JAKARTA, KOMPAS.com — Sekretaris Komisi A DPRD DKI Jakarta Syarif mengkritik kebijakan Gubernur Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok yang memberi kewenangan bagi lurah untuk memecat ketua RT/RW yang ada di wilayahnya. Syarif menilai hal itu sebagai kemunduran dalam berdemokrasi.
Syarif menyatakan, ketua RT/RW adalah orang yang dipilih oleh masyarakat. Karena itu, kata dia, yang berhak memberhentikan ketua RT/RW adalah masyarakat yang memilihnya.
Syarif melontarkan pernyataan itu untuk menanggapi penerbitan Peraturan Gubernur Nomor 1 Tahun 2016 yang memberikan kewenangan bagi lurah untuk bisa memecat ketua RT/RW.
"Berdasarkan asas demokrasi (Pergub) itu enggak tepat. Pemerintah itu ngurus tatanan administratif saja. Misalkan (ketua RT/RW-nya) ada masalah, yang berhentikan warga. Jadi, pemerintah membuat surat pemberhentian atas usulan warga," kata Syarif di Gedung DPRD DKI, Rabu (1/6/2016).
Menurut Syarif, Komisi A DPRD DKI sudah merekomendasikan penundaan pemberlakuan Pergub tersebut. Terlebih lagi, kata dia, saat ini DPRD tengah menyusun rancangan peraturan daerah (raperda) tentang pedoman RT/RW.
"Di dalam raperda dijelaskan tugas-tugas ketua RT/RW supaya mereka paham tugasnya," ujar Syarif.
Sebelumnya, Ahok mengakui telah memberi instruksi kepada lurah terkait ketua RT dan RW. Dia mengatakan, instruksinya adalah menyuruh ketua RT dan RW yang tidak siap menjadi pemerhati di wilayahnya untuk mundur.
"Saya instruksikan kepada seluruh wali kota untuk umumkan ke seluruh lurah, kalau RT dan RW enggak mau jadi pemerhati, mundur atau kami pecat," ujar Ahok di Gudang Sarinah, Pancoran, hari Minggu lalu.
Menurut Ahok, RT dan RW pada eranya bukan penguasa kecil lagi. Warga tidak perlu meminta surat rekomendasi RT dan RW untuk bisa mengurus sesuatu di kelurahan. Semua bisa teratasi dengan pelayanan terpadu satu pintu (PTSP).
Oleh sebab itu, peran ketua RT dan RW harus sebagai pemerhati wilayahnya. Mereka juga membantu lurah untuk melaporkan masalah yang ada di bawah.
"Kamu kalau enggak mau jadi pemerhati, buat apa terima uang operasional," kata Ahok.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.