“My religion is very simple. My religion is kindness.”
Dalai Lama XIV
Anda mungkin pernah mendengar cerita ini. Saya menemukannya di sebuah buku.
Suatu kali Dalai Lama ditanya, “Menurut Anda, agama apakah yang paling baik?”
Yang bertanya adalah Leonardo Boff, seorang teolog asal Brazil, salah seorang pencetus teologi pembebasan.
Dalai Lama, pemimpin umat Budha di Tibet, tidak menjawab agama Budha lah yang terbaik. Sambil tersenyum ia berkata,
“Agama yang paling baik adalah agama yang membuat manusia lebih dekat dengan Tuhan dan menjadikannya manusia yang lebih baik.”
Seperti apakah manusia yang lebih baik itu?
Dia menjelaskan, manusia yang lebih baik adalah mereka yang memiliki welas asih, memiliki cinta, tidak terikat oleh kemelekatan, bertanggungjawab, beretika, dan yang menggunakan hidupnya untuk memanusiakan sesamanya.
“Saudaraku,” kata Dalai Lama, “saya tidak tertarik apa agamamu atau bahkan apakah kamu beragama atau tidak beragama, yang terpenting buat saya adalah tingkah lakumu di hadapan rekan, keluarga, pekerjaan, komunitas, dan dunia. Ingatlah, semesta ini adalah gema dari tindakan dan pikiran kita.”
Bagi Dalai Lama, agamanya adalah kebaikan. Pengertian agama yang kita kenal selama ini dan terbakukan dalam segala dogma dan tertib admininistratif kenegaraan adalah bungkusnya. Isinya atau substansinya adalah kebaikan.
Saya lalu teringat Gus Dur. Dalam sebuah kesempatan tokoh Nahdlatul Ulama ini pernah berujar, “Kalau kamu bisa melakukan sesuatu yang baik untuk semua orang, orang tidak akan pernah tanya apa agamamu.”
Ujaran Gus Dur ini menjadi salah satu kutipan yang paling sering dikenang orang.
Senandung anak-anak pesantren
Di sebuah sudut bekasi, di suatu hari Minggu, di sebuah gereja kecil di pinggir kali, saya menemukan cerita seperti yang dituturkan Dalai Lama dan Gus Dur.
Cerita kecil namun bermakna agung tentang cinta dan kemanusiaan yang melampaui batas-batas agama. Persaudaraan dan cinta sejati yang memanusiakan kehidupan bergetar pada dinding kalbu yang paling dalam.
Hari Minggu itu adalah hari Pentakosta yang dirayakan umat nasrani di seluruh dunia. Dalam tradisi Yahudi, Pentakosta adalah perayaan syukur atas panen gandum.
Sementara dalam tradisi Kristen, Pentakosta dimaknai sebagai hari turunnya Roh Kudus atas para murid Yesus. Diceritakan dalam Kitab Suci, berkat roh kudus, para murid Yesus mampu menyatukan segala bangsa yang berbeda suku dan bahasa.