Menurut Akbar, tindakan angkot yang melanggar peraturan lalu lintas tidak hanya membahayakan para penumpangnya, tetapi juga pengguna jalan yang lain, termasuk para pejalan kaki.
"Peringatan itu dua kali dikasih surat. Peringatan ketiga izin trayek ditarik. Ini berlaku juga untuk semua kendaraan yang melanggar, tidak hanya untuk angkutan umum saja," kata Akbar saat dihubungi, Rabu (3/9/2014).
Meski demikian, Akbar mengakui pelanggaran lalu lintas yang dilakukan oleh angkot merupakan bagian dari penerapan sistem yang salah. Menurut dia, sistem setoran membuat para sopir menjadi ugal-ugalan agar setoran yang diberikan kepada pemilik mobil sesuai dengan yang ditentukan.
Maka dari itu, kata Akbar, Dishub DKI berencana menerapkan revitalisasi non-busway agar tidak ada lagi angkutan yang mengetem. Untuk menjalankan model bisnis ini, Dishub DKI akan menggandeng PT Transjakarta.
"Konsolidasi perusahaan perorangan dalam satu kelompok unit bisnis. Ini yang sedang kami jalankan," ujar mantan Kepala BLU Transjakarta itu.
Seperti diberitakan, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tengah menyiapkan aturan sanksi tegas berupa denda maksimal Rp 500.000 untuk angkot yang berhenti sembarangan atau mengetem di pinggir jalan.
Dengan sanksi tersebut, diharapkan para sopir angkot akan berpikir ulang untuk melakukan pelanggaran.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.