Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Warga Pertanyakan Nasib Kampung Apung

Kompas.com - 09/05/2016, 14:05 WIB
Nursita Sari

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Kondisi perkampungan warga di RT 10 RW 001, Kelurahan Kapuk, Cengkareng, Jakarta Barat, atau yang dikenal sebagai Kampung Apung, tak banyak berubah. Rumah-rumah warga masih berdiri menggunakan tiang penyangga di atas air.

Air yang menggenang itu tampak hitam pekat. Sampah-sampah plastik dan botol minuman turut mengotori air tersebut. Di sisi barat perkampungan, Tempat Pemakaman Umum (TPU) Kapuk Teko pun dipenuhi air.

Nisan-nisan makam tidak terlihat. Yang tampak di permukaan hanyalah tanaman eceng gondok. Penataan Kampung Apung yang dulu dijanjikan Presiden Joko Widodo saat masih masa kampanye Pemilihan Gubernur 2012 tak juga terealisasi. Pengeringan yang sempat dilakukan pada Maret 2014 pun sia-sia.

"Sempet ada pengeringan, tapi enggak sampe bertahan dua bulan. Kerendem lagi," ujar salah satu warga, Nani (58), kepada Kompas.com, di Kampung Apung, Senin (9/5/2016).

Menurut Nani, Jokowi hanya memberikan janji-janji kala itu. Namun, tidak ada yang direalisasikan saat dia sudah terpilih menjadi gubernur, bahkan kini presiden.

"Sekarang udah jadi mana (janjinya)? Enggak ada kan? Udah di atas udah enggak peduli lagi. Sekarang juga udah jadi presiden enggak ada. Dulu katanya mau membela rakyat kecil, sekarang rakyat kecil tersiksa," katanya.

Selain pengeringan yang tidak berhasil karena tidak terus dilakukan, tidak upaya penataan lain yang dilakukan pemerintah. Yang ada, warga sempat mendengar kabar perkampungan mereka akan digusur.

"Enggak ada (penataan), malah katanya mau digusur," kata warga lainnya, Idi (53). (Baca: Mana Janji Jokowi kepada Warga Kampung Apung?)

Menurut Idi, warga tidak ingin digusur dari tanahnya sendiri dan direlokasi ke rumah susun. Sebab, jika Pemprov memberikan uang ganti rugi pun, uang itu akan habis.

"Ini kan tanah sendiri, bukan tanah pemerintah. Nanti kalau diganti bisa abis juga buat bayar sewa (rusun), air, sampah, keamanan," kata warga asli Kampung Apung itu.

Idi bercerita dulu kampungnya tidak tergenang air. Tanah di sana merupakan tanah pasir. Air mulai menggenangi perkampungan mereka setelah di bagian utara Jakarta dilakukan banyak pembangunan.

"Kita kan kena tata ruang, di sana diurug dibikinin pabrik. Ini sekarang kita kobakan. Tadinya ini tinggi, karena di utara diurug, dibangun pabrik-pabrik, yang ini jadi rendah. Air jadi ke sini semua," tutur Adi.

Warga tidak ingin dipindahkan dari kampungnya. Yang mereka inginkan adalah penataan Kampung Apung agar rumah mereka tidak lagi berdiri di atas air.

"Kita maunya dikeringin lagi. Kasihan kan waktu itu ada dua balita yang kecebur juga," kata Idi. (Baca: Wali Kota Jakarta Barat Mengaku Siap Gusur Warga Kampung Apung)

Pantauan Kompas.com, rumah-rumah warga terdiri dari rumah permanen dan semipermanen. Tiang penyangga yang digunakan warga menggunakan bambu dan besi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pria yang Meninggal di Gubuk Wilayah Lenteng Agung adalah Pemulung

Pria yang Meninggal di Gubuk Wilayah Lenteng Agung adalah Pemulung

Megapolitan
Mayat Pria Ditemukan di Gubuk Wilayah Lenteng Agung, Diduga Meninggal karena Sakit

Mayat Pria Ditemukan di Gubuk Wilayah Lenteng Agung, Diduga Meninggal karena Sakit

Megapolitan
Tawuran Warga Pecah di Kampung Bahari, Polisi Periksa Penggunaan Pistol dan Sajam

Tawuran Warga Pecah di Kampung Bahari, Polisi Periksa Penggunaan Pistol dan Sajam

Megapolitan
Solusi Heru Budi Hilangkan Prostitusi di RTH Tubagus Angke: Bikin 'Jogging Track'

Solusi Heru Budi Hilangkan Prostitusi di RTH Tubagus Angke: Bikin "Jogging Track"

Megapolitan
Buka Pendaftaran, KPU DKI Jakarta Butuh 801 Petugas PPS untuk Pilkada 2024

Buka Pendaftaran, KPU DKI Jakarta Butuh 801 Petugas PPS untuk Pilkada 2024

Megapolitan
KPU DKI Jakarta Buka Pendaftaran Anggota PPS untuk Pilkada 2024

KPU DKI Jakarta Buka Pendaftaran Anggota PPS untuk Pilkada 2024

Megapolitan
Bantu Buang Mayat Wanita Dalam Koper, Aditya Tak Bisa Tolak Permintaan Sang Kakak

Bantu Buang Mayat Wanita Dalam Koper, Aditya Tak Bisa Tolak Permintaan Sang Kakak

Megapolitan
Pemkot Depok Bakal Bangun Turap untuk Atasi Banjir Berbulan-bulan di Permukiman

Pemkot Depok Bakal Bangun Turap untuk Atasi Banjir Berbulan-bulan di Permukiman

Megapolitan
Duduk Perkara Pria Gigit Jari Satpam Gereja sampai Putus, Berawal Pelaku Kesal dengan Teman Korban

Duduk Perkara Pria Gigit Jari Satpam Gereja sampai Putus, Berawal Pelaku Kesal dengan Teman Korban

Megapolitan
15 Pasien DBD Dirawat di RSUD Tamansari, Mayoritas Anak-anak

15 Pasien DBD Dirawat di RSUD Tamansari, Mayoritas Anak-anak

Megapolitan
Bantu Buang Mayat, Adik Pembunuh Wanita Dalam Koper Juga Jadi Tersangka

Bantu Buang Mayat, Adik Pembunuh Wanita Dalam Koper Juga Jadi Tersangka

Megapolitan
Banjir Berbulan-bulan di Permukiman Depok, Pemkot Bakal Keruk Sampah yang Tersumbat

Banjir Berbulan-bulan di Permukiman Depok, Pemkot Bakal Keruk Sampah yang Tersumbat

Megapolitan
Motif Pembunuhan Wanita Dalam Koper Terungkap, Korban Ternyata Minta Dinikahi

Motif Pembunuhan Wanita Dalam Koper Terungkap, Korban Ternyata Minta Dinikahi

Megapolitan
Tak Cuma di Medsos, DJ East Blake Juga Sebar Video Mesum Mantan Kekasih ke Teman dan Keluarganya

Tak Cuma di Medsos, DJ East Blake Juga Sebar Video Mesum Mantan Kekasih ke Teman dan Keluarganya

Megapolitan
Heru Budi Usul Bangun 'Jogging Track' di RTH Tubagus Angke yang Diduga Jadi Tempat Prostitusi

Heru Budi Usul Bangun "Jogging Track" di RTH Tubagus Angke yang Diduga Jadi Tempat Prostitusi

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com