Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pria Ini Minta Ganti Rugi Rp 2 Miliar atas Rumahnya di Taman Burung Pluit

Kompas.com - 16/12/2013, 20:01 WIB
Dian Fath Risalah El Anshari

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Warga Taman Burung Waduk Pluit tetap menuntut ganti rugi atas rumah mereka yang dibongkar oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Setelah mendapat ganti rugi, mereka berjanji pindah.

Ali (38), warga yang mengklaim memiliki rumah paling banyak di lahan tersebut, mengatakan, ia telah membangun 10 rumah permanen dengan biaya Rp 4 miliar. Ia berharap ada ganti rugi atas bangunannya, setidaknya setengah dari uang yang telah ia keluarkan.

"Kalau sudah diberikan uang ganti rugi, kita janji akan pindah dari sini," kata pengusaha pelelangan ikan di Jakarta Utara tersebut saat ditemui Kompas.com, Senin (16/12/2013).

Ali menyebutkan, selama pemerintah belum memberikan ganti rugi, warga akan tetap bertahan. Ia merasa pemerintah tidak menunjukkan rasa manusiawi. Ia berharap pemerintah mendatangi warga dan melakukan dialog dengan mereka karena warga merasa dirugikan. Ali bersama para warga yang masih bertahan menutup Jalan Pluit Timur Blok G dengan harapan mendapat uang ganti rugi dari pemerintah.

"Razia topeng monyet saja dibayar Rp 1 juta, masak rumah yang dibangun pakai uang enggak diganti," kata dia.

Menurut Ali, penutupan jalan itu dilakukan dengan tujuan agar aparat pemerintah setempat datang ke tempat tersebut. Ketika dikonfirmasi, Rusdiyanto, Camat Penjaringan, mengatakan bahwa hingga kini tercatat ada 148 kepala keluarga (KK) yang sudah pindah ke rumah susun. "Ke (Rusun) Pinus Elok ada 88 KK, sisanya ke Rusun Cipinang Besar Selatan," ujar Rusdiyanto.

Rusdiyanto mengatakan bahwa Pemprov DKI Jakarta tak akan memberikan uang ganti rugi karena lahan yang ditempati warga adalah milik pemerintah. Meski demikian, Pemprov DKI akan menyediakan rumah susun bagi warga yang bersedia direlokasi. "Bahwa yang namanya menyerobot tanah negara tidak akan diberikan uang ganti rugi," ujar dia.

Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo menyatakan bahwa sebagian warga yang rumahnya dibongkar itu tidak memenuhi kriteria untuk mendapatkan rumah susun. Selain karena tidak memiliki KTP DKI, warga di sana juga mengontrak kepada warga yang menguasai lahan itu.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Paniknya Maling Motor di Koja, Ditangkap Warga Usai Aksinya Ketahuan sampai Minta Tolong ke Ibunya

Paniknya Maling Motor di Koja, Ditangkap Warga Usai Aksinya Ketahuan sampai Minta Tolong ke Ibunya

Megapolitan
Pengelola Minimarket Diminta Juga Tanggung Jawab atas Keamanan Kendaaraan yang Parkir

Pengelola Minimarket Diminta Juga Tanggung Jawab atas Keamanan Kendaaraan yang Parkir

Megapolitan
Soal Wacana Pekerjaan Bagi Jukir Minimarket, Pengamat: Tergantung 'Political Will' Heru Budi

Soal Wacana Pekerjaan Bagi Jukir Minimarket, Pengamat: Tergantung "Political Will" Heru Budi

Megapolitan
Heru Budi Janjikan Pekerjaan ke Jukir Liar Minimarket, Pengamat: Jangan Hanya Wacana!

Heru Budi Janjikan Pekerjaan ke Jukir Liar Minimarket, Pengamat: Jangan Hanya Wacana!

Megapolitan
Babak Baru Kasus Taruna STIP Dianiaya Senior hingga Tewas, Muncul 3 Tersangka Baru yang Ikut Terlibat

Babak Baru Kasus Taruna STIP Dianiaya Senior hingga Tewas, Muncul 3 Tersangka Baru yang Ikut Terlibat

Megapolitan
Solidaritas Pelaut Indonesia Minta Senioritas ala Militer di STIP Dihapuskan

Solidaritas Pelaut Indonesia Minta Senioritas ala Militer di STIP Dihapuskan

Megapolitan
Polisi Tangkap Pemalak Sopir Truk yang Parkir di Jalan Daan Mogot

Polisi Tangkap Pemalak Sopir Truk yang Parkir di Jalan Daan Mogot

Megapolitan
Setuju Jukir Liar Minimarket Ditertibkan, Anggota DPRD DKI: Meresahkan

Setuju Jukir Liar Minimarket Ditertibkan, Anggota DPRD DKI: Meresahkan

Megapolitan
'Budaya Kekerasan di STIP Tak Ada Kaitannya dengan Dunia Kerja di Kapal'

"Budaya Kekerasan di STIP Tak Ada Kaitannya dengan Dunia Kerja di Kapal"

Megapolitan
4 Tersangka Kasus Tewasnya Taruna STIP di Tangan Senior Terancam 15 Tahun Penjara

4 Tersangka Kasus Tewasnya Taruna STIP di Tangan Senior Terancam 15 Tahun Penjara

Megapolitan
Pemerataan Air Bersih di Jakarta, Mungkinkah?

Pemerataan Air Bersih di Jakarta, Mungkinkah?

Megapolitan
Begini Peran 3 Tersangka Baru Kasus Tewasnya Taruna STIP di Tangan Senior

Begini Peran 3 Tersangka Baru Kasus Tewasnya Taruna STIP di Tangan Senior

Megapolitan
Bertambah 3, Kini Ada 4 Tersangka Kasus Penganiayaan Taruna STIP hingga Tewas

Bertambah 3, Kini Ada 4 Tersangka Kasus Penganiayaan Taruna STIP hingga Tewas

Megapolitan
Polisi Tak Ingin Gegabah dalam Penyidikan Kasus Tewasnya Taruna STIP di Tangan Senior

Polisi Tak Ingin Gegabah dalam Penyidikan Kasus Tewasnya Taruna STIP di Tangan Senior

Megapolitan
Polisi Bantah Senior Penganiaya Taruna STIP hingga Tewas adalah Anak Pejabat

Polisi Bantah Senior Penganiaya Taruna STIP hingga Tewas adalah Anak Pejabat

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com