JAKARTA, KOMPAS.com — Tim jaksa penuntut umum yang menangani perkara pembunuhan Wayan Mirna Salihin membeberkan alasan penerapan pasal pembunuhan berencana terhadap terdakwa kasus itu, Jessica Kumala Wongso.
Menurut jaksa, pembunuhan yang menggunakan racun sudah dianggap sebagai pembunuhan berencana berdasarkan doktrin hukum.
"Pembunuhan dengan menggunakan alat berupa racun, berdasarkan praktik peradilan dan doktrin hukum, secara umum telah diterima dan dianggap pembunuhan berencana," kata Jaksa Ardito Muwardi di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Selasa (21/6/2016), saat membacakan tanggapan jaksa atas eksepsi pihak Jessica.
(Baca juga: JPU: Penasihat Hukum Jessica Bukan Ahli Toksikologi)
Dengan demikian, lanjut Ardito, anggapan terdakwa melakukan pembunuhan berencana dimungkinkan tanpa harus membuktikan lebih lanjut mengenai dari mana dan kapan pelaku mendapatkan racun, bagaimana pelaku mendapatkan racun, serta tempat penyimpanan racun.
Menurut Ardito, hal tersebut sudah masuk dalam ketentuan Pasal 184 ayat 2 KUHAP.
Sebelumnya, tim kuasa hukum Jessica Kumala Wongso memaparkan sejumlah kejanggalan dalam dakwaan jaksa.
Kejanggalan-kejanggalan itu disampaikan pengacara Jessica dalam eksepsi atau nota keberatan pada sidang perdana di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (15/6/2016) pagi.
Menurut pihak pengacara, salah satu keanehan tersebut terletak pada tidak adanya penjelasan asal natrium sianida yang diduga didapatkan Jessica untuk membunuh Mirna.
(Baca juga: Jaksa Tolak Seluruh Eksepsi Jessica dan Sebut Penasihat Hukum Keliru)
Selain itu, menurut pihak Jessica, bentuk natrium sianida tersebut tidak dijelaskan, apakah cair, bubuk, serbuk, atau dalam bentuk lainnya.
Jessica didakwa melakukan pembunuhan berencana dengan Pasal 340 KUHP.
Ia didakwa melakukan pembunuhan berencana kepada teman kuliahnya, Wayan Mirna Salihin, di Kafe Olivier, Grand Indonesia, Jakarta Pusat, 6 Januari 2016.