Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jokowi Masih Bingung Relokasi Warga Bantaran Sungai

Kompas.com - 02/03/2014, 12:49 WIB
Fabian Januarius Kuwado

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — Wacana relokasi warga bantaran sungai atau waduk di Jakarta sudah terdengar lama. Namun, hal itu tampaknya baru serius ditindaklanjuti di era kepemimpinan Gubernur Jakarta Joko Widodo.

Sejak satu tahun empat bulan memimpin DKI, ribuan warga bisa direlokasi ke rumah susun. Namun, wacana relokasi warga di bantaran masih dibelit sejumlah persoalan penting. Mulai dari resistansi warganya sendiri hingga minimnya lahan di Jakarta untuk pembangunan rumah susun.

Gubernur Jakarta Joko Widodo bahkan terlihat ragu saat ditanya apakah optimistis mampu membersihkan bantaran waduk dan sungai di DKI.

Saat berbincang santai di redaksi Kompas.com di Jalan Palmerah Selatan, Jakarta Barat, beberapa waktu lalu, dia memaparkan ada 1.036.000 kepala keluarga yang tinggal di bantaran 13 sungai besar, 884 saluran, dan 12 waduk besar. Jika satu KK terdiri dari tiga anggota keluarga, artinya Pemprov DKI Jakarta harus memindahkan 3.108.000 jiwa, hampir 30 persen warga DKI.

"Coba bayangin aja sendiri, gimana mindahin orang sebanyak itu?" kata Jokowi.

Ada dua persoalan yang membayangi kebijakan Jokowi ini. Pertama, relokasi mengharuskan warga yang jadi targetnya memiliki dokumen identitas resmi. Sementara itu, tidak semua warga bantaran memiliki dokumen tersebut. Kondisi ini tak bisa diterima dengan prosedur birokrasi sehingga relokasi warga terancam gagal.

"Saya maunya masuk rusun sajalah pertamanya. Administrasinya itu baru ikut. Nah, administrasi kita kacau. Ada anak yang enggak ada akta, sekeluarga enggak punya KTP. Birokrasi yang kayak begitu enggak bisa nerima. Mau buat apa dong?" lanjut Jokowi.

Persoalan selanjutnya adalah kurangnya rumah susun di Jakarta untuk menampung warga bantaran. Dari perhitungan Jokowi itu, Jakarta mesti membangun sekitar 8.633 blok rusun. Ancar-ancarnya, satu blok rusun terdiri dari 6 lantai dengan 120 hunian.

Membangun rusun pun bukan perkara mudah. Jika satu blok itu membutuhkan 330 meter persegi, Pemprov DKI butuh 2.844 hektar. Luas itu sama saja nyaris 30 persen luas Jakarta.

"Bayangkan saja di mana Jakarta tanah segitu? Kita nyari lahan dua hektar saja susah. Ini lagi, ribuan hektar begitu," lanjutnya.

Solusinya, Jokowi mengaku tengah melirik daerah pinggiran DKI Jakarta sebagai lokasi pembangunan rusun. Misalnya Marunda, Rorotan, Cengkareng, Cakung, dan sebagainya. Itu pun, lanjutnya, Pemprov DKI perlu membangun sejumlah infrastruktur terlebih dahulu supaya masyarakat bersedia dipindah.

Rusun Marunda, kata Jokowi, menjadi contoh proyek yang telah dalam tahap pembangunan infrastruktur pendukung. Mulai dari penempatan transportasi umum, pembangunan puskesmas, sekolah dari SD hingga SMA, dan dibukanya tempat usaha warga.

Ketika ditanya, berapa tahun program itu tercapai semua? Jokowi hanya tersenyum. "Sembilan tahunlah. Dipas-pasin saja sama saya (satu periode menjadi gubernur)," ujarnya seraya tertawa.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Harga Bawang Merah Melonjak, Pemprov DKI Bakal Gelar Pangan Murah

Harga Bawang Merah Melonjak, Pemprov DKI Bakal Gelar Pangan Murah

Megapolitan
Pemprov DKI Diminta Lindungi Pengusaha Warung Madura Terkait Adanya Permintaan Pembatasan Jam Operasional

Pemprov DKI Diminta Lindungi Pengusaha Warung Madura Terkait Adanya Permintaan Pembatasan Jam Operasional

Megapolitan
Kronologi Brigadir RAT Bunuh Diri Pakai Pistol di Dalam Alphard

Kronologi Brigadir RAT Bunuh Diri Pakai Pistol di Dalam Alphard

Megapolitan
Polisi Pastikan Kasus Dugaan Pemerasan Firli Bahuri Masih Terus Berjalan

Polisi Pastikan Kasus Dugaan Pemerasan Firli Bahuri Masih Terus Berjalan

Megapolitan
Brigadir RAT Diduga Pakai Pistol HS-9 untuk Akhiri Hidupnya di Dalam Mobil

Brigadir RAT Diduga Pakai Pistol HS-9 untuk Akhiri Hidupnya di Dalam Mobil

Megapolitan
Korban: Guling yang Dicuri Maling Peninggalan Almarhum Ayah Saya

Korban: Guling yang Dicuri Maling Peninggalan Almarhum Ayah Saya

Megapolitan
Guling yang Dicuri Maling di Cinere Usianya Sudah Belasan Tahun

Guling yang Dicuri Maling di Cinere Usianya Sudah Belasan Tahun

Megapolitan
Khawatir Rumahnya Diambil Pemerintah, Banyak Warga Tanah Tinggi Tak Ikut Program 'Bebenah Kampung'

Khawatir Rumahnya Diambil Pemerintah, Banyak Warga Tanah Tinggi Tak Ikut Program "Bebenah Kampung"

Megapolitan
Anggota Polresta Manado Tembak Kepalanya Pakai Senpi, Peluru Tembus dari Pelipis Kanan ke Kiri

Anggota Polresta Manado Tembak Kepalanya Pakai Senpi, Peluru Tembus dari Pelipis Kanan ke Kiri

Megapolitan
Maling Guling Beraksi di Cinere, Korban: Lucu, Kenapa Enggak Sekalian Kasurnya!

Maling Guling Beraksi di Cinere, Korban: Lucu, Kenapa Enggak Sekalian Kasurnya!

Megapolitan
Kronologi Pengendara Moge Tewas Terlindas Truk Trailer di Plumpang

Kronologi Pengendara Moge Tewas Terlindas Truk Trailer di Plumpang

Megapolitan
Mayat Bayi di Tanah Abang, Diduga Dibuang Ayah Kandungnya

Mayat Bayi di Tanah Abang, Diduga Dibuang Ayah Kandungnya

Megapolitan
2 Pria Rampok Taksi 'Online' di Kembangan untuk Bayar Pinjol

2 Pria Rampok Taksi "Online" di Kembangan untuk Bayar Pinjol

Megapolitan
Heru Budi: Jakarta Bisa Benahi Tata Kota jika Pemerintahan Pindah ke IKN

Heru Budi: Jakarta Bisa Benahi Tata Kota jika Pemerintahan Pindah ke IKN

Megapolitan
Polda Metro Jadwalkan Pemeriksaan Pendeta Gilbert Lumoindong Terkait Dugaan Penistaan Agama

Polda Metro Jadwalkan Pemeriksaan Pendeta Gilbert Lumoindong Terkait Dugaan Penistaan Agama

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com