KOMPAS.com - Penggusuran atau penertiban selalu menyisakan masalah. Terlebih jika perencanaan, proses, dan pelaksanaan tidak melibatkan semua pihak.
Salah satu yang terimbas adalah anak-anak yang masih bersekolah. Alih-alih ingin menciptakan masa depan yang lebih baik, masa depan mereka justru bisa tercerabut.
"Saya mau jadi guru," begitu kata Fitri (9) saat ditanya terkait cita-citanya.
"Guru Matematika," ucapnya lagi, yang langsung disambut tawa lima rekannya di dalam tenda pengungsian berukuran 4 meter x 8 meter, Rabu (27/4). Fitri, menurut rekannya, tidak begitu mampu dalam pelajaran yang dia sebutkan.
Hari itu, Fitri, bungsu dari 10 bersaudara itu, bebas bermain dari pagi. Ia libur karena kakak kelasnya sedang ujian.
Wajahnya cemong, hampir sama seperti rekan-rekannya. Mereka belum ada yang mandi sedari pagi.
Fitri, sekitar dua minggu terakhir, terkadang tidur di kapal orangtuanya atau tenda pengungsian Pasar Ikan, Penjaringan, Jakarta Utara.
Meski begitu, dia tetap bersekolah setiap hari. Dia tidak ingin ketinggalan pelajaran sebelum ujian dimulai.
Hanya saja, waktu belajar di luar sekolah tidak ada karena seharian tinggal di pengungsian.
Melli Novitasari (11), teman Fitri yang juga tetangganya di RT 012 RW 004 Penjaringan, mengeluhkan hal yang sama. Selama di pengungsian, dia jarang belajar. Pekerjaan rumah jarang dikerjakan.
Tenda yang ditempati Fitri, Melli, dan puluhan pengungsi Pasar Ikan lainnya adalah tenda berwarna hijau yang bagian sampingnya tertutup.
Tenda ini baru berdiri pada Selasa kemarin. Sebelumnya, pengungsi tidur di tenda biasa. "Punggung sakit kalau tidur," ujar Melli.
Tenda itu memang beralas batu, puing bangunan, juga potongan-potongan kayu. Dua kasur terlihat di dalam tenda. Selebihnya dilapisi karpet usang atau kardus bekas.
Melli bercerita, pekan lalu, dia, Fitri, dan pengungsi lainnya terbangun saat tidur. Waktu itu lewat tengah malam. Hujan deras dan angin kencang membuat air masuk ke dalam tenda.
"Baju basah, kasur basah, jadi tidak bisa tidur. Kami begadang jadinya sampai subuh," kata Melli yang bercita-cita menjadi dokter.