Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kuasa Hukum Ahok: Dakwaan Jaksa Prematur

Kompas.com - 13/12/2016, 11:38 WIB
Nibras Nada Nailufar

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Dalam eksepsinya, kuasa hukum Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok menyatakan bahwa dakwaan jaksa penuntut umum (JPU) terhadap Ahok bersifat prematur.

Hal ini dikarenakan JPU dianggap mengabaikan aturan khusus dan langsung menerapkan aturan umum dalam kasus penodaan agama oleh Ahok.

(Baca juga: Eksepsi, Pengacara Sebut Penetapan Status Tersangka Ahok Tak Sesuai Prosedur)

Aturan khusus yang disebut dikesampingkan oleh JPU adalah UU PNPS Nomor 1 Tahun 1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama.

Pasal 1, 2, dan 3 undang-undang itu mengatur bahwa setiap menceritakan, menganjurkan atau mengusahakan dukungan umum, untuk melakukan penafsiran tentang sesuatu agama yang dianut di Indonesia atau melakukan kegiatan-kegiatan keagamaan yang menyerupai kegiatan-kegiatan keagamaan dari agama itu; penafsiran dan kegiatan mana menyimpang dari pokok-pokok ajaran agama itu, diberi perintah dan peringatan keras untuk menghentikan perbuatannya itu di dalam suatu keputusan bersama Menteri Agama, Menteri/Jaksa Agung, dan Menteri Dalam Negeri.

Lalu, jika setelah dilakukan tindakan oleh Menteri Agama, Jaksa Agung, dan Menteri Dalam negeri, yang bersangkutan masih juga tidak mengindahkan, maka barulah dapat dikenakan Pasal 156a, yang kini menjerat Ahok.

"Dengan demikian dari uraian rumusan delik agama sebagaimana diatur dalam UU PNPS Nomor 1 Tahun 1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama. Pasal 1, 2, dan 3, secara hukum dapat dikualifikasikan bersifat khusus," kata kuasa hukum membacakan eksepsi.

(Baca juga: Kenangan Ibu Angkat yang Buat Ahok Menangis di Persidangan)

Menurut kuasa hukum, undang-undang yang diabaikan oleh jaksa itu masih berlaku dan belum dicabut hingga saat ini.

Meski telah diajukan dua kali ke Mahkamah Konstitusi (MK) untuk judicial review, undang-undang itu masih diberlakukan.

"Argumentasi hukum kami sejalan dan juga sesuai dengan putusan MK Nomor 84/PUU-X/2012 halaman 145 poin 3.16 yang pada pokoknya menytaakan bahwa terhadap dalil para pemohon bahwa Pasal 156a KUHP tidak dapat diberlakukan tanpa didahului dengan perintah dan peringatan keras untuk menghentikan dari Menteri Agama, Menteri/Jaksa Agung, dan Menteri Dalam Negeri," kata kuasa hukum.

Kompas TV Hadiri Perayaan Maulid Nabi, Ahok Minta Maaf
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Keluarga Tolak Otopsi Jenazah Brigadir RAT yang Bunuh Diri di Mampang

Keluarga Tolak Otopsi Jenazah Brigadir RAT yang Bunuh Diri di Mampang

Megapolitan
Pemilik Rumah Tempat Brigadir RAT Bunuh Diri Minta Publik Tak Berasumsi

Pemilik Rumah Tempat Brigadir RAT Bunuh Diri Minta Publik Tak Berasumsi

Megapolitan
Jenazah Brigadir RAT Telah Dibawa Pihak Keluarga dari RS Polri Kramat Jati

Jenazah Brigadir RAT Telah Dibawa Pihak Keluarga dari RS Polri Kramat Jati

Megapolitan
Proyek LRT Jakarta Rute Velodrome-Manggarai Masuk Tahap Pemasangan Girder

Proyek LRT Jakarta Rute Velodrome-Manggarai Masuk Tahap Pemasangan Girder

Megapolitan
Polisi Sebut Brigadir RAT Bunuh Diri di Mampang saat Sedang Cuti

Polisi Sebut Brigadir RAT Bunuh Diri di Mampang saat Sedang Cuti

Megapolitan
Pemprov DKI Siapkan Stok Blanko KTP untuk Pemilih Pemula Pilgub 2024

Pemprov DKI Siapkan Stok Blanko KTP untuk Pemilih Pemula Pilgub 2024

Megapolitan
Sebelum Tewas, Brigadir RAT Sepekan Tinggal di Jakarta

Sebelum Tewas, Brigadir RAT Sepekan Tinggal di Jakarta

Megapolitan
Partisipasi Pemilih di Jakarta pada Pemilu 2024 Turun Dibandingkan 2019

Partisipasi Pemilih di Jakarta pada Pemilu 2024 Turun Dibandingkan 2019

Megapolitan
Pemerintah DKJ Punya Wewenang Batasi Kendaraan Pribadi di Jakarta, DPRD Minta Dilibatkan

Pemerintah DKJ Punya Wewenang Batasi Kendaraan Pribadi di Jakarta, DPRD Minta Dilibatkan

Megapolitan
Dua Begal di Depok Lakukan Aksinya di Tiga Tempat dalam Sehari

Dua Begal di Depok Lakukan Aksinya di Tiga Tempat dalam Sehari

Megapolitan
Unggah Foto Gelas Starbucks Tutupi Kabah Saat Umrah, Zita Anjani: Saya Berniat Mancing Obrolan...

Unggah Foto Gelas Starbucks Tutupi Kabah Saat Umrah, Zita Anjani: Saya Berniat Mancing Obrolan...

Megapolitan
Jenazah Brigadir RAT Belum Diotopsi, Polisi Tunggu Keputusan Keluarga

Jenazah Brigadir RAT Belum Diotopsi, Polisi Tunggu Keputusan Keluarga

Megapolitan
Keluarga Brigadir RAT yang Meninggal Bunuh Diri Tiba di RS Polri Kramat Jati

Keluarga Brigadir RAT yang Meninggal Bunuh Diri Tiba di RS Polri Kramat Jati

Megapolitan
Dua Begal yang Bacok Korban di Depok Incar Anak Sekolah

Dua Begal yang Bacok Korban di Depok Incar Anak Sekolah

Megapolitan
Pemprov DKI Disarankan Ambil Alih Pengelolaan JIS, TIM, dan Velodrome dari Jakpro

Pemprov DKI Disarankan Ambil Alih Pengelolaan JIS, TIM, dan Velodrome dari Jakpro

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com