Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Politisi Gerindra: Kasihan, Teman Ahok Dijerumuskan...

Kompas.com - 21/03/2016, 07:00 WIB
Kurnia Sari Aziza

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Fraksi Partai Gerindra DPRD DKI Syarif menyesalkan salah satu aset Pemerintah Provinsi DKI Jakarta di Graha Pejaten Jakarta Selatan dipergunakan untuk kegiatan politik calon petahana, Basuki Tjahaja Purnama.

Salah satu tempat tinggal di lokasi itu digunakan untuk Sekretariat kelompok relawan pendukung Basuki, "Teman Ahok".

"Soal (Sekretariat Teman Ahok) pakai aset Pemda buat yang di Pejaten, saya prihatin dan menyesalkan," kata Syarif kepada Kompas.com, Minggu (20/3/2016) malam.

Meski demikian, Syarif menyebut dirinya tidak bisa menyalahkan Teman Ahok. Sebab, Teman Ahok sendiri, kata dia, tidak paham ketika mendapat rumah tersebut.

Menurut Syarif, yang salah adalah pihak swasta penyewa lahan tersebut. Kompleks Graha Pejaten merupakan kompleks Pemprov DKI yang dikerjasamakan dengan BUMD, PT Sarana Jaya.

Kemudian PT Sarana Jaya bekerjasama kembali dengan pihak swasta dan swasta itulah yang menyewakan aset-aset tersebut kepada pihak lainnya. Pendiri lembaga survey, Cyrus Network, Hasan Nasbi yang menyewa dua rumah untuk Sekretariat Teman Ahok dan Cyrus Network kepada pihak swasta tersebut.

"Yang salah itu pihak swasta pemberi tempat itu. Enggak masalah sewa menyewa tempat, tapi peruntukkannya yang bermasalah, apakah untuk tempat tinggal atau kantor kegiatan politik," kata Syarif.

( Baca : Sekretariat Teman Ahok Berdiri di Atas Lahan Milik Pemprov DKI, Bolehkah?   )

Sekretaris Komisi A (bidang pemerintahan) DPRD DKI Jakarta itu mengatakan harus menelusuri kembali kontrak kerja sama penyewaan aset DKI tersebut. Syarif menyebut sah-sah saja jika tempat tinggal digunakan untuk kantor sosial atau paguyuban.

Berdasarkan pengalamannya ketika menyewa tempat tinggal, di dalam kontrak kerjasama biasanya tercantum larangan melakukan kegiatan partai politik.

"Coba dicek ulang, Teman Ahok bikin surat keterangan domisili dari PTSP (Pelayanan Terpadu Satu Pintu) kelurahan bisa enggak buat kantor relawan? Saya ragu bisa dikeluarkan oleh PTSP. Makanya kita enggak patut menyalahkan Teman Ahok, karena keluguannya," kata Syarif.

Sehingga ia mengimbau Teman Ahok untuk mencari lokasi lain yang lebih layak. Seperti contohnya di ruko. Karena di sana memang diperuntukkan sebagai tempat usaha.

"Kasihan Teman Ahok dijerumuskan, kalau dibiarkan berlama-lama kasihan. Kami DPRD sebagai mitra yang menjunjung tinggi akuntabilitas, minta (Teman Ahok) segeralah pindah (lokasi sekretariat), karena ini sudah jadi masalah. Lebih elegan pindah kan daripada membantah," kata Syarif.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Jawab Kritikan Ahok Soal Penonaktifan NIK KTP, Heru Budi : Pemprov DKI Hanya Menegakkan Aturan

Jawab Kritikan Ahok Soal Penonaktifan NIK KTP, Heru Budi : Pemprov DKI Hanya Menegakkan Aturan

Megapolitan
Paus Fransiskus ke Indonesia September 2024, KWI: Bawa Pesan Persaudaraan Umat Manusia

Paus Fransiskus ke Indonesia September 2024, KWI: Bawa Pesan Persaudaraan Umat Manusia

Megapolitan
Diterima Jadi Polisi, Casis Bintara Korban Begal: Awalnya Berpikir Saya Gagal

Diterima Jadi Polisi, Casis Bintara Korban Begal: Awalnya Berpikir Saya Gagal

Megapolitan
Polisi Kantongi Identitas Pengemudi Fortuner yang Halangi Laju Ambulans di Depok

Polisi Kantongi Identitas Pengemudi Fortuner yang Halangi Laju Ambulans di Depok

Megapolitan
Dapat Ganti Untung Normalisasi Ciliwung, Warga Rawajati Langsung Beli Rumah Baru

Dapat Ganti Untung Normalisasi Ciliwung, Warga Rawajati Langsung Beli Rumah Baru

Megapolitan
Tak Gentarnya Jukir Liar di Minimarket, Masih Nekat Beroperasi meski Baru Ditertibkan

Tak Gentarnya Jukir Liar di Minimarket, Masih Nekat Beroperasi meski Baru Ditertibkan

Megapolitan
Kilas Balik Kasus Pembunuhan Vina Cirebon, Kronologi hingga Rekayasa Kematian

Kilas Balik Kasus Pembunuhan Vina Cirebon, Kronologi hingga Rekayasa Kematian

Megapolitan
Dikritik Ahok soal Penonaktifan NIK KTP Warga Jakarta, Heru Budi Buka Suara

Dikritik Ahok soal Penonaktifan NIK KTP Warga Jakarta, Heru Budi Buka Suara

Megapolitan
Walkot Depok Terbitkan Aturan Soal 'Study Tour', Minta Kegiatan Dilaksanakan di Dalam Kota

Walkot Depok Terbitkan Aturan Soal "Study Tour", Minta Kegiatan Dilaksanakan di Dalam Kota

Megapolitan
Rumahnya Digusur Imbas Normalisasi Kali Ciliwung, Warga: Kita Ikut Aturan Pemerintah Saja

Rumahnya Digusur Imbas Normalisasi Kali Ciliwung, Warga: Kita Ikut Aturan Pemerintah Saja

Megapolitan
KPU Kota Bogor Lantik 30 Anggota PPK untuk Kawal Pilkada 2024

KPU Kota Bogor Lantik 30 Anggota PPK untuk Kawal Pilkada 2024

Megapolitan
Mau Bikin 'Pulau Sampah', Heru Budi: Sampah Sudah Enggak Bisa Dikelola di Lahan Daratan

Mau Bikin "Pulau Sampah", Heru Budi: Sampah Sudah Enggak Bisa Dikelola di Lahan Daratan

Megapolitan
Polri Gerebek Gudang Penyelundupan 91.246 Benih Bening Lobster di Bogor

Polri Gerebek Gudang Penyelundupan 91.246 Benih Bening Lobster di Bogor

Megapolitan
Walkot Jaksel: Warga Rawajati yang Terdampak Normalisasi Ciliwung Tidak Ada yang Protes

Walkot Jaksel: Warga Rawajati yang Terdampak Normalisasi Ciliwung Tidak Ada yang Protes

Megapolitan
4 Pelaku Sudah Ditangkap, Mobil Curian di Tajur Bogor Belum Ditemukan

4 Pelaku Sudah Ditangkap, Mobil Curian di Tajur Bogor Belum Ditemukan

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com