Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Alasan Gangguan Jiwa Sering Dipakai untuk Meloloskan Penganiaya PRT

Kompas.com - 15/07/2016, 10:48 WIB
David Oliver Purba

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Koordinator Jaringan Nasional Advokasi Pekerja Rumah Tangga (Jala PRT), Lita Anggraini, mengatakan, alasan gangguan jiwa yang diderita terdakwa kasus penganiayaan terhadap Sri Siti Marni alias Ani oleh majikannya Meta Hasan Musdalifa, telah sering digunakan oleh terdakwa kasus serupa.

Dari catatan Jala, ada sejumlah kasus penganiayaan yang terdakwanya sering menggunakan alasan ganguan jiwa untuk lolos dari jeratan hukum.

"Hal ini membuat pelaku kekerasan lolos dan tidak ada efek jera bagi majikan pelaku kekerasan dan majikan melakukan tindak kekerasan berulang," ujar Lita dalam keterangan tertulisnya, Jumat (15/7/2016).

Lita menyebut ada sejumlah kasus kekerasan terhadap PRT yang pelakunya lolos dari hukuman. Misalnya kekerasan yang dilakukan oleh Ita di Surabaya terhadap pembantunya pada 1999, 2000, 2001, 2004, dan 2005.

Ita lolos dari hukuman karena dinilai memiliki gangguang jiwa. Padahal salah satu pembantu yang disiksa Ita telah tewas.

Ada juga penyiksaan yang dilakukan Eni di Bekasi pada 2000, 2005 dan 2008, Hasan, pelaku kekerasan asal Medan yang telah menyiksa pembantunya pada 2011 dan 2013, serta Eti, warga Sunter, Jakarta Utara, yang melakukan kekerasan terhadap sejumlah pembantunya. Bahkan salah satu pembantu Eti meninggal dunia.

Eti melakukan penganiayaan pada 2002 dan 2004. Aja juga Mutiara, warga Bogor yang telah melakukan penganiayaan terhadap pembantunya pada 2012 dan 2014.

Untuk kasus Meta, Jala meminta agar majelis hakim dengan tegas memberikan hukuman kepada Meta karena dinilai telah melakukan tindak kekerasan secara nyata dan dan sadar terhadap Ani.

Ani, pembantu yang disiksa oleh Meta, mengalami penganiayaan yang mengakibatkan wajahnya mengalami kerusakan. Pada persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Kamis (14/7/2016), pengacara terdakwa Abi Prima Prawira menyebut kliennya, Meta, mengalami gangguan kejiwaan sehingga sesuai KUHP tidak dapat dipidana.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Polisi Tangkap Pembunuh Pedagang Perabot di Duren Sawit, Ternyata Anak Kandung Sendiri

Polisi Tangkap Pembunuh Pedagang Perabot di Duren Sawit, Ternyata Anak Kandung Sendiri

Megapolitan
Diduga Korsleting, Bengkel Motor Sekaligus Rumah Tinggal di Cibubur Terbakar

Diduga Korsleting, Bengkel Motor Sekaligus Rumah Tinggal di Cibubur Terbakar

Megapolitan
Kardinal Suharyo Tegaskan Gereja Katolik Tak Sama dengan Ormas Keagamaan

Kardinal Suharyo Tegaskan Gereja Katolik Tak Sama dengan Ormas Keagamaan

Megapolitan
Ditawari Izin Tambang, Kardinal Suharyo: Itu Bukan Wilayah Kami

Ditawari Izin Tambang, Kardinal Suharyo: Itu Bukan Wilayah Kami

Megapolitan
Pemuda yang Sekap dan Aniaya Kekasihnya di Pondok Aren Ditangkap Polisi

Pemuda yang Sekap dan Aniaya Kekasihnya di Pondok Aren Ditangkap Polisi

Megapolitan
Pengelola Rusunawa Marunda Lapor Polisi soal Penjarahan Sejak 2023

Pengelola Rusunawa Marunda Lapor Polisi soal Penjarahan Sejak 2023

Megapolitan
Paus Fransiskus Kunjungi Indonesia: Waktu Singkat dan Enggan Naik Mobil Antipeluru

Paus Fransiskus Kunjungi Indonesia: Waktu Singkat dan Enggan Naik Mobil Antipeluru

Megapolitan
Pedagang Perabot di Duren Sawit Tewas dengan Luka Tusuk

Pedagang Perabot di Duren Sawit Tewas dengan Luka Tusuk

Megapolitan
Tak Disangka, Grafiti Bikin Fermul Belajar Mengontrol Emosi

Tak Disangka, Grafiti Bikin Fermul Belajar Mengontrol Emosi

Megapolitan
Sambut Positif jika Anies Ingin Bertemu Prabowo, PAN: Konsep 'Winner Takes All' Tidak Dikenal

Sambut Positif jika Anies Ingin Bertemu Prabowo, PAN: Konsep "Winner Takes All" Tidak Dikenal

Megapolitan
Seniman Grafiti Ingin Buat Tembok Jakarta Lebih Berwarna meski Aksinya Dicap Vandalisme

Seniman Grafiti Ingin Buat Tembok Jakarta Lebih Berwarna meski Aksinya Dicap Vandalisme

Megapolitan
Kunjungan Paus ke Indonesia Jadi yang Kali Ketiga Sepanjang Sejarah

Kunjungan Paus ke Indonesia Jadi yang Kali Ketiga Sepanjang Sejarah

Megapolitan
Kardinal Suharyo: Kunjungan Paus Penting, tapi Lebih Penting Mengikuti Teladannya

Kardinal Suharyo: Kunjungan Paus Penting, tapi Lebih Penting Mengikuti Teladannya

Megapolitan
Paus Fransiskus Akan Berkunjung ke Indonesia, Diagendakan Mampir ke Istiqlal hingga GBK

Paus Fransiskus Akan Berkunjung ke Indonesia, Diagendakan Mampir ke Istiqlal hingga GBK

Megapolitan
Warga Langsung Padati CFD Thamrin-Bundaran HI Usai Jakarta Marathon

Warga Langsung Padati CFD Thamrin-Bundaran HI Usai Jakarta Marathon

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com