Menurut dia, personel Satpol PP itu telah salah paham menduga bahwa anggota TNI itu adalah pedagang kaki lima (PKL) yang berjualan di kawasan Monas.
"Anggota TNI itu korban pengeroyokan Satpol PP," kata Putu, saat dihubungi di Jakarta, Senin (4/8/2014).
Putu menjelaskan, saat itu anggota TNI tersebut sedang berpakaian biasa atau berpakaian preman. Anggota TNI itu sedang berwisata di Monas, bersama anggota keluarga lainnya. Seperti ayah, ibu, istri, dan beberapa keponakannya.
Namun, tiba-tiba di tengah penertiban PKL Monas, anggota TNI itu ikut "ditertibkan" oleh personel Satpol PP. Tidak terima dianiaya, oknum TNI itu pun melapor kejadian ini kepada Mapolsek Gambir, sekitar pukul 17.00 pada Sabtu kemarin.
"Oknum Satpol PP berinisial I dan oknum TNI berinisial F," kata Putu. Ia pun langsung memanggil personel Satpol PP itu serta personel lainnya untuk dimintai keterangan sebagai saksi.
Personel Satpol PP yang diamankan oleh kepolisian ini membuat Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama geram. Bahkan, pria yang akrab disapa Ahok itu pun mengaku siap melakukan aksi baku tembak dengan para oknum yang membekingi PKL dan parkir liar yang berada di Monas.
Sebab, kondisi Monas saat ini sudah semakin semrawut. Para PKL dengan mudah membobol pagar dan berdagang di dalam Monas. Serta para preman yang semakin membeludak "memeras" pengunjung Monas yang memarkirkan kendaraannya di kawasan seluas 82 hektar itu.
Menurut dia, Pemprov DKI memiliki hak untuk menertibkan semua permasalahan itu.
Sesuai dengan peraturan daerah (Perda) Nomor 8 Tahun 2007 tentang Ketertiban Umum. Basuki pun telah bersedia memberi persenjataan lengkap pada personel Satpol PP. Mulai dari rompi anti peluru, pistol, alat kejut listrik, pisau, dan lainnya.
"(Senjata) yang dilarang oleh Pak Jokowi kan hanya pentungan. Makanya kami pancing oknum itu pakai senjata tajam, baku tembak saja, karena kita punya hak di Monas," kata Basuki kesal.