"Warga ada akta jual beli bangunan dan surat kepemilikan tanah yang dibuat di kelurahan," kata Kamaludin, saat berbincang dengan Kompas.com, di rumahnya, Kamis (6/8/2015).
Belakangan diakuinya tak semua warganya memiliki surat-surat atau sertifikat dan ada yang tidak memiliki Izin Mendirikan Bangunan. Termasuk Kamaludin sendiri.
"Saya enggak ada, ya saya bangunan ini aja. Tapi ada juga yang punya sertifikat, kayak musholah yang tiga meter dari Ciliwung, itu ada sertifikatnya," jawab Kamaludin.
Namun, ia menyatakan, warga di RW 02, adalah pembayar Pajak Bumi dan Bangunan serta pembayar listrik yang taat.
Muncul Sengketa
Munculnya sengketa atas tanah di Kampung Pulo dengan pemerintah disebut-sebut sudah berlangsung puluhan tahun. Ternyata, warga menyakini sudah ada rencana pemerintah sejak lama untuk menata Kampung Pulo.
"Ini disebut tanah negara baru tahun 1980-an," ujar Kamaludin.
Ketika klaim dari pemerintah itu muncul, Kamaludin mengatakan warga mulai dibodohi. Kamaludin merujuk salah satu peraturan pemerintah, bahwa tanah yang sudah ditempati warga selama lebih dari 20 tahun, dapat disertifikatkan oleh warga jadi milik. Namun, warga Kampung Pulo menurutnya tidak dapat kesempatan itu.
"Padahal pemerintah tahu, tanah yang ditempati selama puluhan tahun bisa disertifikatkan. Jadi sebenarnya pemerintah ada niat enggak benar. Padahal sempat ada pemutihan di sini. Kalau itu mau diberesin, warga harusnya diajak, ayo disertifikatin. Mumpung ada pemutihan," ujar Kamaludin.
Ketika rencana penggusuran bekalangan menghangat, warga menurutnya sudah beberapa kali melakukan pertemuan dengan pihak pemerintah. Salah satu yang pernah disepakati, yakni mengenai ganti rugi sebesar 25 persen kepada warga Kampung Pulo.
"Tetapi sekarang katanya enggak kepakai lagi itu, sudah enggak lagi. Padahal waktu kemarin pemerintah nyebut 25 persen kita di sini sudah tenang kok, sudah oke," ujar Kamaludin.
Tetapi, ganti rugi uang kemudian dijadikan ganti rusun Jatinegara Barat, diprotes warga. Kamaludin mengatakan pemerintah tak paham mengenai kondisi warga Kampung Pulo, yang mencari nafkah dengan berdagang. Kebanyakan warganya menyambung hidup dengan berjualan di depan rumah. Belum lagi ternyata setelah pindah, warga mesti membayar deposito awal ratusan ribu dan uang sewa nantinya yang dibebankan kepada warga tiap bulannya.
"Sekarang kalau kita dipindahkan ke rusun, bisa tidak berjualan kita di sana," ujarnya.