Kepala Dinas Kelautan, Perikanan, Pertanian, dan Ketahanan Pangan DKI Jakarta Darjamuni mengatakan, untuk daging, ikan, dan sayur, petugas lebih mudah mengontrol. Produk-produk tersebut didapat dari beberapa sumber besar.
"Misalnya ikan didapat dari Muara Angke, sayur dari Pasar Kramatjati. Jadi mudah mengontrolnya bila dicampur dengan formalin," ujarnya.
Namun, untuk tahu, pedagang mendapatkannya dari beberapa sumber yang tersebar. Darjamuni mengatakan, produsen tahu biasanya berasal dari pengusaha kecil hingga menengah. Misalnya, temuan tahu berformalin di Grogol beberapa waktu lalu, produsennya ternyata dari Tangerang.
Karena itu, petugas harus menelusuri asal produk untuk mengetahui siapa pihak yang menambahkan formalin ke dalam produk.
"Kalau pedagangnya bilang tidak, mungkin yang menambahkan formalin ke produk bisa dari supplier atau bahkan produsen. Jadi harus ditelusuri dulu," ujarnya.
Untuk melakukan penelusuran, pihaknya sudah bekerja sama dengan kepolisian. Bila terbukti menambahkan formalin ke bahan pangan maka pelaku bisa dijerat oleh UU Keamanan Pangan.
Tambahkan warna dan rasa
Darjamuni mengatakan, produk berformalin tidak bisa mudah dikenali karena tidak memiliki ciri-ciri fisik yang berbeda dengan produk yang murni.
Karena itu, pihaknya telah menyarankan kepada pengusaha formalin untuk menambahkan warna dan rasa untuk produknya. "Misalnya rasa pahit begitu jadinya bisa mudah dikenali produk berformalin," kata dia.
Namun, ia mengakui hal itu masih sulit untuk dilakukan. Ini karena formalin masih banyak digunakan untuk keperluan lain. Karena itu langkah Pemprov DKI Jakarta untuk mengontrol produk berformalin adalah dengan mengecek di pasar-pasar. Kemudian, menelusuri produk dan menghukum pihak yang terbukti menambahkan formalin.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.