JAKARTA, KOMPAS.com — Sidang kasus penganiayaan terhadap pekerja rumah tangga (PRT) Sri Siti Marni alias Ani (20) kembali berlangsung di PN Jakarta Timur, Kamis (21/7/2016). Dalam sidang hari ini, jaksa penuntut umum (JPU) menolak eksepsi (keberatan) terdakwa penganiaya Ani.
Dalam eksepsi pada sidang sebelumnya, pengacara terdakwa keberatan dengan dakwaan jaksa. Sebab, pengacara menyatakan bahwa berdasarkan pemeriksaan dokter, kliennya mengalami gangguan jiwa. Dengan demikian, menurut pengacara sesuai Pasal 44 KUHP, terdakwa penganiaya Ani, Meta Hasan Musdalifah, tidak dapat dipidana.
Namun, JPU dari Kejaksaan Negeri Jakarta Timur, Frengki Wibowo, menolak eksepsi terdakwa. Alasannya, Frengki menyatakan, eksepsi terdakwa sudah masuk materi pokok perkara.
"Dalam hal ini keberatan atau eksepsi penasihat hukum terdakwa telah masuk ke dalam materi pokok perkara," kata Frengki di ruang sidang.
( Baca: Trauma Penyiksaan Itu Masih Tampak di Wajah Ani... )
Menurut jaksa, surat dakwaan yang diajukan pihaknya sudah sesuai dengan syarat sahnya surat dakwaan sebagaimana diatur Pasal 143 ayat 2 KUHP.
"Sudah secara jelas terurai mengenai perbuatan terdakwa, dengan berdasarkan pemeriksaan BAP saksi-saksi maupun terdakwa sendiri," ujar Frengki.
Maka dari itu, menurut dia, jaksa tidak akan menanggapi lebih jauh mengenai eksepsi terdakwa.
"Sehingga, dengan demikian, terhadap keberatan atau eksepsi penasihat hukum, terdakwa harus dinyatakan ditolak untuk seluruhnya," ujar Frengki.
( Baca: Tak Hanya Dianiaya Majikan, Ani Juga Disuruh Makan Kotoran Kucing )
Jaksa juga memohon beberapa hal ke majelis hakim, yakni untuk menolak eksepsi terdakwa, menyatakan surat dakwaan jaksa dapat diterima sehingga persidangan dapat dilanjutkan, menyatakan terdakwa dapat didakwa berdasarkan surat dakwaan jaksa nomor perkara PDM-353/JKT/06/2016 tanggal 13 Juni 2016.
Jaksa juga meminta terdakwa Musdalifah untuk tetap berada dalam tahanan rutan. Atas tanggapan jaksa, hakim ketua Novri Olo menyampaikan akan memberikan putusan sela pada Kamis (28/7/2016).