Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Membohongi Jokowi lewat Tender Bus

Kompas.com - 04/03/2014, 08:00 WIB
Fabian Januarius Kuwado

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — Inspektorat Pemerintah Provinsi DKI Jakarta telah selesai melakukan penyelidikan kasus dugaan korupsi pengadaan bus transjakarta dan bus kota terintegrasi bus transjakarta (BKTB) pada pekan lalu. Hasilnya, Dinas Perhubungan DKI Jakarta terbukti melakukan penyimpangan pada pengadaan bus.

Sumber Kompas.com di lingkungan Balaikota mengungkapkan, setidaknya ada delapan hal kesimpulan yang dicapai Inspektorat dalam hasil penyelidikan setebal 10 halaman tersebut. Seluruh poin kesimpulan tersebut mengarah pada adanya dugaan monopoli pengadaan bus Dishub DKI kepada perusahaan tertentu saja.

"Poin pertama itu, spesifikasi teknis dan gambar yang disusun oleh BPPT (Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi) tidak dikaji ulang oleh panitia pengadaan barang dan jasa," ujarnya.

Poin selanjutnya, lanjut sang sumber, dalam penyusunan harga perkiraan sendiri (HPS), Dishub DKI hanya berdasarkan survei harga yang dilakukan secara tertulis ke beberapa perusahaan, misalnya PT Industri Kereta Api, PT Korindo Motor, PT Mobilindo Armada Cemerlang, PT San Abadi, dan PT Hino Motor.

"Itu tidak termasuk produk sejenis dari negara lain, misalnya Mercedes, Volvo, dan lainnya. Ini tidak memenuhi tiga harga pasar dari negara berbeda. Jelas itu sudah ada main mata," lanjutnya.

Parahnya lagi, harga satuan pengadaan barang dan jasa disusun oleh PPK dan ditandatangani secara bersama-sama oleh Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Udar Pristono serta BPPT. Hal itu tidak sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2012 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah, Pasal 11 Ayat (1) huruf a dan Pasal 66 Ayat (7) huruf a. Kedua pasal itu merujuk bahwa seharusnya harga satuan dilaksanakan oleh PPK sendiri tanpa melibatkan pihak lain.

Poin selanjutnya, lanjut sumber, Dishub DKI tak meneliti metode kerja yang diusulkan calon penyedia barang dan jasa. Sumber mengatakan, hal tersebut melanggar prosedur. Pasalnya, setiap pengadaan barang atau jasa, penyelenggara tender seharusnya menilik lebih jauh dan detail kemampuan teknis dan kebutuhan waktu produksi oleh masing-masing penyedia, misalnya terkait penyediaan mesin, sasis, perakitan, dan penyelesaian karoseri.

"Sudah gitu, banyak peserta lelang yang tidak melampirkan metode kerja dan sertifikasi ISO 9001. Padahal, kedua hal itu adalah syarat pengadaan bus. Lucunya perusahaan yang tidak punya syarat itu bisa lolos jadi peserta tender," ungkapnya.

Perusahaan yang dimaksud sang sumber ada dua, yakni PT New Armada dan PT Karya Tugas. PT New Armada adalah karoseri yang memenangkan tujuh paket tender BKTB dengan jumlah bus sebanyak 326 unit. Sementara PT Karya Tugas memenangkan dua paket pengadaan bus dengan jumlah bus sebanyak 198 unit.

"Dalam kata lain, Dinas Perhubungan ini dari awal sudah ngatur, kamu pemenangnya, kamu pemenangnya, gitu," ucap sumber.

Jokowi dibohongi

Dalam perbincangan santai antara Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo dan wartawan, Minggu (2/3/2014) lalu, Jokowi mengaku kecewa karena ia seperti dibohongi oleh Dishub DKI. Dia mengaku telah mendapat laporan dari Inspektorat pada akhir Februari 2014. Namun, ia tidak mungkin mengungkapkan hasil tersebut ke publik dengan alasan kelanjutan penyelidikan.

"Entah waktu peluncuran bus pertama-tama itu, saya sudah feeling ada masalah. Kok, peluncuran bus itu sebentar-sebentar ada, sebentar-sebentar ada. Ternyata bener, ndak bener. Jadi ngerasa ya dibohongi dong," ujar Jokowi.

Jokowi mengaku belum mau membawa kasus tersebut kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Pihaknya meyerahkan kasus ke Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) terlebih dahulu. Jika dalam penyelidikan BPKP ditemukan tindak pidana korupsi, Jokowi baru akan membiarkan lembaga pimpinan Abraham Samad untuk turut menyelidiki kasus bus itu.

Sebelumnya diberitakan, 5 dari 90 bus transjakarta dan 10 dari 18 BKTB—semuanya bus baru—mengalami kerusakan pada beberapa komponennya. Misalnya, banyak komponen berkarat, berjamur, dan beberapa instalasi tampak tidak dibaut. Bahkan, ada bus yang tidak dilengkapi dengan fanbelt mesin dan AC.

Kondisi itu memicu tidak beroperasinya sejumlah unit bus seusai diluncurkan Jokowi beberapa waktu lalu itu. Banyak mesin bus yang cepat panas, mesin sulit dinyalakan, proses kelistrikan sulit karena korosi di kepala aki. Bahkan, ada bus yang tabung apar pendingin mesin tiba-tiba meledak dan persoalan lain. Usut punya usut, rupanya ditemukan juga kejanggalan dalam proses pengadaan bus.

Pihak yang mendatangkan bus, yakni PT San Abadi, bukan pemenang tender. Terungkap bahwa PT San Abadi merupakan subkontrak PT Saptaguna Dayaprima, satu dari lima pemenang tender. Hal ini dipertanyakan mengingat situasi demikian memungkinkan adanya mark up anggaran tender.

Kasus tersebut telah ditangani Inspektorat Pemprov DKI Jakarta. Beberapa pejabat yang terlibat pengadaan bus telah diperiksa, antara lain mantan Kepala Dinas Perhubungan Udar Pristono dan Sekretaris Dinas Perhubungan Drajat Adhyaksa.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Cibubur Garden Eat & Play: Harga Tiket Masuk, Wahana dan Jam Operasional Terbaru

Cibubur Garden Eat & Play: Harga Tiket Masuk, Wahana dan Jam Operasional Terbaru

Megapolitan
Fakta-fakta Komplotan Begal Casis Polri di Jakbar: Punya Peran Berbeda, Ada yang Bolak-balik Dipenjara

Fakta-fakta Komplotan Begal Casis Polri di Jakbar: Punya Peran Berbeda, Ada yang Bolak-balik Dipenjara

Megapolitan
Kecelakaan Beruntun di 'Flyover' Summarecon Bekasi, Polisi Pastikan Tak Ada Korban Jiwa

Kecelakaan Beruntun di "Flyover" Summarecon Bekasi, Polisi Pastikan Tak Ada Korban Jiwa

Megapolitan
Kekerasan Seksual yang Terulang di Keluarga dan Bayang-bayang Intimidasi

Kekerasan Seksual yang Terulang di Keluarga dan Bayang-bayang Intimidasi

Megapolitan
Kapolres Tangsel Ingatkan Warga Jaga Keamanan, Singgung Maraknya Curanmor dan Tawuran

Kapolres Tangsel Ingatkan Warga Jaga Keamanan, Singgung Maraknya Curanmor dan Tawuran

Megapolitan
Komika Marshel Widianto Jadi Kandidat Gerindra untuk Pilkada Tangsel 2024

Komika Marshel Widianto Jadi Kandidat Gerindra untuk Pilkada Tangsel 2024

Megapolitan
Babak Baru Konflik Kampung Bayam: Ketua Tani Dibebaskan, Warga Angkat Kaki dari Rusun

Babak Baru Konflik Kampung Bayam: Ketua Tani Dibebaskan, Warga Angkat Kaki dari Rusun

Megapolitan
Pengakuan Zoe Levana soal Video 'Tersangkut' di Jalur Transjakarta, Berujung Denda Rp 500.000

Pengakuan Zoe Levana soal Video "Tersangkut" di Jalur Transjakarta, Berujung Denda Rp 500.000

Megapolitan
Libur Panjang Waisak, Ganjil Genap di Jakarta Ditiadakan 23-24 Mei 2024

Libur Panjang Waisak, Ganjil Genap di Jakarta Ditiadakan 23-24 Mei 2024

Megapolitan
Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini Kamis 23 Mei 2024, dan Besok: Tengah Malam ini Berawan

Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini Kamis 23 Mei 2024, dan Besok: Tengah Malam ini Berawan

Megapolitan
Begal Bikin Resah Warga, Polisi Janji Tak Segan Tindak Tegas

Begal Bikin Resah Warga, Polisi Janji Tak Segan Tindak Tegas

Megapolitan
PSI Terima Pendaftaran 3 Nama Bacawalkot Bekasi, Ada Nofel Saleh Hilabi

PSI Terima Pendaftaran 3 Nama Bacawalkot Bekasi, Ada Nofel Saleh Hilabi

Megapolitan
KPAI: Kasus Kekerasan Seksual Terhadap Anak Meningkat 60 Persen

KPAI: Kasus Kekerasan Seksual Terhadap Anak Meningkat 60 Persen

Megapolitan
Belum Laku, Rubicon Mario Dandy Rencananya Mau Dikorting Rp 100 Juta Lagi

Belum Laku, Rubicon Mario Dandy Rencananya Mau Dikorting Rp 100 Juta Lagi

Megapolitan
3 Pelaku Begal Casis Polri di Jakbar Residivis, Ada yang Bolak-balik Penjara 6 Kali

3 Pelaku Begal Casis Polri di Jakbar Residivis, Ada yang Bolak-balik Penjara 6 Kali

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com