JAKARTA, KOMPAS.com - Penasihat hukum Rachmawati Soekarnoputri, Yusril Ihza Mahendra menyatakan, kliennya tidak akan mengajukan prapradilan atas penetapan tersangka terkait dugaan makar.
Yusril berharap aparat penegak hukum memahami penjelasan kliennya.
"Status beliau adalah tersangka sampai detik ini. Mudah-mudahan dengan penjelasan beliau, pihak kepolisian dapat memaklumi apa yang disampaikan beliau," kata Yusril, dalam jumpa pers di kediaman Rachmawati, di Jalan Jatipadang Raya, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Rabu (7/12/2016).
Yusril menyatakan, Rachmawati tidak berniat melakukan makar. Rencana Rachmawati menyampaikan petisi ke DPR/MPR yang meminta agar dikembalikannya Undang-Undang Dasar 1945 ke awal, menurutnya melalui jalur yang sah dan konstitusional.
"Walaupun ada massa 10.000-20.000 ribu tapi tidak bermaksud masuk atau menduduki gedung DPR/MPR," ujar Yusril.
Sehingga, sebagai penasehat hukum, dirinya berharap kasus yang disangkakan kepada kliennya dapat berakhir tidak perlu sampai ada penahanan lagi atau bahkan hingga diadili.
"Bu Rachmawati pun sebenarnya tidak akan mengajukan prapradilan atas kasus ini, dengan harapan pihak kepolisian memaklumi keadaan ini dan mudah-mudahan yang disangkakan ke beliau sampai di sini saja," ujar Yusril. (Baca: Rachmawati Sebut Ingin ke DPR/MPR dengan 20.000 Orang untuk Serahkan Petisi)
Dengan status tersangka yang telah ditetapkan ke Rachmawati, ada dua cara menurutnya untuk mengakhiri status tersebut. Pertama ia berharap polisi menerbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) atau kasus ini di-deponering.
"Kalau di-deponering demi pertimbangan untuk kepentingan umum. Tapi kita serahkanlah untuk pihak kepolisian, apa yang akan dilakukan. Yang penting bagi kami kasus ini selesai, di SP3 lebih baik. Kalau di SP3 kan tidak cukup bukti untuk dilanjutkan," ujar Yusril.
Adapun Rachmawati menurutnya disangkakan dengan dua pasal yakni pasal 87 KUHP dan Pasal 107 KUHP, yang bunyinya sama-sama tentang makar.