Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Transjakarta dan Operator APTB Belum Sepakat soal Besaran Tarif

Kompas.com - 16/01/2015, 15:21 WIB
Alsadad Rudi

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Para operator layanan bus angkutan perbatasan terintegrasi bus transjakarta (APTB) menyatakan bahwa mereka sebenarnya tertarik dengan sistem pembayaran rupiah per kilometer (Rp per km) yang ditawarkan PT Transjakarta.

Namun, mereka belum mau menerima tawaran tersebut karena kesepakatan besaran tarif belum tercapai.

Menurut Direktur Utama PPD Pande Putu Yasa, selaku salah satu operator APTB, besaran tarif rupiah per kilometer yang ditawarkan PT Transjakarta masih mengacu pada besaran tarif bus transjakarta yang menggunakan bahan bakar gas. Hal itu tentu tak sebanding dengan bus-bus APTB yang berbahan bakar solar.

"Pembayaran rupiah per kilometer akan hitung kembali karena spesifikasi bus berbeda. APTB menggunakan bahan bakar solar, sedangkan transjakarta menggunakan bahan bakar gas. Dari segi biaya pengeluaran tentu akan berbeda," kata dia saat dihubungi, Jumat (16/1/2015).

Meskipun enggan mengungkapkan besaran tarif yang mereka inginkan, Putu menilai besaran tarif rupiah per kilometer untuk APTB perlu dikaji ulang.

Pada kesempatan lain, Direktur Utama PT Transjakarta Antonius Kosasih memiliki pandangan yang berbeda dari Pande. Menurut dia, besaran rupiah per kilometer untuk APTB sepatutnya harus lebih rendah dari tarif rupiah per kilometer untuk transjakarta.

Hal itu, kata Kosasih, disebabkan biaya perawatan bus yang lebih murah dan kesempatan mendapat penghasilan di luar koridor transjakarta(perjalanan dari ujung koridor transjakarta ke kota penyangga).

Sebagai kisaran, kata Kosasih, operator transjakarta yang sekarang menjalankan bus yang mendekati kondisi bus APTB saat ini mendapat bayaran Rp 11.137 per kilometer, dengan kondisi bus AC berstandar transjakarta, bermerek dari Jepang dan berbahan bakar gas.

"Bus APTB, baik harga maupun kualitasnya di bawah bus operator transjakarta, jadi pasti harus lebih rendah dari itu," ujar dia.

Sebelumnya, Kepala Dinas Perhubungan Benjamin Bukit mengatakan pada rapat Kamis (16/1/2015) kemarin, para operator APTB sebenarnya sudah tertarik untuk ikut dalam sistem pembayaran rupiah per kilometer seperti yang diterapkan pada layanan bus transjakarta.

Namun, para operator meminta waktu selama tiga bulan untuk mengambil keputusan. Menurut Benjamin, operator APTB meminta waktu agar diizinkan membahas kembali besaran tarif rupiah per kilometer dengan PT Transjakarta sampai menemui kesepakatan.

"Masalah penghitungannya, kita kasih kesempatan tiga bulan untuk membicarakan sedetail mungkin kesepakatan bersama dengan transjakarta. Dishub akan berperan memediasi," ujar Benjamin di Balai Kota.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

2 Pria Rampok Taksi Online di Jakbar, Leher Sopir Dijerat dan Ditusuk

2 Pria Rampok Taksi Online di Jakbar, Leher Sopir Dijerat dan Ditusuk

Megapolitan
Polisi Periksa Kejiwaan Orangtua yang Buang Bayi ke KBB Tanah Abang

Polisi Periksa Kejiwaan Orangtua yang Buang Bayi ke KBB Tanah Abang

Megapolitan
Golkar Buka Peluang Lanjutkan Koalisi Indonesia Maju pada Pilkada DKI 2024

Golkar Buka Peluang Lanjutkan Koalisi Indonesia Maju pada Pilkada DKI 2024

Megapolitan
Di Tanah Tinggi Hampir Mustahil Menyuruh Anak Tidur Pukul 10 Malam untuk Cegah Tawuran

Di Tanah Tinggi Hampir Mustahil Menyuruh Anak Tidur Pukul 10 Malam untuk Cegah Tawuran

Megapolitan
Cekoki Remaja dengan Narkoba hingga Tewas, Pelaku: Saya Tidak Tahu Korban Masih Dibawah Umur

Cekoki Remaja dengan Narkoba hingga Tewas, Pelaku: Saya Tidak Tahu Korban Masih Dibawah Umur

Megapolitan
Polisi Periksa 5 Saksi Terkait Kasus Begal Mobil di Tajur Bogor

Polisi Periksa 5 Saksi Terkait Kasus Begal Mobil di Tajur Bogor

Megapolitan
Banyak Warga Protes NIK-nya Dinonaktifkan, Petugas: Mereka Keukeuh Ingin Gunakan Alamat Tak Sesuai Domisili

Banyak Warga Protes NIK-nya Dinonaktifkan, Petugas: Mereka Keukeuh Ingin Gunakan Alamat Tak Sesuai Domisili

Megapolitan
Keluarga Tolak Otopsi, Korban Tewas Kebakaran Cinere Depok Langsung Dimakamkan

Keluarga Tolak Otopsi, Korban Tewas Kebakaran Cinere Depok Langsung Dimakamkan

Megapolitan
Beberapa Warga Tanah Tinggi Terpaksa Jual Rumah karena Kebutuhan Ekonomi, Kini Tinggal di Pinggir Jalan

Beberapa Warga Tanah Tinggi Terpaksa Jual Rumah karena Kebutuhan Ekonomi, Kini Tinggal di Pinggir Jalan

Megapolitan
Polisi Tewas dengan Luka Tembak di Kepala, Kapolres Jaksel Sebut karena Bunuh Diri

Polisi Tewas dengan Luka Tembak di Kepala, Kapolres Jaksel Sebut karena Bunuh Diri

Megapolitan
Polisi Dalami Dugaan Perempuan Dalam Koper di Bekasi Tewas karena Dibunuh

Polisi Dalami Dugaan Perempuan Dalam Koper di Bekasi Tewas karena Dibunuh

Megapolitan
Bursa Pilkada DKI 2024, Golkar: Ridwan Kamil Sudah Diplot buat Jabar

Bursa Pilkada DKI 2024, Golkar: Ridwan Kamil Sudah Diplot buat Jabar

Megapolitan
Prioritaskan Kader Internal, Golkar Belum Jaring Nama-nama untuk Cagub DKI

Prioritaskan Kader Internal, Golkar Belum Jaring Nama-nama untuk Cagub DKI

Megapolitan
Korban Kebakaran di Depok Ditemukan Terkapar di Atas Meja Kompor

Korban Kebakaran di Depok Ditemukan Terkapar di Atas Meja Kompor

Megapolitan
Kebakaran Agen Gas dan Air di Cinere Depok, Diduga akibat Kebocoran Selang Tabung Elpiji

Kebakaran Agen Gas dan Air di Cinere Depok, Diduga akibat Kebocoran Selang Tabung Elpiji

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com