"Saya kira ini mesti dianggap sebagai kesalahan manajemen. Ternyata, dengan mengalihkan sistem menjadi swakelola, malah telah mengakibatkan korupsi," ujar Taufik ketika dihubungi, Selasa (11/8/2015).
Sebab, pejabat Pemprov DKI yang bertugas di Sudin PU Tata Air Jakarta Barat tersebut justru melakukan perencanaan hingga tahap pengontrolan seorang diri meskipun program telah diswakelolakan kepada pihak ketiga.
"Dia yang merencanakan, dia juga yang mengerjakan, dia juga yang membayar, dia juga yang mengontrol. Kalau begini, kecenderungan ada penyimpangan tinggi," ujar Taufik.
Sebelumnya, tiga mantan kepala dinas di Pemerintah Provinsi DKI Jakarta ditetapkan sebagai tersangka perkara dugaan korupsi melalui dana swakelola Suku Dinas Pekerjaan Umum Tata Air Jakarta Barat dengan anggaran Rp 66,5 miliar pada tahun anggaran 2013.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Tony Tribagus Spontana mengatakan, tiga orang itu masing-masing berinisial W, MR dan P.
Kasus dugaan korupsi itu terjadi saat Sudin PU Tata Air Jakbar menganggarkan swakelola empat kegiatan, yakni pemeliharaan infrastruktur lokal, pemeliharaan saluran drainase jalan, pengerukan dan perbaikan saluran penghubung, dan normalisasi bantaran sungai serta penghubung.
"Dalam pelaksanaannya, diduga tidak sesuai dengan pertanggungjawaban laporan kegiatan dan laporan keuangan. Ada pemalsuan dokumen di dalamnya. Seolah-olah dikerjakan oleh pihak ketiga, padahal tidak," ujar Tony.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.