikologis secara cepat, memadai, dan berkesinambungan, korban bisa mengalami trauma berlebihan.

Psikiater konsultan di Rumah Sakit Umum Daerah Dr Soetomo-Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, Surabaya, Nalini Muhdi, Senin (18/1), mengatakan, ledakan hebat yang disusul baku tembak dalam aksi terorisme di Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat, beberapa hari lalu, menciptakan kecemasan dan ketakutan di antara warga Ibu Kota.

Pada sebagian orang yang mengalaminya, ketakutan dan kecemasan akan berlalu, dan kehidupan menjadi lebih normal.

Namun, sebagian orang lain akan mengalami stres berat di mana ingatan-ingatan akan ledakan atau baku tembak yang menakutkan terus berulang.

Mereka biasanya mengalami kecemasan berkepanjangan dan sering mimpi buruk, bahkan hingga dua minggu setelah peristiwa traumatis itu.

"Orang-orang seperti ini bisa saja mengalami stres pasca trauma (post traumatic stress disorder/PTSD). Dalam jangka panjang, gejalanya berupa mudah cemas, depresi, hingga gangguan jiwa berat," kata Nalini.

Untuk mencegah PTSD, intervensi psikis diperlukan bagi korban bencana. Korban yang menunjukkan gejala trauma berkepanjangan perlu mendapat terapi khusus dari psikiater. Terapi psikis dijalani secara bersamaan dengan pengobatan fisik dan penanganan sosial.

Menurut Nalini, peristiwa di Jalan MH Thamrin bisa saja tak melukai sekelompok masyarakat. Namun, dampak psikisnya bisa menyebar hingga orang- orang yang tidak mengalami langsung peristiwa itu.

Oleh karena itu, menurut dia, media juga berperan untuk meredam dampak psikis masyarakat. Televisi atau radio yang menayangkan teror bom dan kondisi jenazah korban tanpa sensor bisa turut membuat masyarakat panik dan cemas.

Trauma ledakan dialami, misalnya, oleh kakak-beradik Agus Kurnia (34) dan Muhammad Nurman Permana (24).

Permana dan Agus bekerja di salah satu pusat perbelanjaan di Jalan MH Thamrin. Keduanya menyewa kamar kos di daerah Tanah Abang, Jakarta Pusat.

Saat berjalan kaki di kawasan Sarinah, kakak beradik itu melihat ada ledakan di kafe Starbucks di Menara Cakrawala.
Mereka berdua lalu lari menyelamatkan diri ke arah perempatan jalan Sarinah. Namun, di dekat pos polisi ternyata terjadi ledakan lagi.

Agus pun mengalami gangguan pendengaran sementara. Sementara Permana mengalami luka akibat serpihan paku di bagian punggung dan tangan.

Ayah korban, Asep Yanto Rukmanto, mengatakan, anaknya mengalami trauma pasca ledakan.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Taruna STIP Tewas Dianiaya, Polisi Ungkap Pemukulan Senior ke Junior Jadi Tradisi 'Penindakan'

Taruna STIP Tewas Dianiaya, Polisi Ungkap Pemukulan Senior ke Junior Jadi Tradisi "Penindakan"

Megapolitan
Empat Taruna STIP yang Diduga Saksikan Pelaku Aniaya Junior Tak Ikut Ditetapkan Tersangka

Empat Taruna STIP yang Diduga Saksikan Pelaku Aniaya Junior Tak Ikut Ditetapkan Tersangka

Megapolitan
Motif Pelaku Aniaya Taruna STIP hingga Tewas: Senioritas dan Arogansi

Motif Pelaku Aniaya Taruna STIP hingga Tewas: Senioritas dan Arogansi

Megapolitan
Penyebab Utama Tewasnya Taruna STIP Bukan Pemukulan, tapi Ditutup Jalur Pernapasannya oleh Pelaku

Penyebab Utama Tewasnya Taruna STIP Bukan Pemukulan, tapi Ditutup Jalur Pernapasannya oleh Pelaku

Megapolitan
Polisi Tetapkan Tersangka Tunggal dalam Kasus Tewasnya Taruna STIP Jakarta

Polisi Tetapkan Tersangka Tunggal dalam Kasus Tewasnya Taruna STIP Jakarta

Megapolitan
Hasil Otopsi Taruna STIP yang Tewas Dianiaya Senior: Memar di Mulut, Dada, hingga Paru

Hasil Otopsi Taruna STIP yang Tewas Dianiaya Senior: Memar di Mulut, Dada, hingga Paru

Megapolitan
Akhir Penantian Ibu Pengemis yang Paksa Orang Sedekah, Dua Adiknya Datang Menjenguk ke RSJ

Akhir Penantian Ibu Pengemis yang Paksa Orang Sedekah, Dua Adiknya Datang Menjenguk ke RSJ

Megapolitan
Polisi Sebut Ahmad dan RM Semula Rekan Kerja, Jalin Hubungan Asmara sejak Akhir 2023

Polisi Sebut Ahmad dan RM Semula Rekan Kerja, Jalin Hubungan Asmara sejak Akhir 2023

Megapolitan
Praktik Prostitusi di RTH Tubagus Angke Dinilai Bukan PR Pemprov DKI Saja, tapi Juga Warga

Praktik Prostitusi di RTH Tubagus Angke Dinilai Bukan PR Pemprov DKI Saja, tapi Juga Warga

Megapolitan
Keluarga Harap Tak Ada Intervensi dalam Pengusutan Kasus Mahasiswa STIP yang Tewas Dianiaya Senior

Keluarga Harap Tak Ada Intervensi dalam Pengusutan Kasus Mahasiswa STIP yang Tewas Dianiaya Senior

Megapolitan
Pro-Kontra Warga soal Janji Dishub DKI Tertibkan Juru Parkir, Tak Keberatan jika Jukir Resmi

Pro-Kontra Warga soal Janji Dishub DKI Tertibkan Juru Parkir, Tak Keberatan jika Jukir Resmi

Megapolitan
Mahasiswa STIP Tewas Dianiaya Senior, Pengawasan dan Tata Tertib Kampus Jadi Sorotan

Mahasiswa STIP Tewas Dianiaya Senior, Pengawasan dan Tata Tertib Kampus Jadi Sorotan

Megapolitan
Hari Ini, Polisi Lakukan Gelar Perkara Kasus Mahasiswa STIP Tewas Diduga Dianiaya Senior

Hari Ini, Polisi Lakukan Gelar Perkara Kasus Mahasiswa STIP Tewas Diduga Dianiaya Senior

Megapolitan
Usul Heru Budi Bangun “Jogging Track” di RTH Tubagus Angke Dinilai Tak Tepat dan Buang Anggaran

Usul Heru Budi Bangun “Jogging Track” di RTH Tubagus Angke Dinilai Tak Tepat dan Buang Anggaran

Megapolitan
Polisi Sebut Pembunuh Wanita Dalam Koper Tak Berniat Ambil Uang Kantor yang Dibawa Korban

Polisi Sebut Pembunuh Wanita Dalam Koper Tak Berniat Ambil Uang Kantor yang Dibawa Korban

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com