Keduanya berasal dari Partai Gerindra, yakni Michael Victor Sianipar dan Yudha Permana. Yudha menjadi calon legislatif DPRD DKI dari dapil 10 Jakarta Barat (Kebon Jeruk, Kembangan, Grogol Petamburan, Taman Sari, Palmerah) hanya memperoleh 4.439 suara. Sementara itu, Michael yang menjadi caleg dapil 1 Jakarta Pusat (Cempaka Putih, Gambir, Kemayoran, Menteng, Johar Baru, Sawah Besar, Senen, Tanah Abang) memperoleh 3.088 suara. Michael berada di nomor urut 11 dan Yudha mendapat nomor urut 6.
Ada 106 kursi DPRD DKI yang diperebutkan. Dari sekitar daftar pemilih tetap (DPT) 7.001.520, paling tidak tiap caleg harus dapat mengumpulkan hingga 35.000 suara.
Ketua KPU DKI Jakarta Sumarno mengaku tidak mengenal kedua staf pribadi Ahok tersebut. Di samping itu, ia juga tidak mengetahui pasti berapa jumlah suara yang berhasil dikumpulkan keduanya.
"Jangankan caleg yang tidak saya kenal, bahkan teman dan saudara yang saya kenal dan jadi caleg, saya juga tidak tahu lolos jadi anggota legislatif atau tidak," kata Sumarno, Sabtu (26/4/2014).
Pengaruh Basuki
Beberapa waktu lalu, sebelum hari pencoblosan, pada (9/4/2014) lalu, ia berharap masyarakat dapat memberikan kesempatan kepada mereka berdua untuk memperjuangkan aspirasi masyarakat Jakarta. Awalnya, Michael dan Yudha enggan terjun ke dunia politik.
Basuki menceritakan, sebelum Michael memutuskan menjadi caleg, ia telah mendapat beasiswa ke Amerika Serikat untuk melanjutkan sekolah politik. Basuki pun mencoba menjelaskan kepada Michael. Ia menceritakan, kalau orang-orang yang pintar dan memiliki pendidikan tinggi tidak masuk ke politik, maka akan berpengaruh buruk pada bangsa Indonesia. Dengan demikian, jika nasib Indonesia tidak baik, maka setengah kesalahan terdapat pada Michael.
Setelah mendengar petuah Basuki, Michael pun memutuskan untuk tidak mengambil beasiswa itu dan menjadi calon legislatif.
Senada dengan Michael, Yudha juga enggan terjun ke dunia politik. Sebelumnya Yudha bekerja di Amerika Serikat. Ketika pulang ke Indonesia, Yudha magang di Balaikota Jakarta mengikuti kerja Basuki.
Melihat Basuki, Yudha ingin mengenal birokrasi Pemprov DKI dan mengetahui bagaimana sebuah kebijakan itu terbentuk. "Makanya seperti teori Abraham Lincoln, mereka (anak muda) harus dapat dikasih kesempatan untuk diuji karakternya. Mereka itu anak-anak muda yang sekolah ilmu politik," kata Basuki.
Selain Yudha dan Michael, lanjut dia, ada beberapa staf lainnya yang ikut menjadi calon legislatif. Hanya, saat mendaftar di partai, nama mereka tercoret dan tidak memenuhi persyaratan.
Basuki tidak memberi bekal apa pun kepada kedua stafnya. Hanya, ia mengingatkan keduanya untuk tidak menggunakan politik uang. Oleh karena itu saat kampanye, strategi yang mereka gunakan adalah strategi kampanye pembagian kartu nama dan mendatangi masyarakat.
Untuk hasilnya, ia tidak mempermasalahkan apabila nantinya kursi DPRD DKI diisi oleh anggota lama atau anggota baru sebab Basuki pun tidak dapat memaksa warga untuk dapat memilih kedua stafnya.
"Tapi, saya berharap, mereka terpilih, agar menjadi model bahwa kampanye tidak harus keluar uang banyak. Selain itu, mengajarkan kepada orang yang tidak mau masuk politik untuk terpanggil mencalonkan diri sebagai anggota legislatif, itu hal yang bagus," kata Basuki.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.