Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ugal-ugalan dan Kisah Traumatis Itu...

Kompas.com - 30/05/2015, 19:13 WIB

JAKARTA, KOMPAS - Kecelakaan lalu lintas kerap terjadi karena pengemudi tidak taat aturan berlalu lintas. Kasus Christopher Daniel Sjarif (22), terdakwa kecelakaan maut yang menewaskan empat korban, merupakan pelajaran berharga untuk mengurangi jumlah pengemudi ugal-ugalan.

Christopher mengemudikan mobil Mitsubishi Outlander pada Selasa (20/1) di Jalan Sultan Iskandar Muda, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan. Dengan mobil bernomor polisi B 1658 PJE, Christopher menabrak dua sepeda motor. Mobil putih itu terus melaju sehingga menabrak lagi 2 mobil dan 2 sepeda motor lainnya. Berdasarkan pemeriksaan unit kendali elektronik (electronic control unit/ECU) mobil, kecepatan mobil sebelum kantong udara mengembang mencapai 131 kilometer per jam. Empat korban tewas dan empat lainnya luka-luka.

Atas perbuatannya, jaksa mendakwa Christopher dengan Pasal 310 dan Pasal 311 Undang-Undang Lalu lintas. Dia diancam hukuman 12 tahun penjara.

Kamis (28/5) lalu, Christopher hadir dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Sidang dipimpin Majelis Hakim Made Sutrisna dengan agenda mendengarkan keterangan saksi. Jaksa Penuntut Umum Agus Kurniawan menghadirkan empat saksi korban, yakni Mochamad Arifin (40), Ade bin Suhaemi (41), Budiman Sitorus (39), dan Rifky Ananta (30).

Budiman hadir di persidangan dengan berkemeja putih dipadu celana panjang hitam. Dia berjalan pelan sambil memegang tongkat. Kaki kanan ayah dua anak itu pincang dan tangan kirinya bergetar. Kecelakaan memaksa karyawan swasta itu berhenti bekerja. "Saya menunggu mukjizat untuk sembuh," katanya seusai sidang.

Pada malam naas itu, Budiman naik mobil Avanza bernomor polisi B 1318 TPE. Mobil dikemudikan Rifky Ananta. Saat melintas di Jalan Arteri Pondok Indah tiba-tiba mobil ditabrak dari belakang. "Saya mendengar suara keras. Setelah itu tidak tahu apa-apa lagi karena baru sadar setelah mobil berhenti," katanya.

Mendapat hantaman keras dari belakang, mobil Avanza menabrak mobil pikap bernomor polisi nomor polisi B 9852 AP yang ada di depannya. Budiman patah tulang di bahu kiri dan kaki kanan. Selain itu, kepalanya terbentur hingga cedera.

Ade bin Suhaeni, pengemudi pikap, tak menyangka terlibat dalam kecelakaan itu. Pegawai Kementerian Sosial itu mengemudikan mobil pikap di Jalan Arteri Pondok Indah seusai mengantar barang. Menurut Ade, pukul 20.00 jalan raya di Jalan Aateri Pondok Indah ramai dengan kondisi aspal basah diguyur hujan. Saat melintas dengan kecepatan 30-40 kilometer per jam, mobil yang dikemudikannya ditabrak mobil Avanza hitam. "Mobil saya sampai berputar. Mobil oleng ke kanan dan menabrak separator bus transjakarta," katanya.

Ade kemudian turun dari dalam mobil. Dia melihat ada dua korban kecelakaan lalu lintas yang terkapar di badan berlumuran darah. Ade sendiri luka lecet dan kepala pusing. "Saya bersyukur selamat. Yang penting saya bisa pulang serta bertemu istri dan anak-anak," kata ayah empat anak itu. Tiga hari sebelum persidangan, keluarga Christopher datang ke rumah Ade. Mereka meminta maaf dan memberikan uang santunan.

Muhamad Arifin (40), salah satu pengendara sepeda motor, mengatakan, dirinya harus izin bekerja selama tiga hari karena trauma. "Sampai sekarang saya masih takut setiap kali melintas di daerah Pondok Indah," katanya.

Saat kecelakaan terjadi, Arifin baru saja pulang bekerja dari kantornya di daerah Salemba, Jakarta Pusat, dengan menggunakan sepeda motor. Saat melintas di Jalan Arteri Pondok Indah, ditabrak dari belakang hingga jatuh. Bersama sepeda motor, tubuhnya terseret 10-20 meter. Sepekan kemudian keluarga Christopher menemuinya untuk meminta maaf dan memberi uang ganti rugi untuk sepeda motor yang rusak parah.

Edo Rusyanto dari Badan Pengawas Road Safety Association menuturkan, kasus Christopher adalah contoh nyata perilaku ugal-ugalan dan tidak tertib berkendara yang kerap terjadi di masyarakat Ibu Kota.

Sudah banyak korban berjatuhan dan menyisakan kisah traumatis. Cukuplah sudah perilaku ugal-ugalan itu. (Denty Piawai Nastitie)

Harian Kompas edisi 30 Mei 2015, halaman 25 dengan judul "Ugal-ugalan dan Kisah Traumatis Itu...".

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Taruna STIP Tewas Dianiaya, Polisi Ungkap Pemukulan Senior ke Junior Jadi Tradisi 'Penindakan'

Taruna STIP Tewas Dianiaya, Polisi Ungkap Pemukulan Senior ke Junior Jadi Tradisi "Penindakan"

Megapolitan
Empat Taruna STIP yang Diduga Saksikan Pelaku Aniaya Junior Tak Ikut Ditetapkan Tersangka

Empat Taruna STIP yang Diduga Saksikan Pelaku Aniaya Junior Tak Ikut Ditetapkan Tersangka

Megapolitan
Motif Pelaku Aniaya Taruna STIP hingga Tewas: Senioritas dan Arogansi

Motif Pelaku Aniaya Taruna STIP hingga Tewas: Senioritas dan Arogansi

Megapolitan
Penyebab Utama Tewasnya Taruna STIP Bukan Pemukulan, tapi Ditutup Jalur Pernapasannya oleh Pelaku

Penyebab Utama Tewasnya Taruna STIP Bukan Pemukulan, tapi Ditutup Jalur Pernapasannya oleh Pelaku

Megapolitan
Polisi Tetapkan Tersangka Tunggal dalam Kasus Tewasnya Taruna STIP Jakarta

Polisi Tetapkan Tersangka Tunggal dalam Kasus Tewasnya Taruna STIP Jakarta

Megapolitan
Hasil Otopsi Taruna STIP yang Tewas Dianiaya Senior: Memar di Mulut, Dada, hingga Paru

Hasil Otopsi Taruna STIP yang Tewas Dianiaya Senior: Memar di Mulut, Dada, hingga Paru

Megapolitan
Akhir Penantian Ibu Pengemis yang Paksa Orang Sedekah, Dua Adiknya Datang Menjenguk ke RSJ

Akhir Penantian Ibu Pengemis yang Paksa Orang Sedekah, Dua Adiknya Datang Menjenguk ke RSJ

Megapolitan
Polisi Sebut Ahmad dan RM Semula Rekan Kerja, Jalin Hubungan Asmara sejak Akhir 2023

Polisi Sebut Ahmad dan RM Semula Rekan Kerja, Jalin Hubungan Asmara sejak Akhir 2023

Megapolitan
Praktik Prostitusi di RTH Tubagus Angke Dinilai Bukan PR Pemprov DKI Saja, tapi Juga Warga

Praktik Prostitusi di RTH Tubagus Angke Dinilai Bukan PR Pemprov DKI Saja, tapi Juga Warga

Megapolitan
Keluarga Harap Tak Ada Intervensi dalam Pengusutan Kasus Mahasiswa STIP yang Tewas Dianiaya Senior

Keluarga Harap Tak Ada Intervensi dalam Pengusutan Kasus Mahasiswa STIP yang Tewas Dianiaya Senior

Megapolitan
Pro-Kontra Warga soal Janji Dishub DKI Tertibkan Juru Parkir, Tak Keberatan jika Jukir Resmi

Pro-Kontra Warga soal Janji Dishub DKI Tertibkan Juru Parkir, Tak Keberatan jika Jukir Resmi

Megapolitan
Mahasiswa STIP Tewas Dianiaya Senior, Pengawasan dan Tata Tertib Kampus Jadi Sorotan

Mahasiswa STIP Tewas Dianiaya Senior, Pengawasan dan Tata Tertib Kampus Jadi Sorotan

Megapolitan
Hari Ini, Polisi Lakukan Gelar Perkara Kasus Mahasiswa STIP Tewas Diduga Dianiaya Senior

Hari Ini, Polisi Lakukan Gelar Perkara Kasus Mahasiswa STIP Tewas Diduga Dianiaya Senior

Megapolitan
Usul Heru Budi Bangun “Jogging Track” di RTH Tubagus Angke Dinilai Tak Tepat dan Buang Anggaran

Usul Heru Budi Bangun “Jogging Track” di RTH Tubagus Angke Dinilai Tak Tepat dan Buang Anggaran

Megapolitan
Polisi Sebut Pembunuh Wanita Dalam Koper Tak Berniat Ambil Uang Kantor yang Dibawa Korban

Polisi Sebut Pembunuh Wanita Dalam Koper Tak Berniat Ambil Uang Kantor yang Dibawa Korban

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com