JAKARTA, KOMPAS.com - Ahli hukum pidana dari Universitas Trisakti, Effendy Saragih, mengatakan tidak ada konsekuensi bagi penegak hukum jika tidak melakukan gelar perkara dalam mengusut sebuah kasus.
Pendapat itu menjawab keberatan pihak Buni Yani yang mempermasalahkan tidak adanya gelar perkara oleh penyidik sebelum Buni ditetapkan sebagai tersangka pada kasus dugaan pencemaran nama baik dan penghasutan terkait SARA (suku, agama, ras, dan antar golongan).
"Karena gelar perkara itu diatur dalam Peraturan Kapolri atau Perkap, jadi tidak ada konsekuensinya kalau tidak dilakukan. Tidak ada gelar perkara bukan berarti penyidikannya jadi berhenti," kata Effendy di hadapan majelis hakim pada sidang lanjutan praperadilan Buni Yani di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jumat (16/12/2016).
Effendy juga membenarkan bahwa penyidik tidak melanggar batas waktu pemerikaaan Buni saat masih berstatus saksi hingga akhirnya ditetapkan sebagai tersangka, sesuai dengan aturan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Batas waktu yang dimaksud adalah 1x24 jam saat Buni telah ditetapkan sebagai tersangka.
Waktu pemeriksaan itu digunakan penyidik untuk menentukan apakah Buni akan ditahan atau tidak. Effendy menekankan, penyidik memiliki kewenangan untuk menetapkan seseorang sebagai tersangka jika sudah ada minimal dua alat bukti.
Kepala Bidang Hukum Polda Metro Jaya, Komisaris Besar Agus Rohmat, telah menyatakan bahwa penyidik sudah menemukan dua alat bukti dalam kasus Buni. Salah satu alat bukti yang dipakai polisi untuk menjerat Buni adalah tiga kalimat status Facebook Buni berikut dengan unggahan ulang penggalan video pidato Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok.
Buni dijerat dengan Pasal 28 ayat 2 juncto Pasal 45 ayat (2) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) tentang penyebaran informasi yang ditujukan untuk menimbulkan kebencian atau permusuhan berdasarkan SARA. Ancaman hukuman untuk Buni adalah kurungan maksimal enam tahun penjara dan denda hingga Rp 1 miliar.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.