Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Orangtua Tak Mau Anaknya Disebut Calon Preman seperti Kata Ahok"

Kompas.com - 15/11/2013, 09:12 WIB
Kurnia Sari Aziza

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — Pernyataan Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama terkait pemecatan peserta didik yang terindikasi melakukan tindak kriminal dan tidak pantas sekolah dengan subsidi pemerintah menuai kecaman. Sekjen Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) M Ihsan mengaku terkejut mengetahui pernyataan Basuki tersebut.

"Tidak ada satu orangtua pun yang dapat menerima kalau anaknya dibilang calon penjahat atau preman seperti yang Ahok (sapaan Basuki) katakan," kata Ihsan, Jumat (15/11/2013) pagi.

Berdasarkan Pasal 49 Undang-Undang Perlindungan Anak, kata dia, negara, pemerintah, keluarga, dan orangtua wajib memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada anak-anak untuk memperoleh pendidikan. Sementara berdasarkan UU Nomor 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pada Pasal 3 disebutkan, pendidikan nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Sementara pada Pasal 4 Ayat 3, disebutkan pendidikan diselenggarakan sebagai suatu proses pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat.

"Masih banyak dasar hukum lainnya yang mengatakan bahwa semua anak berhak mendapat pendidikan dari APBD. APBD itu digunakan bukan sesuai kemauan Ahok atau Dinas Pendidikan, tetapi mengacu pada UU," ujar Ihsan.

Permasalahan anak, lanjut dia, adalah tanggung jawab pemerintah negara. Pemerintah juga memiliki kewajiban dan bertanggung jawab memberikan dukungan sarana dan prasarana dalam penyelenggaraan perlindungan anak. Satu hal yang menjadi pertanyaan di benaknya adalah dengan kata "memecat".

Menurut Ihsan, apabila anak-anak nakal itu diberhentikan dari sekolah dan dipindah ke sekolah lain, itu hanya akan memunculkan permasalahan baru. Tugas pemerintahlah untuk mempersiapkan sistem dan pembinaan yang dapat mengubah perilaku anak, bukan justru melepas tanggung jawab dengan memecat anak dari sekolah.

Menurut Ihsan, Basuki dengan jabatan yang disandangnya sebagai wakil gubernur harus dapat lebih menjaga tutur katanya lebih baik lagi. "Agar tidak terkesan seperti pejabat yang tidak mengerti undang-undang," ujar dia.

Pernyataan Basuki terkait dukungannya terhadap pemecatan anak-anak yang terindikasi "calon preman" itu disampaikannya di acara Lokakarya Pembelajaran Implementasi Sekolah Aman Komprehensif di Balaikota Jakarta, kemarin. Selain mendukung adanya upaya pemecatan, menurut Basuki, subsidi pemerintah dalam bentuk APBD di sekolah negeri tak sepantasnya diberikan kepada peserta didik yang lebih memikirkan otot daripada otak.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Keberatan Ditertibkan, Juru Parkir Minimarket: Cari Kerjaan Kan Susah...

Keberatan Ditertibkan, Juru Parkir Minimarket: Cari Kerjaan Kan Susah...

Megapolitan
BPSDMP Kemenhub Bentuk Tim Investigasi Usut Kasus Tewasnya Taruna STIP

BPSDMP Kemenhub Bentuk Tim Investigasi Usut Kasus Tewasnya Taruna STIP

Megapolitan
Status Taruna STIP yang Aniaya Junior Bakal Dicopot

Status Taruna STIP yang Aniaya Junior Bakal Dicopot

Megapolitan
Duka di Hari Pendidikan, Taruna STIP Tewas Dianiaya Senior

Duka di Hari Pendidikan, Taruna STIP Tewas Dianiaya Senior

Megapolitan
Mahasiswanya Tewas Dianiaya Senior, Ketua STIP: Tak Ada Perpeloncoan, Murni Antar Pribadi

Mahasiswanya Tewas Dianiaya Senior, Ketua STIP: Tak Ada Perpeloncoan, Murni Antar Pribadi

Megapolitan
Fakta-fakta Kasus Pembunuhan Mayat dalam Koper di Cikarang

Fakta-fakta Kasus Pembunuhan Mayat dalam Koper di Cikarang

Megapolitan
Bagaimana jika Rumah Potong Belum Bersertifikat Halal pada Oktober 2024? Ini Kata Mendag Zulhas

Bagaimana jika Rumah Potong Belum Bersertifikat Halal pada Oktober 2024? Ini Kata Mendag Zulhas

Megapolitan
Tewasnya Mahasiswa STIP di Tangan Senior, Korban Dipukul 5 Kali di Bagian Ulu Hati hingga Terkapar

Tewasnya Mahasiswa STIP di Tangan Senior, Korban Dipukul 5 Kali di Bagian Ulu Hati hingga Terkapar

Megapolitan
Fenomena Suhu Panas, Pemerintah Impor 3,6 Juta Ton Beras

Fenomena Suhu Panas, Pemerintah Impor 3,6 Juta Ton Beras

Megapolitan
Pengemudi HR-V yang Tabrak Bikun UI Patah Kaki dan Luka di Pipi

Pengemudi HR-V yang Tabrak Bikun UI Patah Kaki dan Luka di Pipi

Megapolitan
Bakal Cek Tabung Gas, Zulhas: Benar Enggak Isinya 3 Kilogram?

Bakal Cek Tabung Gas, Zulhas: Benar Enggak Isinya 3 Kilogram?

Megapolitan
Mendag Tegaskan Rumah Potong Ayam Harus Bersertifikat Halal Oktober 2024, Tidak Ada Tawar-tawar Lagi

Mendag Tegaskan Rumah Potong Ayam Harus Bersertifikat Halal Oktober 2024, Tidak Ada Tawar-tawar Lagi

Megapolitan
Mobil Mahasiswa Tabrak Bus Kuning UI, Saksi: Penumpangnya 3, Cowok Semua

Mobil Mahasiswa Tabrak Bus Kuning UI, Saksi: Penumpangnya 3, Cowok Semua

Megapolitan
Kebengisan Pembunuh Wanita Dalam Koper: Setubuhi dan Habisi Korban, lalu Curi Uang Kantor

Kebengisan Pembunuh Wanita Dalam Koper: Setubuhi dan Habisi Korban, lalu Curi Uang Kantor

Megapolitan
Kronologi Meninggalnya Siswa STIP yang Dianiaya Senior

Kronologi Meninggalnya Siswa STIP yang Dianiaya Senior

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com