JAKARTA, KOMPAS.com - Ahli tata kota dan wilayah, Yayat Supriyatna, menilai kedua pasangan calon gubernur-calon wakil gubernur DKI Jakarta sangat berhati-hati saat tampil dalam debat putaran kedua Pilkada DKI Jakarta yang digelar di Hotel Bidakara, Jakarta Selatan, Rabu (12/4/2017) malam.
Yayat yang menjadi salah satu panelis dalam debat itu menyebut kedua pasangan calon tidak berani terlalu tajam mengkritik satu sama lain.
"Dia mencari cara yang paling aman, tidak berani. Sebetulnya sudah dielaborasi, tetapi kurang berani mengambil risiko kalau mengeluarkan isu-isu," ujar Yayat, seusai acara debat, Rabu malam.
(baca: Ira Koesno: Debat Putaran Kedua Harusnya Bisa Lebih Panas)
Yayat menilai, kedua pasangan calon berhati-hati emlontarkan kritik karena saat ini lebih banyak isu mengenai suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA), dibandingkan program kerja.
"Atau memang mereka ini coba hindari (menyerang), strateginya maaf, 'Oh rumah susun salah, kami minta maaf.' Ini terjadi karena sebelumnya debat-debat di TV-TV yang lain tidak dibuat benturan, orang dibuat canda," kata dia.
Yayat menduga kedua pasangan calon khawatir melakukan kesalahan jika mengkritik atau menyerang terlalu tajam pasangan lawannya. Kesalahan dalam debat dia yakini dapat memengaruhi elektabilitas, mengingat hari pencoblosan hanya tinggal satu pekan.
"Orang khawatir. Kalau ada sesuatu isu yang dianggap kontroversial dan dianggap sangat krusial dan tidak terjawab, itu jadi blunder. Pegaruhnya ke elektabilitas," ucap Yayat.
(baca: KPU DKI Puas dengan Pertanyaan Komunitas Masyarakat dalam Debat)
Presenter Ira Koesno yang menjadi moderator juga menilai suasana debat seharusnya bisa lebih panas. Terlebih debat tersebut memiliki segmen khusus untuk head to head antar-cagub dan antar-cawagub.
"(Debat putaran kedua) harusnya bisa lebih panas ya, terutama kami mencoba memberikan ruang itu di segmen 4-5 adalah debat terbuka," ujar Ira seusai debat.