"Harga premium naik saja kemarin sudah bikin kita kocar-kacir. Penumpang mah bayarnya tetep, Mbak," ujar Ocid (38), salah satu tukang ojek di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu (22/12/2014).
Ia mengatakan, tukang ojek tidak memiliki tarif yang pasti kepada penumpannya. Sehingga tarif yang berlaku adalah sesuai dengan kesepakatan mereka dengan penumpang. "Kalau penumpangnya baik sih mau dinaikin tarifnya, mereka ngerti harga BBM naik. Tetapi banyak juga yang enggak mau dinaikin," ucap pria berjanggut ini.
Pemilik motor Honda Supra ini pun merasa serba salah bila tidak mengikuti keinginan penumpang. Pasalnya bila ia tetap ingin menaikan tarif, penumpang tidak akan menggunakan jasanya.
Senada dengan Ocid, Wawan (40), tukang ojek lainnya, berpendapat bahwa penghapusan premium juga semakin membebani mereka. Pasalnya ia tidak serta merta dapat menaikan tarif.
"Angkot sih enak bisa naikin tarif, mereka sudah diatur Organda (Organisasi Angkutan Darat). Kalau tukang ojek? Mana bisa. Yang ada penumpang pada enggak mau naik," tutur pria berrambut lurus ini.
Sementara itu, tukang ojek lainnya Jaka (50), mengaku tidak keberatan dengan wacana tersebut. "Orang-orang juga sudah pada pindah pertamax pas premium naik. Saya juga sudah pakai pertamax. Enggak ngaruh sih, asal harga sembako enggak naik," kata pria berbadan kurus ini.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.