JAKARTA, KOMPAS.com - Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok mengakui bahwa ia akan merugi apabila tidak berkampanye untuk Pilkada DKI Jakarta 2017.
Kendati demikian, Basuki memilih untuk tidak berkampanye daripada harus meninggalkan pekerjaannya sebagai gubernur.
Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada, calon petahana wajib cuti selama masa kampanye, atau selama empat bulan.
"Kenapa saya rugi? Nanti kamu ngoceh-ngoceh fitnah saya, saya enggak bisa bantah, kayak banjir segala macam. Kalau saya di debat, saya bisa jelaskan, 'Eh itu yang belum beres, lihat dong foto yang sudah beres'," kata Ahok di Balai Kota DKI Jakarta, Senin (22/8/2016).
(Baca juga: Alasan Ahok soal Cuti Kampanye karena Kawal Pembahasan APBD, Taufik Nilai Sudah Ada Sistem)
Kendati demikian, Ahok memilih untuk tidak berkampanye karena menilai masa kampanye pada 26 Oktober 2016 hingga 11 Februari 2017 itu merupakan masa-masa rawan.
Selama itu, lanjut dia, merupakan masa-masa penyusunan APBD DKI Jakarta 2017 dan musim hujan.
"Tapi saya kan berhak memilih kan, mana saat penting saya harus pergi berdebat, mana saat penting urus APBD. Ini kan enggak, saya diperlakukan kayak penantang," kata Ahok.
Karena alasan itulah Ahok mengajukan gugatan uji materi atas Pasal 70 (3) Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada.
(Baca juga: Ahok Merasa Hak Konstitusionalnya Dirampas oleh Aturan Cuti Kampanye)
Ia menilai pasal yang mengatur kewajiban cuti calon petahana selama masa kampanye itu bertentangan dengan UUD 1945 yang mengatur bahwa setiap warga negara berhak untuk mendapat pengakuan, jaminan hukum yang adil, dan perlakuan yang sama di depan hukum.
"Begitu kamu ditetapkan sebagai calon gubernur, lu libur sampai empat bulan," kata Ahok.