Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Nongkrong" di Sevel, Melipur Lara di Kala Banjir...

Kompas.com - 23/01/2014, 09:25 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Siapa yang ingin rumahnya kebanjiran. Demikian pula Anindira (10) dan teman-temannya yang terpaksa mengungsi di pinggir Jalan Otista Raya. Rumah Anindira di Bidaracina, Kecamatan Jatinegara, Jakarta Timur, terendam banjir sedalam hampir 3 meter, Rabu (22/1).

"Sama sekali tidak enak. Capek, tidak bisa sekolah karena semua seragam dan buku pelajaran terendam banjir," kata Anindira.

Setidaknya sudah enam hari Anindira mengungsi di mobil bak terbuka bersama orangtua dan saudara-saudaranya. Jenuh pun menyergap anak ketiga dari lima bersaudara ini selama mengungsi di pinggir jalan.

Untuk membunuh kejenuhan, Anindira bersama teman-temannya memilih nongkrong di restoran siap saji Seven Eleven yang berada tak jauh dari tempat tinggalnya. Ditemani sebungkus makanan ringan, mereka mengobrol, bercerita berbagai hal ringan.

"Lumayan nongkrong di sini, bisa sekalian charge (isi ulang energi) telepon genggam," katanya.

Selama banjir melanda, jaringan listrik di seluruh permukiman yang terdampak banjir diputus oleh PLN. Tujuannya agar warga juga terlindung dari hubungan pendek arus listrik yang sangat rentan terjadi di kala banjir.

Rosalinda (14), kawan Anindira, pun mengaku lebih baik nongkrong di restoran karena bisa bersosialisasi dengan teman-temannya dibandingkan mengikuti sejumlah teman lain yang berenang di tengah genangan banjir.

"Sudah ada yang sakit muntaber karena main di genangan banjir. Makanya, lebih baik nongkrong saja," ucapnya.

Sama halnya remaja putri seperti Anindira dan teman-temannya, Yuniarti yang telah lanjut usia juga ikut nongkrong di restoran itu. Dia sengaja nongkrong untuk menumpang charge telepon genggam. Selain itu, dia juga bisa memperoleh suasana baru yang berbeda dengan kondisi di tempatnya mengungsi. Ia bersama sejumlah warga lain mengungsi di Kantor Kamar Dagang dan Industri Indonesia, Jakarta Timur, yang berada di sebelah restoran itu.

"Saya, sih, tidak jajan. Tujuannya cuma mau charge telepon genggam. Kalau jajan, hanya menghabiskan uang," kata Yuniarti yang kini berusia 60 tahun.

Beruntung, Yuniarti bertemu dengan tetangga yang sama-sama asal Sumatera Barat sehingga ia tidak kesepian. Selain itu, ia juga sering dibelikan mi instan untuk santap siang.

Tak sedikit pengungsi banjir ini harus berhemat untuk memenuhi kebutuhan makan karena distribusi bantuan makanan memang belum merata.

Apalagi, pengungsian di Jakarta Timur semakin hari semakin dipenuhi pengungsi. Hal itu mengakibatkan sejumlah pengungsi harus bertahan di pinggir jalan atau perkantoran yang menyediakan tempat untuk mengungsi.

Anindira, misalnya, bersama saudaranya tinggal di bak mobil milik ayahnya yang diparkir di pinggir Jalan Otista. Hawa dingin sudah pasti menyergap tubuh siswi kelas V SD Negeri 01 Bidaracina ini.

Sementara sejumlah pengungsi merangsek ke gedung SD Negeri 01 Bidaracina karena sekolah itu aman dari banjir. Di antara pengungsi tampak nenek Sopiah (80), yang sakit stroke, tergolek lemah di lantai laboratorium di sekolah itu. Nenek itu ditemani salah satu anaknya, Rodiah (53).

Rodiah mengaku tak mampu mengangkut ibunya ke pengungsian terdekat di GOR Jakarta Timur karena letaknya 700 meter dari rumahnya. Untuk mengangkut Sopiah diperlukan kursi roda. "Tak ada yang membantu sehingga saya cari pengungsian yang terdekat," katanya.

Kepala SDN 01 Bidaracina Norsita Sinaga mengatakan, sesungguhnya pihak sekolah tak memberikan kesempatan bagi warga untuk mengungsi di sekolah. Sebaliknya, warga merangsek masuk ke sekolah untuk mengungsi. Akibatnya, siswa dari kelas I sampai kelas III harus belajar secara bergantian.

Siswa yang menjadi korban banjir, ujar Norsita, ada yang belum masuk sekolah. "Tapi, kami tetap meminta mereka masuk sekolah meskipun tak mengenakan seragam," katanya.

Norsita pun menyayangkan penanganan pengungsi banjir yang tak pernah tuntas. Padahal, bencana banjir hampir setiap tahun terjadi di Jakarta. "Semestinya bencana ini bisa ditangani menyeluruh karena terjadi hampir setiap tahun," ucapnya.

Jika pengungsi banjir di Jakarta ditangani serius, tentu Anindira tak perlu tidur di bak mobil ayahnya. Yuniarti juga tak perlu kesulitan memperoleh makanan. Anak-anak juga tak perlu nongkrong untuk menghilangkan kejenuhan. (MDN)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Dibutuhkan 801 Orang, Ini Syarat Jadi Anggota PPS Pilkada Jakarta 2024

Dibutuhkan 801 Orang, Ini Syarat Jadi Anggota PPS Pilkada Jakarta 2024

Megapolitan
Pembunuh Wanita Dalam Koper Transfer Uang Hasil Curian ke Ibunya Sebesar Rp 7 Juta

Pembunuh Wanita Dalam Koper Transfer Uang Hasil Curian ke Ibunya Sebesar Rp 7 Juta

Megapolitan
Pemulung Meninggal di Dalam Gubuk, Saksi: Sudah Tidak Merespons Saat Ditawari Kopi

Pemulung Meninggal di Dalam Gubuk, Saksi: Sudah Tidak Merespons Saat Ditawari Kopi

Megapolitan
Pemulung yang Tewas di Gubuk Lenteng Agung Menderita Penyakit Gatal Menahun

Pemulung yang Tewas di Gubuk Lenteng Agung Menderita Penyakit Gatal Menahun

Megapolitan
Polisi Ungkap Percakapan soal Hubungan Terlarang Pelaku dan Perempuan Dalam Koper Sebelum Pembunuhan

Polisi Ungkap Percakapan soal Hubungan Terlarang Pelaku dan Perempuan Dalam Koper Sebelum Pembunuhan

Megapolitan
Pembunuh Wanita Dalam Koper Sempat Kembali ke Kantor Usai Buang Jasad Korban

Pembunuh Wanita Dalam Koper Sempat Kembali ke Kantor Usai Buang Jasad Korban

Megapolitan
Pemkot Depok Akan Bebaskan Lahan Terdampak Banjir di Cipayung

Pemkot Depok Akan Bebaskan Lahan Terdampak Banjir di Cipayung

Megapolitan
Polisi Buru Maling Kotak Amal Mushala Al-Hidayah di Sunter Jakarta Utara

Polisi Buru Maling Kotak Amal Mushala Al-Hidayah di Sunter Jakarta Utara

Megapolitan
Remaja yang Tenggelam di Kali Ciliwung Ditemukan Meninggal Dunia

Remaja yang Tenggelam di Kali Ciliwung Ditemukan Meninggal Dunia

Megapolitan
Polisi Selidiki Pelaku Tawuran yang Diduga Bawa Senjata Api di Kampung Bahari

Polisi Selidiki Pelaku Tawuran yang Diduga Bawa Senjata Api di Kampung Bahari

Megapolitan
'Update' Kasus DBD di Tamansari, 60 Persen Korbannya Anak Usia SD hingga SMP

"Update" Kasus DBD di Tamansari, 60 Persen Korbannya Anak Usia SD hingga SMP

Megapolitan
Bunuh dan Buang Mayat Dalam Koper, Ahmad Arif Tersinggung Ucapan Korban yang Minta Dinikahi

Bunuh dan Buang Mayat Dalam Koper, Ahmad Arif Tersinggung Ucapan Korban yang Minta Dinikahi

Megapolitan
Pria yang Meninggal di Gubuk Wilayah Lenteng Agung adalah Pemulung

Pria yang Meninggal di Gubuk Wilayah Lenteng Agung adalah Pemulung

Megapolitan
Mayat Pria Ditemukan di Gubuk Wilayah Lenteng Agung, Diduga Meninggal karena Sakit

Mayat Pria Ditemukan di Gubuk Wilayah Lenteng Agung, Diduga Meninggal karena Sakit

Megapolitan
Tawuran Warga Pecah di Kampung Bahari, Polisi Periksa Penggunaan Pistol dan Sajam

Tawuran Warga Pecah di Kampung Bahari, Polisi Periksa Penggunaan Pistol dan Sajam

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com