Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Membongkar Kisah Masa Lalu Pondok Tjina

Kompas.com - 18/07/2016, 19:00 WIB

Oleh: Amanda Putri Nugrahanti

Meskipun bernama Pondok Cina, kawasan di Kecamatan Beji, Kota Depok, ini tak punya pecinan atau permukiman orang-orang keturunan Tiongkok. Namun, ada satu jejak yang menandakan bahwa memang ada orang Tiongkok yang tinggal di kawasan itu pada abad ke-17, yaitu sebuah rumah tua berarsitektur Eropa yang pernah ditinggali oleh pedagang dan kapitan Tiongkok.

Sejarah Depok memang berkaitan erat dengan Cornelis Chastelein, seorang Belanda yang juga pegawai VOC. Dalam buku Jejak-jejak Masa Lalu Depok yang ditulis oleh Jan-Karel Kwisthout dan diterjemahkan oleh Hallie Jonathan dan Corry Longdong disebutkan, Chastelein memulai karier sebagai pemegang buku, kemudian naik menjadi saudagar besar yang bertanggung jawab dan berkuasa atas gudang besar berisi barang dagangan VOC di Batavia.

Chastelein kemudian membeli tanah di sejumlah tempat, termasuk di kawasan Weltevreden (sekitar Gambir hingga Pasar Senen) hingga di barat Tjiliwoeng yang disebut Depok, Mampang, dan Karang Anjer. Selain itu, ia juga membeli tanah di timur Tjiliwoeng dari seorang Tiongkok bernama Tio Tong Ko pada 1712 serta sepetak tanah milik seorang Bali bernama Capie Oessien di sebelahnya.

Meski bekerja di VOC, ia kerap memiliki pemikiran berbeda. Ia membuat memorandum yang berjudul "Mijne gedagten ende eensame bedenckingen overde saken van Nederlands India" (Pikiran dan Pertimbanganku tentang Hindia Belanda). Dalam memorandum yang dibuatnya, ia ingin mengatakan, permukiman yang menguntungkan orang Eropa dalam jangka pendek tidak banyak menyumbang pembangunan tanah koloni dalam jangka panjang.

Karena itu, ia menaruh perhatian besar pada pertanian. Tahun 1693 dan 1697, untuk pertama kalinya Chastelein mengirim kapal ke Bali dan mengambil budak yang kemudian dibebaskan dan diberi warisan.

Budak-budak Chastelein disebutkan dalam berbagai sumber berjumlah 150 orang, termasuk dari Benggala dan Makassar, dan dilatih untuk bertani di kawasan Depok yang luasnya 1.244 hektar. Para budak ini kemudian terbagi menjadi 12 marga dan hingga kini keturunannya disebut Belanda Depok.

Di luar kawasan Depok terdapat kawasan yang disebut dengan Pondok Tjina. Letaknya sekitar 5 kilometer dari Depok (sekarang Kecamatan Pancoran Mas).

Tri Wahyuning M Irsyam, pengajar Program Studi Sejarah Departemen Ilmu Sejarah Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia, mengatakan, nama Pondok Tjina sudah tercantum dalam peta abad ke-17 yang kini dapat dilihat di Perpustakaan Nasional. Di wilayah itulah para pedagang Tiongkok yang berdagang di pasar Depok mondok atau tinggal sementara.

Hal itu disebabkan adanya larangan bagi orang Tiongkok untuk bermukim di Depok. Saat itu, Chastelein mengeluarkan larangan tersebut karena orang-orang Tiongkok dianggap sumber kerusuhan akibat suka mabuk dan meminjamkan uang dengan bunga tinggi.

Karena itu, orang Tiongkok hanya diizinkan berdagang pada siang hari dan harus segera keluar dari Depok setelah matahari terbenam. Karena tidak mungkin kembali ke Glodok (tempat tinggal lama mereka) yang harus ditempuh dalam waktu delapan jam, mereka lalu tinggal di Kampung Bojong, di sekitar rumah tua Pondok Cina.

Selain berdagang, orang-orang Tiongkok ini bertani di sawah milik mereka serta bekerja di ladang kebun karet milik tuan tanah orang-orang Belanda. Tidak hanya tinggal di Pondok Cina, sebagian warga keturunan Tiongkok juga tinggal di Cisalak. Mereka menganut ajaran Khonghucu dan mayoritas berasal dari Provinsi Fu Jian, Tiongkok selatan.

Rumah tua yang menjadi penanda kawasan Pondok Cina itu kini diimpit oleh Mal Margo City dan Margo Hotel. Bangunan putih dengan empat pilar di bagian depan dan jendela-jendela raksasa di bagian samping itu tampak masih kokoh.

Namun, kini bangunan itu tidak lagi difungsikan dan tidak dapat terlihat dari Jalan Margonda Raya seperti sebelumnya ataupun diakses pengunjung karena tertutup bangunan hotel.

Jika dibandingkan dengan foto yang diambil Tri pada tahun 1995, banyak bagian bangunan yang berubah, terutama bagian atap. Tahun 1995, sekalipun bergaya Eropa, atap gedung disusun dari genteng.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tangis Haru dan Sujud Syukur Casis Bintara yang Dibegal Usai Diterima Kapolri Jadi Polisi...

Tangis Haru dan Sujud Syukur Casis Bintara yang Dibegal Usai Diterima Kapolri Jadi Polisi...

Megapolitan
Hadiah Sehabis Musibah bagi Satrio, Diterima Jadi Polisi meski Gagal Ujian akibat Dibegal

Hadiah Sehabis Musibah bagi Satrio, Diterima Jadi Polisi meski Gagal Ujian akibat Dibegal

Megapolitan
Nasib Nahas Efendy yang Tewas di Kali Sodong, Diburu Mata Elang dan Dipukuli hingga Tak Berdaya

Nasib Nahas Efendy yang Tewas di Kali Sodong, Diburu Mata Elang dan Dipukuli hingga Tak Berdaya

Megapolitan
Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini Sabtu 18 Mei 2024 dan Besok: Pagi ini Cerah Berawan

Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini Sabtu 18 Mei 2024 dan Besok: Pagi ini Cerah Berawan

Megapolitan
[POPULER JABODETABEK] Kapolri Beri Hadiah Casis Bintara yang Dibegal dengan Diterima Jadi Polisi | Kilas Balik Kronologi Pembunuhan Vina Cirebon

[POPULER JABODETABEK] Kapolri Beri Hadiah Casis Bintara yang Dibegal dengan Diterima Jadi Polisi | Kilas Balik Kronologi Pembunuhan Vina Cirebon

Megapolitan
Berkoordinasi dengan Polda Jabar, Polda Metro Jaya Bantu Buru 3 DPO Pembunuh Vina

Berkoordinasi dengan Polda Jabar, Polda Metro Jaya Bantu Buru 3 DPO Pembunuh Vina

Megapolitan
Pria di Kali Sodong Dibunuh 'Debt Collector' Gadungan karena Tolak Serahkan Motor

Pria di Kali Sodong Dibunuh "Debt Collector" Gadungan karena Tolak Serahkan Motor

Megapolitan
KPU DKI Verifikasi Dokumen Dukungan Bacagub Independen Dharma Pongrekun hingga 29 Mei

KPU DKI Verifikasi Dokumen Dukungan Bacagub Independen Dharma Pongrekun hingga 29 Mei

Megapolitan
PPK GBK Ungkap Riwayat Kepemilikan Tanah Tempat Berdirinya Hotel Sultan

PPK GBK Ungkap Riwayat Kepemilikan Tanah Tempat Berdirinya Hotel Sultan

Megapolitan
Perubahan Jadwal KRL, Transjakarta, MRT, dan LRT Saat Pencanangan HUT Ke-497 Jakarta 19 Mei

Perubahan Jadwal KRL, Transjakarta, MRT, dan LRT Saat Pencanangan HUT Ke-497 Jakarta 19 Mei

Megapolitan
Epy Kusnandar Isap Ganja di Atas Pohon pada Waktu Subuh

Epy Kusnandar Isap Ganja di Atas Pohon pada Waktu Subuh

Megapolitan
'Bullying' Siswi SMP di Bogor Diduga karena Rebutan Cowok

"Bullying" Siswi SMP di Bogor Diduga karena Rebutan Cowok

Megapolitan
KDRT dan Terlibat Kasus Penistaan Agama, Pejabat Kemenhub Dibebastugaskan

KDRT dan Terlibat Kasus Penistaan Agama, Pejabat Kemenhub Dibebastugaskan

Megapolitan
Mayat di Kali Sodong Ternyata Korban Perampokan dan Pembunuhan, Polisi Tangkap Pelakunya

Mayat di Kali Sodong Ternyata Korban Perampokan dan Pembunuhan, Polisi Tangkap Pelakunya

Megapolitan
Ini Rekayasa Lalu Lintas di Bundaran HI Saat Pencanangan HUT Ke-497 Jakarta pada 19 Mei

Ini Rekayasa Lalu Lintas di Bundaran HI Saat Pencanangan HUT Ke-497 Jakarta pada 19 Mei

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com