"Makanya saya tidak sepakat dengan bahwa pemerintah atau kepala daerah tidak butuh APBD, bahwa pembangunan bisa dilakukan dan didapatkan dari dana CSR atau sebagainya," ujar Sani (sapaan Triwisaksana) di gedung DPRD DKI, Jalan Kebon Sirih, Kamis (8/10/2015).
"Menurut saya, itu pembebanan pada masyarakat atas nama ketidakmampuan untuk memaksimalisasi APBD," ujar Sani.
Sebab, masyarakat tetap berkewajiban membayar pajak. Akan tetapi, pajak yang dibayarkan oleh masyarakat tidak dikembalikan dalam bentuk pembangunan. Sebaliknya, pembangunan justru dilakukan dengan bantuan CSR. Dana APBD yang berasal dari pajak masyarakat itu pun tak terpakai dan tidak terserap dengan baik.
Apalagi, kata Sani, bantuan CSR sarat akan kepentingan. Sulit untuk memastikan apakah CSR yang diterima oleh Pemerintah Provinsi DKI sesuai dengan nilai yang seharusnya. Sebab, pemberian CSR juga memiliki aturan yaitu 2,5 persen dari profit perusahaan.
"Gimana kita bisa memastikan dana CSR tidak melampuai budget-nya 2,5 persen dari net profit perusahaan? Karena kalau melampaui itu bukan CSR lagi, itu pembebanan kepada perusahaan," ujar Sani.
Sehingga, Sani menyarankan kepada Pemerintah Provinsi DKI untuk optimal dalam menggunakan dana APBD. Dengan demikian, Pemprov DKI bisa meningkatkan penyerapan anggarannya dan tidak lagi berada pada posisi bawah di Indonesia dalam hal penyerapan. Selain itu, masyarakat bisa merasakan secara langsung pajak yang mereka bayarkan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.