Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Molenvliet dan Keindahan di Masa Lalu

Kompas.com - 18/04/2016, 19:00 WIB


Oleh: Amanda Putri Nugrahanti

Batavia pada abad ke-17 sangat cantik dengan sistem kanalnya yang merupakan hasil kerja Gubernur Jenderal Hindia Belanda Jan Pieterszoon Coen. Sistem kanal ini memperlancar aliran sungai ke laut, jalur transportasi, sarana pertahanan, dan alur pemasok air kebutuhan kota.

Euis Puspita Dewi, saat mempresentasikan disertasinya di Fakultas Teknik Universitas Indonesia, awal Maret lalu, menyebut, saat itu merupakan masa kejayaan kanal di Batavia. Betapa kanal pada saat itu digambarkan begitu teratur, indah dan berfungsi dengan baik.

Namun, dalam buku Membenahi Tata Air Jabotabek oleh AR Soehoed, lama-kelamaan beban hidrolis yang berat tidak dapat terpikul lagi oleh Kali Ciliwung. Kota Batavia pun mulai kekurangan air, terutama pada musim kemarau. Tingkat kenyamanan dan kualitas kesehatan menurun, wabah malaria pun meningkat.

Setelah itu, mulailah kanal-kanal dibuka-tutup, dipindah, disudet, tanggul-tanggul dibuat, tetapi sangat tergesa-gesa dan tidak sempurna. Batavia mulai tidak disukai sebagai hunian karena tak nyaman dan akhirnya ditinggalkan. Masyarakat mulai pindah ke wilayah di sepanjang kanal yang dibuat seorang pengusaha kayu, Phoa Beng Ham, pada 1648 ke arah selatan. Kanal ini pada awalnya dibuat untuk mengangkut kayu dan hasil bumi dari daerah selatan ke kawasan kota.

Kanal itu kemudian mulai disebut Molenvliet pada 1661 karena banyaknya kincir di kanan-kiri kanal sepanjang sekitar 3 kilometer yang dialiri air dari Sungai Ciliwung itu. Tempat-tempat peristirahatan dan hotel juga banyak dibangun di sekitar wilayah itu dan menjadi tempat rekreasi. Kanal ini pun menjadi awal dari perkembangan kota ke arah selatan, ke wilayah bernama Weltevreden yang sekarang merupakan Jakarta Pusat.

Hendrik E Niemeijer dalam buku Batavia Masyarakat Kolonial Abad XVII menulis, saat itu, apabila warga Batavia ingin bersantai ria di luar tembok kota, mereka biasanya menyewa bendi dan berpesiar ke sebuah pondok peranginan di kawasan Ommelanden (area di luar tembok kota). Di tengah perjalanan, mereka dapat mampir di kafe milik Jan Overtijg yang terletak di sudut Nieuwe weg (jalan baru) di sekitar Molenvliet dan menyegarkan kerongkongan mereka dengan menenggak arak.

Terusan yang menghubungkan Weltevreden dengan Oud Batavia itu diapit oleh Molenvliet Oost (kini Jalan Hayam Wuruk) dan Molenvliet West (Jalan Gajah Mada). Molenvliet berawal dari Nieuw poort atau gerbang baru (kini daerah Glodok) hingga ke selatan dekat Benteng Rijswijk (kini Bank Tabungan Negara) dan membagi alirannya ke Ciliwung dan ke arah barat ke arah Sungai Krukut.

Aliran yang ke arah Ciliwung melalui Noordwijk (sekarang Jalan Juanda) dan Risjwijk (sekarang Jalan Veteran) hingga taman Wilhemina yang saat ini menjadi kompleks Masjid Istiqlal. Di depan Masjid Istiqlal inilah terdapat pintu air yang digunakan untuk mengendalikan aliran dari Molenvliet.

Dahulu, pintu air itu disebut sluisburg (jembatan pintu air). Di sekitarnya merupakan daerah elite yang banyak dihuni orang Belanda. Setelah kemerdekaan RI, nama jalan diganti menjadi Jalan Pintu Air hingga kini. Pintu air itu juga dikenal dengan Pintu Air Kapitol karena di depan kompleks Masjid Istiqlal dulu terdapat gedung Capitol Theatre, bioskop yang hanya memutar film-film Barat. Kini, lokasi itu beralih menjadi kompleks pertokoan.

Taman Wilhemina

Kawasan Masjid Istiqlal pada abad ke-19 merupakan kompleks Taman Wilhemina. Areal yang dikelilingi aliran Sungai Ciliwung ini sangat indah. Suara gemericik air terdengar. Taman ini merupakan kebun sayur para opsir Belanda dan dipenuhi aneka tanaman. Di dalamnya terdapat benteng Prins Frederik Hendrik yang sudah tidak berbekas lagi.

Dari banyak lukisan yang menggambarkan Batavia, Euis menyebutkan, kanal-kanal juga digambarkan menjadi tempat mandi masyarakat sekitar, terutama pribumi, karena kualitas airnya masih baik. Selain itu, banyak binatu atau jasa cuci baju beroperasi di kanal.

Slamet (69), warga Kelurahan Krukut, Kecamatan Taman Sari, sempat merasakan mandi di tempat pemandian umum yang ada di sekitar Molenvliet. Lokasinya kini berada di seberang stasiun pengisian bahan bakar untuk umum di Jalan Hayam Wuruk.

Ia bercerita, pada awal tahun 1970, Kanal Molenvliet masih sering dijadikan lokasi berbagai perayaan, seperti perayaan hari ulang tahun Jakarta dan Hari Kemerdekaan Republik Indonesia. Pada saat itu, berbagai perahu hias melintasi sungai diiringi kesenian Betawi, seperti tanjidor.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Penyidikan Tewasnya Taruna STIP di Tangan Senior Belum Final...

Penyidikan Tewasnya Taruna STIP di Tangan Senior Belum Final...

Megapolitan
Motor Warga Kampung Pugur Dicuri, Maling Beraksi Saat Korban Olahraga Pagi

Motor Warga Kampung Pugur Dicuri, Maling Beraksi Saat Korban Olahraga Pagi

Megapolitan
Longsor 'Teror' Warga New Anggrek 2, Waswas Mencengkeram meski Tinggal di Perumahan Elite

Longsor "Teror" Warga New Anggrek 2, Waswas Mencengkeram meski Tinggal di Perumahan Elite

Megapolitan
Geruduk Mahasiswa Berujung Petaka, 4 Warga di Tangsel Kini Jadi Tersangka

Geruduk Mahasiswa Berujung Petaka, 4 Warga di Tangsel Kini Jadi Tersangka

Megapolitan
PKB Kota Bogor Andalkan Hasil Survei untuk Usung Kandidat pada Pilkada 2024

PKB Kota Bogor Andalkan Hasil Survei untuk Usung Kandidat pada Pilkada 2024

Megapolitan
Prakiraan Cuaca Jakarta, Rabu 8 Mei 2024 dan Besok: Tengah Malam Nanti Berawan

Prakiraan Cuaca Jakarta, Rabu 8 Mei 2024 dan Besok: Tengah Malam Nanti Berawan

Megapolitan
Hari Pertama Pendaftaran Cagub Independen, KPU DKI Belum Terima Berkas Masuk

Hari Pertama Pendaftaran Cagub Independen, KPU DKI Belum Terima Berkas Masuk

Megapolitan
Keluarga Histeris Saat Tahu Putu Tewas di Tangan Senior STIP

Keluarga Histeris Saat Tahu Putu Tewas di Tangan Senior STIP

Megapolitan
Sosok Taruna STIP yang Meninggal Dianiaya Senior, Dikenal Mudah Berteman dan Bisa Diandalkan

Sosok Taruna STIP yang Meninggal Dianiaya Senior, Dikenal Mudah Berteman dan Bisa Diandalkan

Megapolitan
Taruna Tingkat Satu STIP Disebut Wajib Panggil Kakak Tingkat dengan Sebutan “Nior”

Taruna Tingkat Satu STIP Disebut Wajib Panggil Kakak Tingkat dengan Sebutan “Nior”

Megapolitan
Pengakuan Eks Taruna STIP, Difitnah dan Dipukul Senior sampai Kancing Seragam Pecah

Pengakuan Eks Taruna STIP, Difitnah dan Dipukul Senior sampai Kancing Seragam Pecah

Megapolitan
Tanggapi Permintaan Maaf Pendeta Gilbert ke MUI, Ketum PITI Tetap Berkeberatan

Tanggapi Permintaan Maaf Pendeta Gilbert ke MUI, Ketum PITI Tetap Berkeberatan

Megapolitan
Cerita Eks Taruna STIP: Lika-liku Perpeloncoan Tingkat Satu yang Harus Siap Terima Pukulan dan Sabetan Senior

Cerita Eks Taruna STIP: Lika-liku Perpeloncoan Tingkat Satu yang Harus Siap Terima Pukulan dan Sabetan Senior

Megapolitan
Bacok Pemilik Warung Madura di Cipayung, Pelaku Sembunyikan Golok di Jaketnya

Bacok Pemilik Warung Madura di Cipayung, Pelaku Sembunyikan Golok di Jaketnya

Megapolitan
Pura-pura Beli Es Batu, Seorang Pria Rampok Warung Madura dan Bacok Pemiliknya

Pura-pura Beli Es Batu, Seorang Pria Rampok Warung Madura dan Bacok Pemiliknya

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com