"Dari dulu saya tidak mau ada kolom agama di KTP. Saya sudah bilang saat di DPR, kenapa mesti ada agama dalam KTP? Untuk apa? Saya mau tahu agama kamu untuk apa? Sama-sama Kristen saja Alkitabnya Kristen, saya dengan Advent berbeda. Sementara itu, yang diakui hanya Kristen Protestan," ujarnya di Balaikota Jakarta, Kamis (19/6/2014).
Menurut pria yang akrab disapa Ahok itu, kolom agama di KTP hanya membuat masyarakat terbagi atas kaum mayoritas dan minoritas, dan ia menilai hal tersebut tidak sesuai dengan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 dan Pancasila.
"Coba baca UUD 1945 bagaimana pandangan Soekarno terhadap sebuah agama. Yang Kristen ikut Nabi Isa, yang Islam ikut Nabi Muhammad. Tergantung pengikut masing-masing. Tidak mengenal mayoritas dan minoritas," ujar pria asal Belitung itu.
Sebelumnya, anggota tim pemenangan calon presiden Joko Widodo-Jusuf Kalla, Musda Mulia, mengatakan, pihaknya menjanjikan penghapusan kolom agama pada KTP jika pasangan ini terpilih. Sebab, keterangan agama pada kartu identitas dinilai justru disalahgunakan.
Dalam sejumlah diskusi dengan Jokowi, ia mengatakan, capres itu menyetujui penilaian bahwa kolom agama dalam KTP lebih banyak memberi kerugian bagi warga. Menurut Musda, kolom agama di KTP dapat disalahgunakan, antara lain ketika konflik terjadi di suatu daerah.
Dengan menghapus kolom agama, hal ini, menurut dia, dapat meminimalkan aksi penyisiran terkait agama yang kemudian dijadikan dasar oleh warga lain untuk melawan warga yang berlawanan dengannya. Adapun informasi agama yang dianut penduduk cukup dicatat dalam pusat data kependudukan pemerintah saja.
"Contoh lain lagi, kalau melamar pekerjaan, karena agama di KTP pelamar tidak sama dengan agama bosnya, maka tidak akan diterima. Itu diskriminasi," kata Musda.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.