Dengan digunakannya hak angket oleh fraksi-fraksi DPRD DKI, kata Ahok, Pemerintah DKI dan Dewan bisa mendapatkan penjelasan mengenai proses penyusunan anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD).
"Saya juga berharap angket ini jangan dicabut oleh partai-partai supaya ini menjadi jelas, siapa yang menciptakan anggaran-anggaran 'siluman' seperti itu," kata Ahok di Jakarta, Rabu (4/3/2015).
Pada rapat paripurna yang digelar pekan lalu, semua fraksi DPRD telah menggunakan hak angket terhadap Gubernur DKI Jakarta. Belakangan, satu per satu, Fraksi Partai Nasdem mencabut dukungannya.
Ahok menduga DPRD telah menyusun APBD versi mereka sendiri dan memasukkan proyek-proyek fiktif yang nilainya mencapai Rp 12,1 triliun. Menurut dia, hal itu disebabkan Pemerintah DKI menerapkan sistem e-budgeting.
Menurut Ahok, pemasukan anggaran siluman itu berdampak negatif terhadap pegawai negeri sipil (PNS) di lingkungan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
"Kami tidak ingin, yang jadi korban, selalu SKPD. Tahun 2007, kasihan sekali anak-anak muda, PNS-PNS kami yang gara-gara belanja filing cabinet yang tidak bisa masuk ke sekolah, itu masuk penjara. Tapi, orang yang menitipkan filing cabinet sebagai anggaran siluman, tidak ada satu pun yang tersentuh," katanya.
Ahok bersikeras penggunaan e-budgeting akan menjadikan penggunaan anggaran di Pemprov DKI lebih transparan.
"Dengan e-budgeting, kami langsung bisa 'menyaur' Rp 4,3 triliun ditolak oleh sistem e-budgeting, jadi siapa pun nggak bisa masukin ke e-budgeting. Saya yakin dengan penghematan seperti ini, Pak Presiden tidak perlu utang ke luar negeri kalau kita bisa tepat menganggarkan uang sesuai belanja dan tidak ada silpa yang besar di seluruh Indonesia. Kita pasti bisa menyelesaikan APBD tepat waktu," kata dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.