Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Hampir Tak Ada Terdakwa Bebas dalam Kasus Penodaan Agama yang Jadi Perhatian Publik"

Kompas.com - 04/05/2017, 18:51 WIB
Kontributor Amerika Serikat, Andri Donnal Putera

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (Lakpesdam) PBNU Rumadi Ahmad menceritakan riset yang pernah dia lakukan soal kasus dugaan penodaan agama di Indonesia.

Salah satu kesimpulan yang didapat dari riset tersebut, kata dia, terdakwa kasus dugaan penondaan agama yang didesak massa rata-rata dihukum penjara oleh majelis hakim.

"Dalam kasus-kasus (dugaan penodaan agama) yang melibatkan massa yang besar, itu hampir tidak ada yang terdakwanya itu bebas," kata Rumadi dalam acara diskusi di Kantor DPP Partai Solidaritas Indonesia, Tanah Abang, Jakarta Pusat, Kamis (4/5/2017).

(Baca juga: Ahok Yakin Hakim Tak Terpengaruh Unjuk Rasa)

Rumadi lantas membandingkan dua kasus, yakni kasus Yusman Roy yang shalat dengan dua bahasa di Malang dan kasus mengutip surat Al-Maidah oleh Basuki "Ahok" Tjahaja Purnama di Jakarta.

Rumadi memandang, ada kesamaan pada dua kasus ini. Menurut dia, dakwaan jaksa dalam kedua kasus itu sama-sama lemah.

Baik Yusman Roy maupun Ahok sama-sama didakwa secara alternatif dengan Pasal 156a dan atau Pasal 156 KUHP.

"Yusman Roy didakwa Pasal 156a, tetapi di dalam proses peradilan tidak terbukti melakukan penodaan agama. Oleh karena itu, hukumannya tidak pakai Pasal 156a, tapi Pasal 156, mirip-mirip dengan kasus Ahok," kata Rumadi.

Dalam kasus Ahok, hakim belum membacakan putusannya. Namun, tim jaksa penuntut umum telah membacakan tuntutannya yang meminta Ahok dihukum 1 tahun penjara dengan 2 tahun masa percobaan.

Jaksa menilai, Ahok terbukti melakukan tindak pidana seperti yang diatur dalam Pasal 156.

Adapun Pasal 156 KUHP berbunyi, "Barang siapa di muka umum menyatakan perasaan permusuhan, kebencian, atau penghinaan terhadap suatu atau beberapa golongan rakyat Indonesia, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak Rp 4.500".

(Baca juga: Artinya Ahok Dituntut 1 Tahun Penjara dengan 2 Tahun Masa Percobaan)

Selain itu, menurut dia, kedua kasus ini sama-sama mendapatkan perhatian masyarakat luas.

Berdasarkan hasil riset yang dilakukan Rumadi terhadap kasus Yusman dan sejumlah kasus lainya, publik pada akhirnya tidak peduli lagi apakah seseorang yang berperkara itu melakukan penodaan agama atau tidak. Mereka hanya ingin orang tersebut dihukum penjara.

"Dan orang tidak peduli sebenarnya, apakah dia termasuk penodaan agama, ujaran kebencian, yang penting dia masuk penjara saja. Dan itu dianggap sudah cukup sebagai bentuk hukuman," ujar Rumadi.

Adapun Yusman divonis dua tahun penjara oleh majelis hakim PN Kepanjen, Kabupaten Malang, pada 2005.

Kompas TV Sidang Ahok Tak Ada Replik atau Duplik
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Polisi Tangkap Pembunuh Pedagang Perabot di Duren Sawit, Ternyata Anak Kandung Sendiri

Polisi Tangkap Pembunuh Pedagang Perabot di Duren Sawit, Ternyata Anak Kandung Sendiri

Megapolitan
Diduga Korsleting, Bengkel Motor Sekaligus Rumah Tinggal di Cibubur Terbakar

Diduga Korsleting, Bengkel Motor Sekaligus Rumah Tinggal di Cibubur Terbakar

Megapolitan
Kardinal Suharyo Tegaskan Gereja Katolik Tak Sama dengan Ormas Keagamaan

Kardinal Suharyo Tegaskan Gereja Katolik Tak Sama dengan Ormas Keagamaan

Megapolitan
Ditawari Izin Tambang, Kardinal Suharyo: Itu Bukan Wilayah Kami

Ditawari Izin Tambang, Kardinal Suharyo: Itu Bukan Wilayah Kami

Megapolitan
Pemuda yang Sekap dan Aniaya Kekasihnya di Pondok Aren Ditangkap Polisi

Pemuda yang Sekap dan Aniaya Kekasihnya di Pondok Aren Ditangkap Polisi

Megapolitan
Pengelola Rusunawa Marunda Lapor Polisi soal Penjarahan Sejak 2023

Pengelola Rusunawa Marunda Lapor Polisi soal Penjarahan Sejak 2023

Megapolitan
Paus Fransiskus Kunjungi Indonesia: Waktu Singkat dan Enggan Naik Mobil Antipeluru

Paus Fransiskus Kunjungi Indonesia: Waktu Singkat dan Enggan Naik Mobil Antipeluru

Megapolitan
Pedagang Perabot di Duren Sawit Tewas dengan Luka Tusuk

Pedagang Perabot di Duren Sawit Tewas dengan Luka Tusuk

Megapolitan
Tak Disangka, Grafiti Bikin Fermul Belajar Mengontrol Emosi

Tak Disangka, Grafiti Bikin Fermul Belajar Mengontrol Emosi

Megapolitan
Sambut Positif jika Anies Ingin Bertemu Prabowo, PAN: Konsep 'Winner Takes All' Tidak Dikenal

Sambut Positif jika Anies Ingin Bertemu Prabowo, PAN: Konsep "Winner Takes All" Tidak Dikenal

Megapolitan
Seniman Grafiti Ingin Buat Tembok Jakarta Lebih Berwarna meski Aksinya Dicap Vandalisme

Seniman Grafiti Ingin Buat Tembok Jakarta Lebih Berwarna meski Aksinya Dicap Vandalisme

Megapolitan
Kunjungan Paus ke Indonesia Jadi yang Kali Ketiga Sepanjang Sejarah

Kunjungan Paus ke Indonesia Jadi yang Kali Ketiga Sepanjang Sejarah

Megapolitan
Kardinal Suharyo: Kunjungan Paus Penting, tapi Lebih Penting Mengikuti Teladannya

Kardinal Suharyo: Kunjungan Paus Penting, tapi Lebih Penting Mengikuti Teladannya

Megapolitan
Paus Fransiskus Akan Berkunjung ke Indonesia, Diagendakan Mampir ke Istiqlal hingga GBK

Paus Fransiskus Akan Berkunjung ke Indonesia, Diagendakan Mampir ke Istiqlal hingga GBK

Megapolitan
Warga Langsung Padati CFD Thamrin-Bundaran HI Usai Jakarta Marathon

Warga Langsung Padati CFD Thamrin-Bundaran HI Usai Jakarta Marathon

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com