Presiden KSPSI Andi Gani Nena Wea menilai upaya pemerintah menaikkan harga BBM bersubsidi demi mengalokasikan dana tersebut ke jaminan kesehatan dan pendidikan tidaklah efektif. Menurut dia, kebijakan itu tidak memihak kepada buruh. [Baca: Buruh Pendukung Jokowi Tolak Kenaikan Harga BBM Subsidi]
"Pemerintah akan memberikan jaminan kesehatan dan pendidikan ke dalam bentuk kartu. Tetapi apakah semua buruh mendapatkannya secara merata? Bagaimana kalau buruh dianggap mampu dan tidak berikan kartu?" kata Andi di kantor KSPSI, Jakarta Pusat, Kamis (6/11/2014).
Lagipula, lanjut dia, jaminan kesehatan dan pendidikan tersebut belum memiliki sistem yang jelas. Sebab, sistem jaminan itu masih dipertanyakan oleh Dewan Perwakilan Rakyat. Karena itu, menurut Andi, kenaikan upah tanpa diikuti kenaikan harga BBM adalah kebijakan paling adil.
Kalaupun pemerintah bersikeras untuk menaikkan harga BBM, maka buruh pun akan meminta UMP kembali direvisi. Ia menjelaskan, misalnya upah naik dari Rp 2,5 juta jadi Rp 2,7 juta. Saat harga BBM naik, biaya hidup juga naik jadi Rp 2,9.
Artinya biaya yang perlu dikeluarkan lebih besar daripada pemasukan. "Ini karena harga BBM bukan hanya berdampak pada BBM saja, tetapi biaya rumah kontrakan yang naik, makanan-makanan naik, semuanya kena dampak," kata dia.
Supaya aspirasi ini didengar, KSPSI pun akan melakukan aksi besar-besaran yang rencananya melibatkan 12.000 buruh pada Senin (10/11/2014) di Bundaran Hotel Indonesia menuju Istana Negara sekitar pukul 10.00.
Bila tidak digubris juga, mereka mengancam akan mogok nasional. "Buruh mogok nasional itu enggak main-main lho, bisa rugi Rp 7 triliun dalam sehari," kata Andi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.