Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Benahi Angkutan Dulu, Jangan Larang Dulu!"

Kompas.com - 06/01/2015, 08:20 WIB
Robertus Belarminus

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah Provinsi DKI Jakarta berencana memperluas kebijakan pelarangan sepeda motor di sejumlah ruas jalur protokol di Ibu Kota. Namun, keputusan ini dinilai tidak tepat momennya karena tidak diiringi dengan perbaikan transportasi.

Pengamat transportasi Dharmaningtyas menilai, pelarangan motor hanya menambah kemacetan di Ibu Kota. Dengan melarang motor melintas maka pemilik motor yang punya mobil akan beralih.

"Dulu orang yang tidak berani naik mobil karena saingan dengan sepeda motor, akan berani naik mobil. Jadi kemacetan justru akan meningkat," kata Dharmaningtyas kepada Kompas.com, Selasa (6/1/2015) pagi.

Ia menilai, pembatasan sepeda motor sebenarnya tidak ditujukan mengurangi macet. Namun, lebih kepada pengurangan tingkat kecelakaan, kesemerawutan, dan menjaga ketertiban. Sayangnya, itu belum ditunjang dengan penyediaan transportasi yang memadai.

Pertama, ia mempertanyakan apakah Pemprov DKI sudah menyediakan angkutan umum yang dapat diakses mudah? Selain itu, apakah biayanya tidak membebankan pengendara motor? Ketiga, mengenai lama perjalanan dengan angkutan umum.

"Sekarang tunggu transjakarta saja masih lama, kalau itu semua belum terpenuhi, kalau sepeda motor dilarang, saya rasa belum fair," ujar Dharmaningtyas.

Padahal, pemerintahan Jakarta Baru, menurut dia, sudah memasuki tahun ketiga. Namun, pembenahan di sektor transportasi masih belum baik. Lantas apakah kebijakan ini adil bagi pengendara motor karena hanya motor saja yang dilarang, mobil tidak?

"Belum adil, kenapa saya katakan belum. Pertama, bus gratis itu hanya melayani di koridor utama. Sementara orang yang naik sepeda motor justru bekerja di dalam-dalam. Misalnya kalau dia kerjanya di Kebon Kacang, atau di Abdul Muis. Nah, dari jalan utama Sudirman atau dari Medan Merdeka itu masuk ke sana butuh waktu," ujar dia.

Kedua, dirinya melihat, jika pengendara motor diharuskan naik bus gratis, sepeda motornya ditaruh di mana. Jika gedung-gedung jadi lokasi parkir alternatif, tentu memberatkan pengendara motor dari segi biayanya.

"Tempat parkir di gedung itu mahal. Sehingga cost untuk parkir jauh melebihi cost naik sepedah motor. Jadi perjalanan dari rumah hanya tertolong di jalan utama (bus gratis)," ujarnya.

Selain itu, masyarakat juga agar dimudahkan dari segi sistem pembayarannya yang terintegrasi. Misalnya, masyarakat yang menyambung angkutan cukup membayar sekali namun bisa menyambung ke berbagai angkutan lainnya.

Ia menilai, selama pelarangan ini tidak disertai dengan pembenahan transportasi, masyarakat akan mencari celah. "Dan kemacetan di sekitar jalan utama semakin parah," ujar dia.

Dharmaningtyas mengaku tidak menolak kebijakan pemerintah ini. Hanya, ia menyarankan agar angkutan umum dibenahi dulu secara serius baru menerapkan kebijakan larangan motor. "Saya setuju-setuju saja sama konsepnya. Orang saya termasuk yang merumuskan Perda Nomor 5 tahun 2014 yang didalamnya mengatur soal kemungkinan Pemprov mengatur larangan sepeda motor di jalan utama. Tapi benahi angkutan dulu, Jangan larang dulu," ujarnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Cibubur Garden Eat & Play: Harga Tiket Masuk, Wahana dan Jam Operasional Terbaru

Cibubur Garden Eat & Play: Harga Tiket Masuk, Wahana dan Jam Operasional Terbaru

Megapolitan
Fakta-fakta Komplotan Begal Casis Polri di Jakbar: Punya Peran Berbeda, Ada yang Bolak-balik Dipenjara

Fakta-fakta Komplotan Begal Casis Polri di Jakbar: Punya Peran Berbeda, Ada yang Bolak-balik Dipenjara

Megapolitan
Kecelakaan Beruntun di 'Flyover' Summarecon Bekasi, Polisi Pastikan Tak Ada Korban Jiwa

Kecelakaan Beruntun di "Flyover" Summarecon Bekasi, Polisi Pastikan Tak Ada Korban Jiwa

Megapolitan
Kekerasan Seksual yang Terulang di Keluarga dan Bayang-bayang Intimidasi

Kekerasan Seksual yang Terulang di Keluarga dan Bayang-bayang Intimidasi

Megapolitan
Kapolres Tangsel Ingatkan Warga Jaga Keamanan, Singgung Maraknya Curanmor dan Tawuran

Kapolres Tangsel Ingatkan Warga Jaga Keamanan, Singgung Maraknya Curanmor dan Tawuran

Megapolitan
Komika Marshel Widianto Jadi Kandidat Gerindra untuk Pilkada Tangsel 2024

Komika Marshel Widianto Jadi Kandidat Gerindra untuk Pilkada Tangsel 2024

Megapolitan
Babak Baru Konflik Kampung Bayam: Ketua Tani Dibebaskan, Warga Angkat Kaki dari Rusun

Babak Baru Konflik Kampung Bayam: Ketua Tani Dibebaskan, Warga Angkat Kaki dari Rusun

Megapolitan
Pengakuan Zoe Levana soal Video 'Tersangkut' di Jalur Transjakarta, Berujung Denda Rp 500.000

Pengakuan Zoe Levana soal Video "Tersangkut" di Jalur Transjakarta, Berujung Denda Rp 500.000

Megapolitan
Libur Panjang Waisak, Ganjil Genap di Jakarta Ditiadakan 23-24 Mei 2024

Libur Panjang Waisak, Ganjil Genap di Jakarta Ditiadakan 23-24 Mei 2024

Megapolitan
Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini Kamis 23 Mei 2024, dan Besok: Tengah Malam ini Berawan

Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini Kamis 23 Mei 2024, dan Besok: Tengah Malam ini Berawan

Megapolitan
Begal Bikin Resah Warga, Polisi Janji Tak Segan Tindak Tegas

Begal Bikin Resah Warga, Polisi Janji Tak Segan Tindak Tegas

Megapolitan
PSI Terima Pendaftaran 3 Nama Bacawalkot Bekasi, Ada Nofel Saleh Hilabi

PSI Terima Pendaftaran 3 Nama Bacawalkot Bekasi, Ada Nofel Saleh Hilabi

Megapolitan
KPAI: Kasus Kekerasan Seksual Terhadap Anak Meningkat 60 Persen

KPAI: Kasus Kekerasan Seksual Terhadap Anak Meningkat 60 Persen

Megapolitan
Belum Laku, Rubicon Mario Dandy Rencananya Mau Dikorting Rp 100 Juta Lagi

Belum Laku, Rubicon Mario Dandy Rencananya Mau Dikorting Rp 100 Juta Lagi

Megapolitan
3 Pelaku Begal Casis Polri di Jakbar Residivis, Ada yang Bolak-balik Penjara 6 Kali

3 Pelaku Begal Casis Polri di Jakbar Residivis, Ada yang Bolak-balik Penjara 6 Kali

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com