Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Penumpang Curhat, Naik KRL kayak Masuk Koper

Kompas.com - 19/02/2014, 14:46 WIB
Fitri Prawitasari

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com
 — Pengguna kereta listrik (KRL) Jabodetabek beranggapan, permasalahan yang terjadi pada kereta komuter merupakan masalah klasik. Sebab, masalah tersebut terus berulang tanpa ada perbaikan.

Hal itu terungkap pada diskusi yang diselenggarakan Ombudsman Indonesia, di Stasiun Juanda, Rabu (19/2/2014). Diskusi itu mempertemukan para pengguna kereta komuter dengan pengelola PT KAI Commuter Jabodetabek (KCJ).

Dari ragam permasalahan yang dipetakan oleh Ombudsman Indonesia, permasalahan yang kerap terjadi pada KCJ misalnya matinya AC di dalam gerbong, tidak adanya pemecah kaca dalam keadaan darurat, rute petunjuk KRL berupa nama-nama stasiun yang disinggahi, serta pengumuman yang sering tidak jelas. Permasalahan lain juga ada pada fasilitas stasiun, seperti eskalator mati dan atap bocor.

"Pertanyaan kami, butuh berapa lama menyelesaikan masalah klasik itu," tanya Haris dari komunitas pengguna jasa kereta komuter, KRLMania.

Haris menuturkan, masalah alat persinyalan rusak dan keterlambatan kereta adalah hal yang lumrah terjadi. Namun, tak ada penanganan dari pihak KCJ.

Hal yang sama juga dipertanyakan oleh Dewi, pengguna kereta komuter Bekasi-Jakarta Kota. Selain keterlambatan, pengguna kereta juga kerap diuji dengan kepadatan penumpang dalam gerbong, terutama jam sibuk pada pagi hari orang berangkat ke kantor.

"Kalau berangkat pagi, hanya Tuhan yang tahu rasanya seperti apa. Overload luar biasa," ucapnya.

Dengan kepadatan penumpang demikian, pengguna lain, Aditya, mengibaratkan masuk ke gerbong komuter bagai berada di dalam koper baju yang didesak masuk seenaknya. "Enggak ada beda manusia dengan barang. Kita manusia, tapi berdesak-desak. Saya juga kalau lagi ngepak barang berdesak-desak," katanya.

Dalam kondisi demikian, katanya lagi, banyak penumpang yang akhirnya terjatuh atau pingsan.

Direktur Komersial dan Humas PT KAI Commuter Jabodetabek Makmur Syaheran mengakui bahwa pelayanan KCJ belum maksimal. Adapun penyejuk gerbong (AC) sekitar 20 persen saat ini sedang rusak. Perihal AC rusak ini, menurutnya, terjadi karena sulitnya suku cadang yang tersedia. Tetapi, pihaknya tetap berusaha untuk mencari solusinya segera.

Pada kesempatan itu, Makmur memberikan kabar baik bahwa dalam waktu dekat akan ditambah gerbong pada rangkaian kereta. Jika biasanya satu rangkaian terdapat delapan gerbong, maka akan ditambah dua gerbong lagi dalam satu rangkaian. Namun, hal ini tidak bisa dilakukan serta-merta karena stasiun pun memerlukan penyesuaian peron.

"Paling tidak sampai akhir 2014 kita akan menambah rangkaian gerbong kereta," tuturnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Ada 292 Aduan Terkait Pembayaran THR 2024 Lewat Website Kemenaker

Ada 292 Aduan Terkait Pembayaran THR 2024 Lewat Website Kemenaker

Megapolitan
Bantah Gonta-ganti Pengurus Tanpa Izin, Ketua RW di Kalideres: Sudah Bersurat ke Lurah

Bantah Gonta-ganti Pengurus Tanpa Izin, Ketua RW di Kalideres: Sudah Bersurat ke Lurah

Megapolitan
Pelaku Pelecehan Payudara Siswi di Bogor Diduga ODGJ, Kini Dibawa ke RSJ

Pelaku Pelecehan Payudara Siswi di Bogor Diduga ODGJ, Kini Dibawa ke RSJ

Megapolitan
Longsor di New Anggrek 2 GDC Depok, Warga: Sudah Hubungi Semua Pihak, Tidak Ada Jawaban

Longsor di New Anggrek 2 GDC Depok, Warga: Sudah Hubungi Semua Pihak, Tidak Ada Jawaban

Megapolitan
Cuaca Panas Ekstrem di Arab Saudi, Fahira Idris Minta Jemaah Haji Jaga Kondisi Fisik

Cuaca Panas Ekstrem di Arab Saudi, Fahira Idris Minta Jemaah Haji Jaga Kondisi Fisik

Megapolitan
Mahasiswa Dikeroyok di Tangsel, Setara Institute Minta Hentikan Narasi Kebencian Pemicu Konflik

Mahasiswa Dikeroyok di Tangsel, Setara Institute Minta Hentikan Narasi Kebencian Pemicu Konflik

Megapolitan
Khawatir Kalah karena Politik Uang, Hanya 1 Kader PKB Daftar Pilkada Bogor

Khawatir Kalah karena Politik Uang, Hanya 1 Kader PKB Daftar Pilkada Bogor

Megapolitan
Dari 11, 4 Aduan Pekerja di Jakarta Terkait Pembayaran THR 2024 Telah Ditindaklanjuti

Dari 11, 4 Aduan Pekerja di Jakarta Terkait Pembayaran THR 2024 Telah Ditindaklanjuti

Megapolitan
Ketum PITI Diperiksa Polisi Terkait Laporan Terhadap Pendeta Gilbert

Ketum PITI Diperiksa Polisi Terkait Laporan Terhadap Pendeta Gilbert

Megapolitan
Lurah di Kalideres Tak Masalah jika Digugat soal Penonaktifan Ketua RW, Yakin Keputusannya Tepat

Lurah di Kalideres Tak Masalah jika Digugat soal Penonaktifan Ketua RW, Yakin Keputusannya Tepat

Megapolitan
Polisi Selidiki Kepemilikan Pelat Putih Mobil Dinas Polda Jabar yang Kecelakaan di Tol MBZ

Polisi Selidiki Kepemilikan Pelat Putih Mobil Dinas Polda Jabar yang Kecelakaan di Tol MBZ

Megapolitan
Hanya 1 Kader Daftar Pilkada Bogor, PKB: Khawatir Demokrasi Rusak seperti Pemilu

Hanya 1 Kader Daftar Pilkada Bogor, PKB: Khawatir Demokrasi Rusak seperti Pemilu

Megapolitan
Pemkot Tangsel Bakal Evaluasi Ketua RT-RW Imbas Pengeroyokan Mahasiswa

Pemkot Tangsel Bakal Evaluasi Ketua RT-RW Imbas Pengeroyokan Mahasiswa

Megapolitan
Meski Tersangka Sudah Ditetapkan, Polisi Sebut Penyidikan Kasus Tewasnya Taruna STIP Belum Final

Meski Tersangka Sudah Ditetapkan, Polisi Sebut Penyidikan Kasus Tewasnya Taruna STIP Belum Final

Megapolitan
Mengingat Lagi Pesan yang Ada di STIP, 'Sekolah Ini Akan Ditutup Jika Terjadi Kekerasan'

Mengingat Lagi Pesan yang Ada di STIP, "Sekolah Ini Akan Ditutup Jika Terjadi Kekerasan"

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com