Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Penyebab Transjakarta "Nyender" Dinilai Bukan karena Kru Pemalas

Kompas.com - 09/10/2015, 12:15 WIB
Alsadad Rudi

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Adanya bus-bus "nyender" dalam layanan bus transjakarta dinilai bukan karena adanya para kru yang malas. Banyak faktor yang membuat para kru bus transjakarta melakukan hal tersebut. 

Direktur Institute for Transportation and Development Study (ITDP) Indonesia, Yoga Adiwinarto mengatakan fenomena bus "nyender" biasanya terjadi di luar jam sibuk.

Para kru bus melakukan ini saat bus yang mereka kemudikan tidak masuk dalam daftar bus yang dibutuhkan pada waktu tersebut. Yoga menyampaikan hal tersebut menanggapi seringnya bus-bus transjakarta "nyender" di sekitar halte BKN, Cawang, Jakarta Timur.

"Jadi bukan karena krunya malas. Tetapi karena busnya lagi enggak dibutuhkan," kata dia kepada Kompas.com, Jumat (9/10/2015). (Baca: 2 Bus Transjakarta Kepergok "Nyender" di Halte Cawang)

Menurut Yoga, ada perbedaan kebutuhan terkait jumlah bus saat jam sibuk dan di luar jam sibuk. Ia menyebut situasi ini bahkan terjadi di semua koridor.

"Biasanya dari jam 06.00-10.00, bus yang diperlukan 100. Setelah itu, hanya 60. Nah, 40 bus yang lain itu yang biasanya nyender. Nanti mereka baru jalan lagi menjelang sore," ujar dia.

Yoga mengatakan idealnya bus-bus yang sedang tidak dibutuhkan seharusnya kembali ke pul. Namun, kata dia, ada beberapa operator yang lokasi pul busnya jauh dari lokasi koridor yang dilayaninya.

Sementara di sisi lain, para kru harus tetap standby apabila sewaktu-waktu dibutuhkan. "Kan ada operator yang pulnya di Pinang Ranti atau Kampung Rambutan. Jadi ketimbang pulang ke pul yang lokasinya jauh, kru memilih nyari tempat berhenti yang dekat, salah satu contohnya di Cawang," tutur Yoga. (Baca: PT Transjakarta Tak Bisa Memutus Kontrak Operator-operator Nakal)

Lebih lanjut, Yoga menilai adanya bus "nyender" sebenarnya bukan hal yang perlu dipermalahkan. Menurut dia, adanya keluhan dari penumpang yang mempermaslahkan bus "nyender" sebenarnya hanya dampak dari belum sterilnya busway, yang kemudian menyebabkan terlambatnya bus tiba di halte.

"Jadi sebenarnya busnya cukup, cuma karena datangnya telat dan penumpang harus nunggu lama, penumpang sebel pas lihat di dekat halte ada bus yang menganggur," ujar dia.

Hal itulah yang dinilainya terjadi di koridor 9, di mana saat banyak bus transjakarta yang sedang tidak dibutuhkan "nyender" di Cawang, bus yang sedang beroperasi terkena macet dan terhambat untuk datang tepat waktu di halte. 

"Apalagi di jalur koridor 9 itu kan ada pembangunan flyover Kuningan. Banyak bus yang sering kena macet di sekitar situ," kata Yoga.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Keluarga Tolak Otopsi Jenazah Brigadir RAT yang Bunuh Diri di Mampang

Keluarga Tolak Otopsi Jenazah Brigadir RAT yang Bunuh Diri di Mampang

Megapolitan
Pemilik Rumah Tempat Brigadir RAT Bunuh Diri Minta Publik Tak Berasumsi

Pemilik Rumah Tempat Brigadir RAT Bunuh Diri Minta Publik Tak Berasumsi

Megapolitan
Jenazah Brigadir RAT Telah Dibawa Pihak Keluarga dari RS Polri Kramat Jati

Jenazah Brigadir RAT Telah Dibawa Pihak Keluarga dari RS Polri Kramat Jati

Megapolitan
Proyek LRT Jakarta Rute Velodrome-Manggarai Masuk Tahap Pemasangan Girder

Proyek LRT Jakarta Rute Velodrome-Manggarai Masuk Tahap Pemasangan Girder

Megapolitan
Polisi Sebut Brigadir RAT Bunuh Diri di Mampang saat Sedang Cuti

Polisi Sebut Brigadir RAT Bunuh Diri di Mampang saat Sedang Cuti

Megapolitan
Pemprov DKI Siapkan Stok Blanko KTP untuk Pemilih Pemula Pilgub 2024

Pemprov DKI Siapkan Stok Blanko KTP untuk Pemilih Pemula Pilgub 2024

Megapolitan
Sebelum Tewas, Brigadir RAT Sepekan Tinggal di Jakarta

Sebelum Tewas, Brigadir RAT Sepekan Tinggal di Jakarta

Megapolitan
Partisipasi Pemilih di Jakarta pada Pemilu 2024 Turun Dibandingkan 2019

Partisipasi Pemilih di Jakarta pada Pemilu 2024 Turun Dibandingkan 2019

Megapolitan
Pemerintah DKJ Punya Wewenang Batasi Kendaraan Pribadi di Jakarta, DPRD Minta Dilibatkan

Pemerintah DKJ Punya Wewenang Batasi Kendaraan Pribadi di Jakarta, DPRD Minta Dilibatkan

Megapolitan
Dua Begal di Depok Lakukan Aksinya di Tiga Tempat dalam Sehari

Dua Begal di Depok Lakukan Aksinya di Tiga Tempat dalam Sehari

Megapolitan
Unggah Foto Gelas Starbucks Tutupi Kabah Saat Umrah, Zita Anjani: Saya Berniat Mancing Obrolan...

Unggah Foto Gelas Starbucks Tutupi Kabah Saat Umrah, Zita Anjani: Saya Berniat Mancing Obrolan...

Megapolitan
Jenazah Brigadir RAT Belum Diotopsi, Polisi Tunggu Keputusan Keluarga

Jenazah Brigadir RAT Belum Diotopsi, Polisi Tunggu Keputusan Keluarga

Megapolitan
Keluarga Brigadir RAT yang Meninggal Bunuh Diri Tiba di RS Polri Kramat Jati

Keluarga Brigadir RAT yang Meninggal Bunuh Diri Tiba di RS Polri Kramat Jati

Megapolitan
Dua Begal yang Bacok Korban di Depok Incar Anak Sekolah

Dua Begal yang Bacok Korban di Depok Incar Anak Sekolah

Megapolitan
Pemprov DKI Disarankan Ambil Alih Pengelolaan JIS, TIM, dan Velodrome dari Jakpro

Pemprov DKI Disarankan Ambil Alih Pengelolaan JIS, TIM, dan Velodrome dari Jakpro

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com